Jennie juga melakukan hal yang sama seperti suaminya. “Aku juga mencintaimu.”
Kedua pasangan pengantin baru itu sedang berbahagia. Mereka menghabiskan waktu di dalam kamar dengan bermain kertas gunting batu. Yang kalah akan menuruti perintah yang menang.
“Kamu kalah suamiku,” kata Jennie sambil tertawa.
“Apa yang harus saya lakukan?”
“Buatkan aku jus jeruk!” titah Jennie.
“Baiklah, saya akan melakuknanya.”
“Tapi haus kamu yang membutanya, jangan menyuruh Bibi.”
“Iya ….” Gara turun dari tempat tidur, lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minuman sang istri.
“Kapan lagi memerintah CEO,” kata Jennie sambil tertawa setelah suaminya keluar dari kamar. “Belum tentu aku bisa bersamanya terus,” lanjutnya dengan pelan. “Aku takut Mama tahu pernikahan ini?”
Beberapa menit kemudian sang suami masuk den
"Bukan apa-apa," jawab Jennie sambil berjalan keluar dari kamar."Biggie, saya yakin ada yang kamu sembunyikan.""Nggak ada. Besok kamu udah mulai kerja lagi, pasti pulangnya malam dan capek 'kan? Mana mungkin kita bisa bercanda seperti tadi lagi.""Saya akan meluangkan banyak waktu untukmu. Kamu tenang saja, kali ini saya tidak akan pulang malam."Jennie menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik menghadap Gara."Jangan kayak gitu. Lakukanlah kegiatanmu seperti sebelumnya. Aku nggak mau menjadi pengganggumu, lagian kita 'kan bisa menghabiskan waktu seharian di akhir pekan."Gara tersenyum menanggapi ucapan istrinya. "Saya bersyukur mempunyai istri sepertimu."Pria yang memakai kaus berwarna putih dengan dipadukan celana panjang berwarna krem menggenggam tangan istrinya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang makan.Mereka makan sambil suap-suapan yang membuat seisi rumah itu berbahagia melihat Tuan dan nona mudanya be
“Hati-hati, Bos!”“Saya sudah jatuh, Biggie!" kesal Gara.“Ya udah ayo bangun!” Jennie membantu Gara yang tersungkur karena terkejut melihatnya masih bekerja sebagai office girl di kantornya sendiri.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Gara setelah bangun dan berdiri.“Aku kan masih kerja di sini, Bos,” jawab Jennie sambil tersenyum.“Tidak perlu kerja lagi, kamu tunggu saya pulang kerja saja di rumah!”“Aku bosan di rumah terus.”“Kamu bisa jalan-jalan atau belanja bersama Anisa atau Mommy. Kamu cari kegiatan lain, tapi jangan bekerja di sini!”“Kenapa? Kamu malu kalau sampai orang lain tahu kalau istri dari CEO Mannaf Group ternyata hanya seorang office girl?”“Bukan itu maksudnya. Saya hanya tidak ingin kamu kerja lagi. Kamu istirahat saja ya, biar saya yang mencari uang untuk kamu.”“Kontr
“Dia istri saya, kamu telah menghin orang yang saya cintai.”Jennie menatap suaminya sambil tersenyum. Ia senang mendengar Gara mengakui perasaannya di depan orang lain.“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau Jennie … maksudnya saya tidak tahu kalau Nona Jennie istri anda.”Sekretaris cantik terus memohon minta ampun sambil berlinang air mata, namun Gara sudah terlanjur sakit hati.“Kalau dia bukan istri saya, apa kamu berhak menghina sesama kaummu seperti itu?”“Maafkan saya, Tuan, tolong jangan pecat saya!”“Saya tidak mau mempekerjakan orang-orang berhati busuk sepertimu.”“Sayang, berilah dia kesempatan sekali lagi, mungkin kalau aku ada di posisi dia, aku akan lebih parah dari itu.”Jennie merasa bersalah kepada sekretaris suaminya karena dirinyalah, wanita itu dipecat.“Saya tahu. Tapi, saya tidak suka melihat orang yang telah
Terima kasih untuk kakak-kakak cantik dan kakak-kakak ganteng yang sudah mendukung novel saya ini. Tak terasa ternyata Haidar sudah menemani kalian selama setahun. Ceritanya memang belum selesai, masih ada kelanjutannya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Gara dan Jennie setelah mamanya tahu, dan apakah mereka bisa mempertahankan pernikahannya di saat orang-orang yang membencinya berusaha untuk memisahkan mereka. Kisah si CEO bucin akan dilanjut di buku baru ya, khusus Gara dan Jennie. Novel ini sudah terlalu panjang, takut kalian mual lihat bab yang udah ratusan, hehehe .... Pemenang GA akan diumumkan di sosmed saya, i*, efbe, w*, kalau barangnya sudah datang, wkwwkk. Silakan follow i* @nyi.ratu_gesrek, atau bisa gabung di grup w*. Penilaian akan berlangsung sampai barang datang. Terima kasih banyak kakak-kakak sekalian. Mohon maaf jika cerita saya kurang memuaskan dan membuat kakak-kakak sekalian jengkel. Saya akan terus berusaha m
