Share

Pergi Dari Rumah

Indah ke luar dari kamarnya bersama Cessa dalam gendongannya, sebelah tangannya ia gunakan untuk membawa koper. Ia berjalan gontai melewati mantan suami dan keluarganya.

Indah menghentikan langkahnya tepat di hadapan Rio. Lelaki itu menatap datar wajah Indah yang sembab dengan mata mengecil hampir tak terlihat akibat terlalu lama menangis.

"Hari ini, kalian telah berhasil membuat hidupku hancur dan menderita," ucap Indah dengan mulut bergetar menahan rasa sesak di dadanya.

"Aku akan mengingatnya seumur hidupku!" Indah melanjutkan perkataannya, Ia memperlihatkan senyum manis tetapi membuat Rio bergidik ngeri saat melihatnya. Rio sedikit cemas mendengar perkataan Indah yang dibarengi seulas senyum penuh ambisi itu.

"Kenapa masih diam saja di situ? Ayo cepat ke luar dari rumah ini!" Dita tidak sabar ingin segera melihat Indah ke luar dari rumah itu.

Indah menatap sekilas pada Rio dan Dita, lalu beralih kepada mantan mertuanya. Ia ingin melihat dan mengingat wajah mereka satu persatu untuk terakhir kalinya sebelum ia pergi dan akan kembali suatu saat nanti untuk menghancurkan mereka semua.

"Baiklah, hari ini aku akan ke luar dari rumah ini. Tetapi suatu hari nanti, aku akan pastikan kalian semua yang akan pergi dari rumah ini dengan sangat menyedihkan lebih dari yang ku rasakan saat ini," ucap Indah tegas, ia melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu bersama Cessa.

***

Princessa Cesilia, bayi kecil yang tidak diakui oleh ayahnya dan keluarganya, karena ia terlahir sebagai seorang anak perempuan dari rahim mamanya. Bayi itu kini telah berusia tujuh belas tahun, Cessa tumbuh dengan baik bersama mama dan ayah sambungnya yang sangat menyayanginya.

Cessa mengepalkan kedua tangannya, hatinya sangat sakit, jantungnya terasa sesak saat membuka dan membaca lembar demi lembar buku catatan milik Indah, mamanya. Ia menatap penuh kekecewaan pada sebuah gambar foto seorang lelaki dewasa yang baru saja diketahuinya adalah ayah kandungnya.

"Jadi, selama ini Cessa bukan anak kandung ayah Langit?" tanya Cessa lirih, hatinya sangat perih. Ia tidak menyangka lelaki dewasa yang menjadi cinta pertama dalam hidupnya, selama tujuh belas tahun ini selalu memberikan perhatian dan kasih sayang dengan tulus padanya ternyata bukanlah ayah kandungnya.

Dengan penuh penyesalan, Langit menggelengkan kepalanya membenarkan bahwa memang Cessa bukanlah putri kandungnya. Namun, perhatian dan kasih sayang yang selama ini Langit tunjukkan padanya murni dari lubuk hati terdalamnya.

Langit tidak pernah menganggap Cessa sebagai putri dari lelaki lain yang telah menghancurkan hidup Indah. Ia sangat menyayangi Cessa seperti putrinya sendiri.

Langit adalah kekasih Indah sebelum hubungannya harus berakhir karena saat itu Indah telah dijodohkan oleh Kakeknya untuk menikah dengan Rio, cucu dari rekan bisnis sekaligus sahabat Kakek Indah. Langit pikir Indah sudah bahagia setelah menikah dengan Rio. Setelah mereka menikah, Langit tidak mendengar kabar tentangnya lagi setelah Indah ikut bersama Rio ke Jakarta.

Dua tahun kemudian, Langit tidak sengaja bertemu dengan Indah di salah satu toko kue. Ternyata toko tersebut milik Indah, mantan kekasihnya. Dari situlah awal mula Langit mengenal Cessa bayi kecil yang sangat lucu dan menggemaskan, sekaligus mengetahui kejadian buruk yang menimpa mantan kekasihnya itu.

"Saat itu kamu masih bayi, wajar saja kalau kamu tidak mengetahui apa pun tentang Rio, ayah kandungmu. Kami juga sepakat untuk merahasiakannya dari kamu, mengingat Rio beserta kakek dan nenekmu tidak menerima kehadiran kamu...," jelas Langit

"Mamamu tidak ingin kamu terluka mengetahui kenyataan ini. Awalnya ayah juga tidak mau menceritakannya kepadamu. Tetapi karena kamu sudah mengetahuinya dari catatan yang ditulis Mamamu, jadi ayah terpaksa menceritakan yang sebenarnya kepada kamu." Langit mengusap air mata yang membasahi wajah putrinya.

