Sudah lima bulan berlalu namun Rosa belum ada perkembangan juga, entahlah rasanya Jaeran ingin mengubur semua harapannya, sebentar lagi persalinan sang istri dan ia masih belum menjenguknya hingga sejak terakhir kali bertemu. Wajah cantik Rosa selalu terbayang di dalam benak lelaki tak lama sang mama mengusapinya dengan lembut, sebenarnya ia merindukan sang istri; saat kabar sang istri akan dioperasi pemuda itu begitu terkejut dengan keputusan Dirga yang tak meminta persetujuannya. Ia juga masih ingat betul bagaimana sikap Dirga ketika dirumah sakit, tak jarang Lami mengabarinya. Aslinya Dirga gak sebegitu marah sama sang adik ipar, Cuma lelaki itu memang sangat jarang menegur orang dan rasa gak sukanya itu terhadap membuat sifat Dirga seperti orang yang tak memiliki rasa kemanusiaan. “Na! Makan!” Panggil mama yang lagi ada di dapurnya. Tam ada sahutan dari sang sulung membuat Jena menahan rasa gemasnya, anaknya itu jika sudah sedih suka sekali menguruskan badannya.
Jaeran mengecup pelan surai sang isteri yang masih terlelap dengan lemah lembut pria itu membangunkan Rosa yang masih tertidur pulas. Jaeran melihat ke arah arlojinya lalu memeluk pinggang sang isteri sesaat, tak mungkin jika dirinya melakukan olahraga erotis dipagi hari seperti ini. Suara dentingan ponsel membuat Rosa merasa terganggu, karena tak ingin sang wanita merasa badmood dipagi yang cerah ini dengan terpaksa Jaemin mengubah mode silent pada pengaturan ponselnya. "Mau tidur sampai jam berapa, hm?" Tanya Jaeran dengan nada rendah dan tenang."Bentar lagi, ih. Ngantuk semalam aku setoran banyak sama editor ..." Jaeran mendengus lalu beranjak darisana dan melangkah ke arah kamar mandi. Sekiranya tak ada suara lagi, Rosa membuka kelopak matanya kemudian mencari sosok suaminya, karena hampir diseluruh penjuru rumah Jaeran tak ada dan tak ia temukan.Rosa lantas berteriak dan menjerit ketakutan akan Jaeran yang meninggalkannya. Air matanya
Jaeran yang baru bangun tidur siang menatap paras sang isteri penuh damba dibelainya wajah itu hingga membuat sang empunya merasa risih. Pemuda itu mengecup bibir Rosa sekilas sebelum lelaki itu beranjak dari tempat tidur, Jaeran tak pernah merasa tega menganggu waktu istirahat sang wanitanya. Sekiranya ia dapat membantu dalam pekerjaan rumah tangga maka lelaki itu akan bantu sebisanya saja, pada saat ia ingin melangkah keluar dari kamarnya tiba-tiba sebuah genggaman lembut menyelinap kesela-sela jemarinya. Rosa membuka kelopak matanya yang begitu indah, ditatapnya wajah sang suami khas orang bangun tidur. "Aku kelamaan tidurnya ya?" Jaeran menggeleng pelan tangannya tak berhenti mengusap wajah sang isteri."Justru aku mikir, ... aku ganggu kamu tidur ya?" Rosa menghela panjang dan kemudian beringsut duduk seraya menggenggam tangan besar lelaki itu."Kamu gak ngusik aku, Na."Entah kenapa ada rasa takut yang menyelimuti
Malam itu kedua pasangan ini mendapat undangan makan malam dari teman lama Jaeran, meski Rosa mengenalnya jelas perempuan bergaun maroon itu terlihat begitu tak bersemangat. Lelaki yang berdiri disamping sang isteri tentu menyadari perubahan ekspresi wanitanya, Jaeran menghentikan langkahnya kemudian menatap seksama perubahan kondisi isterinya. "Rosa, kamu sakit?" Perempuan itu menggeleng lemah. Jelas sekali perempuan itu berbohong, Jaeran melanjutkan langkahnya dan terus menggenggam tangan sang isteri."Kamu duluan ajh, Na. Aku cari air dulu, ..." Jaeran tampak ragu melepas sang isteri, dengan berat hati lelaki itu melepaskan tautan mereka."Aku ambilkan saja," Rosa menggeleng untuk menolaknya."Gak apa, aku bisa." Jaeran tak yakin Rosa terlihat fit saat ini, wajah lemasnya begitu tergambar sekali. Karena khawatir pemuda itu memilih untuk mengikutinya, saat lagi berjalan tak sengaja Jaeran menabrak salah satu teman sekolahnya. Dan
