Share

Bab 4. Bunuh Diri

"Nenek!” teriak Andin. Ia mendekati sang nenek karena takut terjadi apa-apa dengan neneknya.

Semua orang mendekati Nenek Marisa. Mereka takut sang nenek terkena serangan jantung.

Nenek Marisa menghirup udara dalam-dalam kemudian mengembuskannya secara perlahan. “Nenek nggak apa-apa, Sayang,” ucap sang nenek sambil menangkup wajah cantik cucunya.

“Mama beneran nggak kenapa-kenapa?” tanya Anin pada mamanya. Ia begitu khawatir dengan keadaan sang mama yang sudah tidak muda lagi.

“Kamu maunya Mama kenapa-kenapa?” tanya Nenek Marisa pada sang anak sambil mendelikkan matanya.

“Ish, Mama baperan banget deh,” ujar Anin pada sang mama. "Maksudku bukan itu, Ma." 

“Mama nggak apa-apa. Mama cuma terlalu bahagia, akhirnya Andin menikah. Mudah-mudahan dengan menikah dia nggak berhubungan lagi dengan si berandal itu,” harap Nenek Marisa pada Andin cucunya.

“Kenapa sih semua orang nggak ada yang suka sama Roy?” Andin mengerucutkan bibir. Ia kesal dengan keluarganya yang hanya menilai Roy dari penampilannya saja.

“Karena dia bukan laki-laki yang baik,” jawab sang nenek. “Inget Andin, setelah menikah, kamu jangan pernah berhubungan lagi dengan pemuda berandal itu. Dosa, dan neraka ganjarannya jika menghiananti suamimu,” ujar sang nenek.

“Iya, Nek. Tapi, bolehkan aku bertemu dengan Roy untuk terakhir kalinya? Aku mau memutuskan dia,” ujar Andin.

“Boleh, kalo Haidar yang nemenin kamu buat nemuin itu cowok,” sahut Rey pada putrinya.

“Ada apa sebenarnya? Kenapa kalian nggak bilang sama Papa? Apa kalian udah nggak anggap Papa sebagai orang tua kalian lagi?” cecar Papa Herman pada anak-anaknya.

“Bukan gitu, Pa. Kita cuma nggak mau membebani Papa dan Mama. Rencananya kami mau kasih tahu Mama dan Papa kalo mereka udah siap.” Rizky mencoba menjelaskannya pada sang papa mertua.

“Apa Mami dan Papi kamu udah dikasih tahu?” tanya Papa Herman pada Rey.

“Belum, Pa,” jawab Rey pelan. Bukannya lupa, tapi ia lebih fokus dulu kepermasalahannya. Ia tidak mau membebani orang tua mereka yang sudah tidak muda lagi dengan permasalahan yang akan mempermalukan keluargnya jika ia tidak cepat bertindak.

“Panggil Mami dan Papi kamu!” titah papa Herman pada sang menantu.

“Iya, Pa,” jawab Rey. Ia pun langsung bergegas memanggil kedua orang tuanya.

Setelah sekian menit, Rey masuk beserta orang tuanya.

“Kenapa semua ada di sini?” tanya Oma Riyanti. Ia heran kenapa semua orang berkumpul di kamar pengantin.

Andin menghampiri omanya. Ia terlihat sangat cantik dengan gaun pengantin yang simple, tapi terlihat mewah. “Oma, aku cantik nggak?” tanya Andin pada sang oma.

“Adek! Kenapa kamu yang memakai baju pengantin?” tanya Oma Riyanti pada sang cucu.

“Mi, Andin yang akan menikah dengan Haidar,” ujar Rey. Ia menjelaskan pada Mami dan papinya kenapa tidak minta pendapat dulu kepada mereka. 

“Aisyah mana?” tanya Oma Riyanti. Ia celingukan mencari Aisyah.

“Kak Aisyah pergi karena Kak Fadil mau bunuh diri,” jelas Andin singkat, “Nanti aku ceritain deh,” imbuhnya.

“Terus, Adek yang gantiin Aisyah untuk jadi pengantin Haidar?” tanya sang oma. Ia diam sejenak mencerna ucapan anak dan cucunya.

“Iya, Oma,” jawab Andin, “Doain Adek ya!” mohon Andin pada sang oma.

Semua orang hanya diam dan menyimak obrolan antara Andin dan omanya.

Oma Riyanti memeluk sang cucu. “Oma seneng banget, kamu mau nikah,” ujar sang oma pada cucunya. Ayo kita keluar! Pak penghulu udah datang.” Oma Riyanti melepaskan pelukannya.

“Jadilah istri yang baik, Sayang! Contoh bundamu!” ucap Opa Bagus. Lalu memeluk cucunya.

