Share

Bab 6. Ijab Kabul

Haidar duduk di depan penghulu dan calon mertuanya. Ia tampak tenang, tidak sedikit pun ketegangan tergurat di wajahnya. Walapun ia masih terbayang tubuh bahenol calon istrinya, tapi ia menepis semua itu dari bayangannya.

Tujuan utama ia menikah adalah untuk memenuhi syarat agar harta warisan sang papi segera jatuh ke tangannya. Ia berjanji tidak akan jatuh cinta pada sang istri nantinya. 

“Astaga … kenapa gua setegang ini?” ucap Rey dalam hati. Keringat menetes dari pelipisnya.

“Kamu kenapa tegang banget, Rey?” bisik Mahendra pada adik iparnya.

“Siapa yang tegang,” sangkal Rey. Ia malu mengakuinya.

“Lihat calon menantumu! Dia begitu tenang.” Mahendra membandingkan adik iparnya dengan calon menantu untuk meledek Rey.

Rey tidak mendengarkan lagi ucapan kakak iparnya. Setelah Pak penghulu selesai membacakan doa, acara ijab kabul segera dimulai.

Rey mengulurkan tangannya pada calon suami sang anak. Kemudian Haidar menerima uluran tangan calon mertuanya. Mereka saling berjabat tangan.

“Saya nikahkan dan kawinkan engkau, Haidar Mannaf bin Abdul Mannaf dengan putri saya Andin Putri Pradipta binti Rayhan Pradipta Putra dengan mas kawin uang tunai senilai seratus juta rupiah dibayar tunai,” ucap Rey dengan tegas.

“Saya terima nikah dan kawinnya Andin Putri Pradipta binti Rayhan Pradipta Putra dengan mas kawin uang tunai senilai seratus juta rupiah dibayar tunai,” ucap Haidar dengan sekali tarikan napas.

“Bagaimana para saksi? Sah?” tanya pak penghulu kepada para saksi dan para hadirin yang menyaksikan proses ijab kabul.

“SAH!” jawab para hadirin serentak dengan raut wajah yang bahagia.

“Alhamdulillah.”

“Baarakallahu laka wa baarakaa alaika wa jamaa bainakumaa fii khoir.” Pak penghulu membacakan doa akad nikah.

( Semoga Allah memberkahi engkau, baik dalam suka maupun duka dan selalu mengumpulkan engkau berdua pada kebaikan )

“Aamiin,” jawab para hadirin.

Setelah acara ijab qobul selesai, Andin segera turun dan menghampiri suaminya.

Karena pernikahan Andin dan Haidar mendadak, mereka harus menunggu buku nikah mereka dalam beberapa hari ke depan. Acara pun dilanjutkan dengan penyerahan mahar kepada Andin secara simbolis.

Andin dan Haidar bertukar cincin. Setelah selesai menyematkan cincin ke jari mereka masing-masing, Andin mencium tangan laki-laki gagah di depannya yang sudah sah menjadi imamnya.

Haidar pun mencium kening sang istri sekilas. “Kenapa jantungku jadi berdebar-debar begini?” Haidar bertanya-tanya dalam hatinya.

Setelah Pak penghulu mengucapkan nasehat pernikahan, beliau pun menutup proses akad dengan doa.

Andin dan Haidar segera duduk di pelaminan. Mereka pun berfoto dengan banyak macam gaya.

“Astaga … ternyata pura-pura tersenyum capek juga ya,” ucap Andin sambil mendudukan tubuhnya di kursi pelaminan.

Baru sebentar Andin duduk untuk melemaskan otot-ototnya, para tamu sudah mengantre untuk bersalaman dengan pengantin.

Andin dan Haidar menyalami para tamu sambil menyuguhkan senyuman manis. Mereka berpura-pura tersenyum bahagia seolah-olah mereka menerima pernikahan ini.

Roy menghampiri sang kekasih yang duduk bersanding di pelaminan dengan orang lain. “Ternyata kamu nyuruh aku nganter kakakmu, supaya kamu bisa menikah dengan orang ini,” ucap Roy sambil menunjuk Haidar. 

Andin menggengam tangan sang suami dengan erat. Ia takut Roy berbuat ulah yang akan mempermalukan keluarganya.

Haidar menatap jemari tangannya yang diremas dengan kuat oleh sang istri. Ia melihat raut wajah Andin yang terlihat cemas.