“Dek, kamu mau nggak bantuin Kakak?” tanya Aisyah yang terlihat cemas setelah membaca pesan dari kekasihnya. Andin menghampiri sang kakak yang sedang duduk di pinggiran tempat tidur. Kemudian ia menaruh gaun pengantin itu di tempat tidur kakaknya. “Ih … Kakak dari tadi nggak dengerin aku?” tanya Andin pada Kakak sepupu yang sudah ia anggap sebagai Kakak kandungnya sendiri sambil mengerucutkan bibir. Andin, gadis berusia 21 tahun, kulit kuning langsat, hidung mancung, bulu mata yang lentik, manik mata coklat gelap, rambut lurus dan body yang aduhai dari tadi sibuk mencoba gaun pengantin sang kakak. Aisyah sangat baik terhadap Andin. Ia sangat menyayangi adik sepupunya. Bahkan Aisyah selalu mengakui kesalahan yang diperbuat Andin supaya sang adik tidak kena marah Ayah dan bundanya. “Bantu Kakak untuk kabur dari sini!” ucap Aisyah dengan serius. “Hah! Kakak yang benar aja! Satu jam lagi Kakak bakal nikah.” Andin terse
“Waduh.” Andin terbangun. Lalu berjalan mondar-mandir ke sana ke mari. “Nul, gimana ini?” tanya Andin pada inul, ia terlihat sangat cemas. “Yey anjas, eike dendiin,” (kamu aja, aku dandanin) ujar Inul. “Apaan sih, Nul?” tanya Anin. Ia nggak ngerti apa yang diucapkan Inul. “Capcai pakarena!” Inul mendorong Andin masuk ke kamar mandi. “Apaan lagi sih?” tanya Andin sedikit geram mendengar Inul berbicara bahasa banci. Andin semakin pusing dibuatnya. “Cepetan pake!” suruh inul dengan tegas sambil mendorong pelan Andin untuk segera masuk ke dalam kamar mandi. Andin pun segera masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian. Tidak lama kemudian Andin keluar dari kamar mandi sudah menggunakan gaun pengantin berwarna putih yang terlihat terbuka di pinggirannya sehingga tubuh bagian bawah ketiaknya tampak terlihat. Andin berjalan me
Mahendra, Rey dan Rizky segera menemui keluarga Mannaf. Mereka mengajak Haidar dan ayahnya untuk berbicara baik-baik, di ruang kerja Mahendra. “Pak Mannaf, sebelumnya saya minta maaf,” ucap Mahendra saat mereka sudah berada di ruang kerja Mahendra dan duduk saling berhadapan dengan calon besannya. “Minta maaf untuk apa, Pak?” tanya Pak Mannaf, bingung dengan maksud dari Mahendra mengajaknya berbicara serius di saat acara pernikahan sedang berlangsung. “Aisyah, putri saya pergi dari rumah. Jadi, ia tidak bisa menikah dengan anak Bapak. saya sangat menyesal dengan kejadian ini," jawab Mahendra. ia tampak menyesal dengan apa yang terjadi. “Tapi, kalo Haidar dan Pak Mannaf tidak keberatan, kami akan menukar pengantin wanitanya,” sela Rey dengan cepat. “Maksudnya gimana, Pak Rey?” tanya Pak Mannaf semakin bingung. “Anak saya bersedia menggantikan kakaknya sebagai pengantin Haidar,” jelas Rey pada Pak Mannaf sambil melirik Haidar yang duduk
"Nenek!” teriak Andin. Ia mendekati sang nenek karena takut terjadi apa-apa dengan neneknya. Semua orang mendekati Nenek Marisa. Mereka takut sang nenek terkena serangan jantung. Nenek Marisa menghirup udara dalam-dalam kemudian mengembuskannya secara perlahan. “Nenek nggak apa-apa, Sayang,” ucap sang nenek sambil menangkup wajah cantik cucunya. “Mama beneran nggak kenapa-kenapa?” tanya Anin pada mamanya. Ia begitu khawatir dengan keadaan sang mama yang sudah tidak muda lagi. “Kamu maunya Mama kenapa-kenapa?” tanya Nenek Marisa pada sang anak sambil mendelikkan matanya. “Ish, Mama baperan banget deh,” ujar Anin pada sang mama. "Maksudku bukan itu, Ma." “Mama nggak apa-apa. Mama cuma terlalu bahagia, akhirnya Andin menikah. Mudah-mudahan dengan menikah dia nggak berhubungan lagi dengan si berandal itu,” harap Nenek Marisa pada Andin cucunya. “Kenapa sih semua orang nggak ada yang suka sama Roy?” Andin mengerucutkan bibir.