"Ayah, mengapa mereka tidak menerimaku hanya karena aku terlahir sebagai anak perempuan? Apa yang salah dengan diriku? Mengapa mereka sangat jahat kepada mama dan Cessa?" pertanyaan-pertanyaan itu berhasil lolos dari mulut Cessa. Air matanya meleleh membanjiri wajahnya yang putih mulus.

"Tidak ada yang salah dengan putri ayah. Kamu dan mamamu adalah dua wanita hebat yang ayah miliki. Mereka tidak beruntung karena telah menyia-nyiakan kamu dan juga mamamu," jelas Langit pada Cessa, ia meraih putrinya kedalam pelukannya mengusap punggung Cessa agar gadis itu merasa tenang.

Hari ini, hari ke-100 kepergian Indah untuk selamanya. Indah meninggal karena kanker yang terus menggerogoti tubuhnya selama hampir tiga tahun ini. Langit dan Cessa masih dalam suasana duka atas kepergian wanita yang sangat berarti dalam hidup mereka.

Cessa tidak sengaja menemukan sebuah buku catatan berwarna marun di dalam laci kamar mamanya. Cessa ingin mencari foto Indah, tetapi teralihkan oleh sebuah buku catatan yang sangat menarik perhatiannya. Ia membuka dan membaca lembar demi lembar buku itu hingga menemukan sebuah fakta yang membuatnya merasa sesak dan sakit hati.

***

Sepanjang hari Cessa berdiam diri di dalam kamarnya. Air matanya masih mengalir deras di wajahnya. Matanya terus memandangi sebuah gambar foto seorang perempuan paruh baya yang sangat cantik, wajahnya sangat mirip dengannya.

"Maafin Cessa, Mah ... karena Cessa, mama mendapatkan perlakuan tidak adil dari mereka," gumam Cessa seraya mengusap gambar wajah Indah dalam foto yang dipegangnya.

"Cessa berjanji! Cessa akan membalas semua yang telah mereka perbuat kepada kita. Mereka harus merasakan penderitaan yang setimpal dengan perbuatan yang sudah mereka lakukan kepada kita." Cessa mengepalkan kedua tangannya, ia menghapus kasar air mata yang keluar membasahi wajahnya.

Tok, tok, tok....

"Cessa, boleh ayah masuk?" Terdengar Langit mengetuk pintu kamar Cessa, meminta izin terlebih dulu sebelum ia masuk ke dalam kamar putrinya. Langit membawakan sepiring makanan dan segelas susu untuk Cessa, karena sedari tadi putrinya ini terus mengurung diri di kamarnya.

"Masuk, Yah ... pintunya gak dikunci, kok!" Cessa berucap dengan suara serak karena menangis.

Langit masuk ke kamar Cessa, ia duduk di samping tepi tempat tidur putrinya. Langit menyodorkan piring dan gelas susu yang di bawanya kepada Cessa.

"Makan dulu! Sedari tadi kamu belum makan," ucap Langit

"Cessa gak lapar, yah!" Cessa menolak menerima makanan yang dibawakan Langit untuknya.

"Ayah mau bicara sesuatu sama kamu, penting. Tapi kamu harus makan dulu!" Langit ingin agar putrinya mengisi perutnya yang kosong, ia tidak ingin putri semata wayangnya ini menjadi sakit.

Mendengar hal itu, Cessa segera meraih piring yang disodorkan ayahnya. Ia menyuapkan beberapa sendok makanan itu kedalam mulutnya. Cessa tidak menghabiskan makanannya karena tidak berselera makan, setelah itu Cessa meminum susu coklat buatan ayahnya hingga habis tak tersisa.

"Ayah mau bicara apa?" tanya Cessa, ia begitu penasaran dengan sesuatu yang akan ayahnya katakan padanya.

Langit tersenyum seraya mengusap puncak kepala putrinya penuh kasih sayang. "Mulai besok, kita akan pindah ke Jakarta. Ayah harus mengurus bisnis ayah di sana. Kamu gak apa-apa kan kalau kita pindah ke sana?"

Cessa terdiam sesat mencerna perkataan Langit baru saja. Ingatannya terlintas untuk mencari keberadaan papa kandungnya yang ia ketahui berada di Jakarta. Senyum licik terukir di bibirnya, ini saatnya ia akan membalaskan dendam kepada papa dan keluarganya.

"Gak apa-apa kok, yah! Cessa akan ikut ke manapun ayah pergi. Karena ayah satu-satunya yang Cessa miliki setelah mama pergi," ucap Cessa yakin

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status