Aisya menatapi wajah Jerome yang terlihat begitu frustrasi berada dikediaman kakaknya itu, perempuan itu mendengus geli saat mengubah pandangannya ke arah dua manusia yang sedang bermesraan. Aisya tau bagaimana perasaan lelaki yang ada disebelahnya itu, sangat tau. Perempuan menepuk pelan pundak Jerome yang lagi termenung sendiri. "Apa loe tuh gak bisa move ke cewek lain gitu, Jer. Itu ipar loe sendiri lho, ..." dengus perempuan tersebut.Helaan berat keluar begitu saja dari lelaki yang mengurus surat-surat perpindahan kerjanya. "Gue gak ngerti lagi, Ai. Semua udah gue coba. Pacaran sama Mia, menerima perjodohan nyokap, sampai tunangan sama Hilda juga. Tapi gue gak ngerti sama sekali, ... waktu kemarin kak Rosa pingsan dengan tanggap gue tinggalin semuanya. Loe bayangin ajh, gue yang lagi sibuk meninggalkan semuanya cuma buat dia doang, sedangkan Hilda yang selalu minta gue temani gak ada waktu sedikitpun." Jelas Jerome yang kembali menatap sendu keluarganya itu, Ai
Rosa tertidur di sofa ruang tengah ditemani Jerome yang sedang mengerjakan tugas akhirnya, Jaeran menatap sinis wajah sang adik yang menjadi pahanya bantalan sang isteri. Wajah damai Rosa membuat hati keduanya merasa tenang namun itu tak berselang lama ketika Jaeran hendak memindahkannya, lengan besar sang adik menghalanginya. Tak peduli apa yang dikatakan oleh sang adik, lelaki itu mengangkat tubuh sang isteri dengan kasar hingga membuat tidur Rosa terusik. Jerome menggeleng pelan melihat perangai sang kakak yang amat begitu tidak suka dengan kehadirannya dikehidupan mereka. "Loe gak bisa pelan?" Tegur Jerome yang membuat Jaeran menghentikan langkahnya tanpa menoleh. "Ke mana ajh loe? Gak tau isteri lagi butuh? Apa loe sebenarnya menikahi Rosa cuma berdasarkan rasa iba?" Jaeran menggeram lalu menatap wajah polos isterinya."Jaga itu mulut ya, ..." geram lelaki itu yang kembali melanjutkan langkahnya. Mendadak hatinya ngilu saat memandang raut cemas dalam damai Rosa
Jaeran terkejut dengan sikap isterinya yang tiba-tiba berubah saat berada ditempat temannya, ah, ya, ... temannya pasti akan sangat terkejut dengan apa yang telah mereka lihat pasalnya wanitanya itu tak pernah mau menghentikan pengobatan yang dijalaninya, Rosa tak sendirian di sana ada Jeno serta Herina yang turut menenangkannya, padahal wanita cantik itu hanya meminta izin mengambil sebuah minuman saja. Tetapi apa yang telah ia lewatkan sehingga isterinya berteriak marah pada semua orang, lelaki itu memegang tangan perempuan yang memandangnya entah dengan tatapan mata apa. Yang jelas ketika mereka saling menatap satu sama lain, terpancar rasa lelah yang menyelimuti hatinya, Rosa menggeleng kepalanya perlahan sambil memeluk tubuh besar di depannya itu. Jerome menghela kasar lalu melangkah pergi meninggalkan keduanya yang sama-sama tidak ingin diganggu oleh siapapun, Herina tentu mengerti bagaimana perasaan pemuda itu.Lami berlari-lari menuju k
Rosa sedang mencuci piring dan Jaeran baru saja mengirim laporan rekam medis terakhirnya, perempuan menggeleng saja ketika melihat sifat kekanakkan sang suami. Saat ponsel Jaeran berdering sesaat pemuda itu melirik sang isteri yang masih dengan urusan dapur, ... Jaeran berjalan ke arah depan lalu mengangkat teleponnya itu. Rosa yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya itu berhenti ketika sang suami tampak terlihat tertawa dengan riangnya. Pria itu mematikan sambungannya lalu berjalan begitu saja tanpa menyadari sosok isterinya, desir sesak menjalar direlung hati perempuan itu. Rasanya seperti ada yang beberda dari sang suami. Jaeran menghentikan langkahnya lalu mengecup sekilas pucuk kepala Rosa, “aku keluar dulu ya, ...” wanita itu meneguk ludah kasar. Ouh, ayolah, sudah berapa lama ia mengenal sang suami? Itu yang ada dipikirinnya.“Bukannya kamu udah janji bakal menemaniku seharian?”
Jena tak mengerti apa dengan mengapa anak bungsu masih tetap bertahan pada perasaan yang bahkan, orang itu tau jika akan terlalu mengambil resiko tinggi jika melawan kakaknya sendiri. Jerome menatap wajah sang mama yang tampak mengerutkan keningnya ingin bertanya, namun lelaki itu memilih diam dan tak mengatakan apapun, ah, ya, itu akan menjadi rasa yang ingin ia pendam sendiri. “Mau sampai kapan?” Tegur sang mama yang membuat pemilik eyes smile itu menoleh.“Maksudnya?” Lelaki itu bertanya balik, mama mendengus dingin lalu menggeleng sambil menunggu perkejaan anaknya itu selesai. Ah, apa mamanya akan membahas hal yang sama, ... Perasaan haram itu? Katakan tidak jika itu benar. “ Mama gak ada maksud buat bahas tentang alasan itu lagi kan?” Tegas pemuda itu yang mendadak menjatuhkan rahangnya.“Jer!” Tegur sang mama yang tampa