“Iya, Opa,” jawab Andin.

Semua orang menjadi tersenyum lega setelah Oma Riyanti dan Opa Bagus juga merestui Andin. 

Semua orang keluar satu persatu dari kamar pengantin. Hanya ada Anin, Tyas, Dhila dan Inul yang tidak keluar dari kamar pengantin untuk menemani Andin. Sang pengantin baru akan keluar setelah proses ijab qobul selesai.

“Sayang, terima kasih, udah nyelametin kehormatan keluarga ini,” ucap Mama Dhila sambil mencium kening Andin. “Maafin kakakmu juga ya, gara-gara dia, adek jadi terjebak dalam pernikahan ini,” imbuhnya sambil menyeka air matanya.

“Kakak!” pekiknya. Ia langsung mencari ponselnya untuk menghubungi sang kakak.

Ketiga ibunya bingung melihat Andin panik saat mendengar mamanya berbicara tentang kakaknya.

Andin langsung menelpon sang kakak saat ia sudah menemukan ponselnya.

“Halo, Kak,” sapa Andin saat telepon mereka terhubung.

“Dek, gimana kabarnya di rumah? Pasti Papa kecewa sama Kakak karena udah kabur di hari pernikahan,” ucap sang kakak sambil terisak.

“Di sini baik-baik aja kok. Aku yang menggantikan Kakak untuk jadi pengantin Haidar,” ujar Andin berusaha tegar saat berbicara dengan kakaknya.

“Apa!” Aisyah terperanjat saat mendengar ungkapan sang adik. “Maafin Kakak ya, Dek! Semua ini gara-gara kakak,” ucap Aisyah tampak menyesal.

“Adek nggak apa-apa kok. Semua orang bahagia melihat adek menikah,” jawab Andin berusaha seceria mungkin. Walau dalam hatinya ia masih begitu ragu dengan keputusannya.

“Syukurlah,” ucap Aisyah begitu lega, tapi walau begitu ia tetap merasa bersalah dengan adiknya.

“Kakak di mana sekarang? Kak Fadil baik-baik aja ‘kan?” tanya Andin pada sang kakak.

Aisyah tidak langsung menjawab pertanyaan Andin. Ia menyesal atas semua kejadian hari ini. 

Aisyah menyesal karena ia kabur di hari pernnikahannya membuat sang adik harus menanggung beban kesalahannya. Dan karea ia juga tidak mendengarkan saran sang adik untuk diantar Roy ke rumah kakaknya membuat ia terlambat untuk datang ke rumah Fadil.

“Kak,” panggil Andin, pelan. Ia menunggu jawaban dari sang kakak.

“Kakak terlambat,” ucapnya pelan.

“Maksud Kakak apa? Kakak di mana sekarag?” tanya Andin. Ia bingung dengan jawaban sang kakak.

“Mas Fadil … Kakak telat datang ke rumahnya,” jawab Aisyah. Lalu terdengar isakan tangis yang pilu dari balik telepon.

“Kakak!” Andin menjatuhkan teleponnya. Ia duduk bersimbuh, menangis sejadi-jadinya. Ia merasa bersalah karena tidak bisa membantu sang kakak.

Anin, Tyas dan Dhila mendekati Andin. “Sayang, Kakak kenapa?” Anin memeluk anaknya yang menangis tersedu-sedu.

“Adek, bilang sama Mama, Kakak kenapa!” tanya Dhila pada Andin. Ia penasaran dengan kabar anaknya, Aisyah.

Andin masih saja menangis. Ia tidak menjawab pertanyaan bunda dan mamanya.

“Kenapose sih, Cin?” Inul juga tampak panik melihat Andin menangis. Make up-nya luntur semua.

Tyas membawakan segelas air putih untuk Andin. “Sayang, kamu minum dulu ya!” Tyas membantu Andin untuk minum supaya ia sedikit lebih tenang.

“Sekarang kamu cerita! Kakak kenapa?” tanya Tyas sambil menyeka air mata keponakannya.

Andin menghirup napas dalam-dalam. Lalu mengembuskannya perlahan. “Kak Fadil bunuh diri,” ucapnya sambil terisak.

“Apa?!” Anin, Tyas dan Dhila syok mendengar Fadil bunuh diri.

***

Salam kenal semuanya, novel ini merupakan sekuel dari novel My Absurd Wife. Follow Instagramku nyi.ratu_gesrek.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Rin Rs
Kok oma riyanti, sma persis sma nma aku, hahahahhahahhaha
goodnovel comment avatar
j🐾
ok.. baik utk permulaan
goodnovel comment avatar
Nyi Ratu
Alhamdulillah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status