Kemudian Haidar melirik bodyguardnya. Hanya dengan isyarat lirikan mata elang Haidar, para bodyguard itu mengangguk. Lalu menyeret Roy keluar dari tempat resepsi.

Andin menghela napas lega. “Terima kasih,” ucapnya sambil tersenyum manis pada sang suami.

“Aku bukan membantumu, tapi aku hanya tidak mau dia mengacau di acara pernikahanku. Di sini banyak kolegaku yang hadir,” ucapnya dengan angkuh.

“Serah lo dah,” sahut Andin yang mendapat toyoran di keningnya dengan telunjuk Haidar.

“Sama suami tuh yang sopan,” tegas Haidar pada gadis cantik di sampingnya yang sudah sah menjadi istrinya.

“Iya, Om, Maaf,” ucap Andin tampak menyesal.

“Jangan panggil aku om! Aku suami kamu,” tegas Haidar. “Panggil aku sayang!” lanjut Haidar.

“Sayang, pala lo peyang,” gumam Andin. “Pengen muntah gue dengernya,” tambahnya.

“Aku dengar,” sahut Haidar. Ia pun menyentil kening sang istri.

Andin mengusap-usap keningnya. “KDRT nih, aku laporin kak Seto ya,” ucap Andin bercanda.

Haidar tertawa mendengar ocehan sang istri. Ia menggelengkan kepalanya. Lalu mendudukkan tubuhnya di kursi pelaminan karena para tamu yang hendak bersalaman dengannya sudah tidak ada.

Haidar menarik tangan sang istri hingga ia terduduk. “Kamu nggak pegel?” tanyanya masih dengan tawa renyahnya.

Andin melirik sang suami yang sedang tersenyum manis kepdanya. “Senyummu menggetarkan jiwaku, wahai suamiku yang tua bangka,” ucap Andin tanpa sadar.

Haidar kembali menyentil kening Andin. “Aku masih muda, masih gagah, jangan pangggil aku kayak gitu!” tegas Haidar dengan sorot mata elangnya ia menatap tajam sang istri.

“Maaf, suamiku tersayang, aku keceplosan,” ucapnya sambil menyeringai.

Haidar menghela napas berat. “Semoga aku kuat menghadapi siluman ular ini,” ucapnya dalam hati.

“Pi, coba kamu perhatikan! Kelihatannya mereka sangat serasi. Dari tadi Haidar tertawa terus, padahal mereka belum kenal sebelumnya. Kelihatannya menantu kita, gadis yang menyenangkan,” ungkap Mami Inggit, Mami dari Haidar. Ia terus memperhatikan anak dan menantunya sambil tersenyum.

“Andin anak yang baik,” sahut Papi Mannaf sambil tersenyum. Mereka berdua terus memperhatikan anak dan menantunya.

Sisil sahabat terdekat Andin menghampiri kedua mempelai yang sedang berdebat manja. “Cie … manten baru, mesra amat,” ledek sisil. Sejak tadi ia terus memperhatikan sahabatnya itu.

Andin memeluk erat sahabatnya. “Sil, apes banget gue, kawin sama berondong alot,” keluhnya pada Sisil. Lalu melepas pelukannya. “Tolong jangan kasih tahu dulu teman yang lain kalo gue udah nikah!” pintanya pada Sisil.

“Kenapa? Kamu mau selingkuh?” sahut Haidar. Ia tidak suka dengan ucapan Andin. Walaupun mereka tidak saling mencintai, tapi ia tidak mau istrinya terlibat skandal apapun yang akan mencoreng wajahnya.

“Bukan begitu suamiku tersayang. Aku mau ngenalin kamu secara langsung pada teman-temanku.” Andin menjelaskannya pada sang suami. Walaupun ia tahu maksud sang suami berbicara seperti itu hanya karena mereka sudah menyepakati surat perjanjian sebelum pernikahan.

“Gue nggak ikutan,” ucap Sisil sambil mengangkat kedua tangannya. Lalu ia pun pergi meninggalkan sepasang suami istri yang sedang berdebat.

“Aku melarangmu bukan karena aku cemburu, tapi ….” Haidar tidak melanjutkan ucapannya yang membuat Andin penasaran.

“Tapi ….” Andin menunggu ucapan suaminya

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yaltri Yaltri
suka aja cerita ny
goodnovel comment avatar
Sain Umasugi
mantap bangat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status