Share

King of Bosses
King of Bosses
Penulis: ARCELYOS

PROLOG: Memberi pelajaran!

Jam 9 malam.

Udara yang lembab dan panas di luar, berubah menjadi sangat dingin serta menakutkan di ruangan berukuran sempit tersebut. Dua orang pria duduk berhadapan dengan kaku, suara mesin di dalam aquarium menjadi latar sepanjang keduanya larut dalam pemikiran masing-masing.

"CUIH!"

Lelaki berdarah Jawa yang duduk di kursi kulit itu meludah, tepat di samping tubuhnya yang terbalut kemeja berwarna hijau telur asin. Wajahnya sama sekali tak ramah, seolah-olah menyidang seseorang yang melakukan kesalahan besar tak termaafkan.

Ia menatap Varsha, sales yang menjadi bawahannya dan tengah tertunduk lesu. Lelaki berusia 21 tahun itu hanya mengangkat sebelah alisnya, tangannya memegang sebatang rokok kretek yang sudah hampir habis separuhnya.

Varsha tak berani mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya menunduk, ingin mengetahui apa yang hendak pria itu sampaikan kepadanya kesekian kalinya.

"Menganggap diri lu becus kerja, hah?" tanya lelaki bernama Agung itu sambil menyesap rokoknya. "Gila, bisa-bisanya menganggap bahwa yang dilakukan selama kerja ini tanpa cela. Kamu pikir, ini perusahaan Nenek buyutmu apa?"

Varsha menelan salivanya, ia kemudian menghela napas dengan berat. Menghadapi seorang pria menyebalkan yang menjabat sebagai seorang Manager di tempat ia bekerja. Bukan tanpa alasan, perusahaan di mana ia bekerja menekan target yang cukup besar. Baru kali ini Varsha tidak bisa memenuhi semua itu dan ia di sidang bagai melakukan pencurian.

"Saya baru bulan ini gak sampai target, Pak. Agaknya, Bapak bisa memaklumi bahwa penjualan pasti mengalami pasang surut. Bukankah wajar?" jawab Varsha dengan getir.

Pak Agung berdecak lidah. Ia tidak percaya bahwa bawahan yang berusia muda itu berani menyanggah kalimatnya.

"Semua orang juga bisa ngomong gitu, bro. Maju tidaknya perusahaan tergantung pada karyawan, gimana bisa lo menilai dari sisi diri lo yang cuma karyawan rendahan. Tolol." umpat Pak Agung.

Varsha merasa darahnya mendidih hingga naik ke kepala. Bagaimana mungkin, hanya karena ia tidak mencapai target perusahaan satu kali saja, ia harus mendengar kata-kata hinaan seperti itu? Haruskah ia mendengar kalimat tersebut di saat sudah melakukan yang terbaik bagi perusahaan?

"Jadi, saya harus bagaimana?" tanya Varsha berusaha sesopan mungkin terhadap pria menyebalkan itu.

Bagaimanapun, dia adalah atasan, Varsha tidak ingin memperpanjang masalah apalagi hari telah malam. Perusahaan macam apa yang memanggil karyawannya di waktu semalam itu?

"Sepengalaman gue di Bank ternama, kalau gak achievment ya harusnya kena punishment! Yaa, gua juga harus ngasih elu punishment dong biar adil buat semua karyawan. Gue bakal kasih lo hukuman setimpal atas kelalaian lo dalam target." jawab Pak Agung enteng.

Varsha menyeringai, ia menarik alis kanannya ke atas dengan rasa tak percaya. Bagaimana bisa seorang pria banyak bicara seperti itu membangga-banggakan perusahaan lain di tempat ia bekerja sekarang? Lalu, hukuman apa yang dimaksud pria sialan itu?

"Hanya karena satu bulan tidak achievment, saya harus dapat sanksi? Si Bella gak achievment empat bulan Bapak diam saja tuh. Apa wanita memang selalu benar?" Varsha memberanikan diri menaikan nada bicaranya.

Pak Agung tertawa dengan tatapan tak percaya sambil mematikan rokoknya tepat di hadapan Varsha. Asapnya mengepul, menyapu wajah Varsha yang sangat tampan. Varsha sangat membenci pria arogan yang merokok di tengah-tengah obrolan serius perusahaan. Sangat tidak profesional.

"Bella 'kan cewek gua, yaa dia mau gimana-gimana juga terserah dong! Yang penting dia layanin gua, iri lu? Muka ganteng lo gak guna kalau kerja lo rendahan dan miskin. Cewek juga gak akan mau." jawab Pak Agung dengan seringai menyebalkannya.

Varsha memalingkan wajah. Sial sekali! Kenapa ia harus bekerja di perusahaan laknat seperti ini? Kerasnya kehidupan membuatnya harus mengabdi pada para cecunguk dan juga harus rela direndahkan seperti itu. Ini bukan pertama kalinya Varsha dilecehkan, ia sering sekali diperlakukan tidak layak oleh perusahaan kecil dan para atasan yang bajingan.

Bagaikan neraka kecil. Bagaimana bisa lari dari segala penderitaan itu?

"Gua sih terserah, elu mau bertahan di sini silakan gue nerima. Tapi ya, elu gua rolling ke daerah Pusat, gue gak mau lo kerja di dekat sini."

Varsha memutar bola matanya. Keputusan macam apa itu? Ia memindahkan Varsha ke luar kota, bukan lagi dalam kota.

"Pak, kira-kira aja. Rumah saya itu di Jakarta Timur Pak, berapa jam saya harus ke Pusat?" Varsha terdengar emosional. "Tolong pertimbangkan Pak, saya juga gak punya kendaraan. Dan lagi-"

"TERSERAH!" bentak Pak Agung, "Elu butuh duit 'kan buat nyokap elu dan adek lu? Gak kasihan apa sama mereka dengab sikap manja lo ini? Tar adek lu gak makan, gak hidup, gimana?" Pak Agung menyambar lagi rokoknya. "Jadi laki-laki kok lemah, cuma di rolling luar kota berasa di rolling ke neraka. Mau gimana maju hidup lo? Selamanya sampah emang bakal jadi sampah."

Varsha hanya menunduk, menimang apa yang harus ia putuskan saat itu. Sebagai anak lelaki yang hidup dalam kekurangan, ia seperti tidak punya pilihan. Namun, bagaimana? Perjalanan menuju cabang pusat pasti memakan banyak biaya.

"Gak akan ada perusahaan sebaik ini yang bakal nerima elu! Siapa coba yang mau mempekerjaan orang bodoh dan gak bisa jualan? Masih bersyukur gua cuma rolling lo, enggak motong gaji lo. Harusnya lo berterima kasih bisa bekerja di sini." tambah Pak Agung.

Varsha benar-benar muak. Tiga tahun sudah ia bekerja di sebuah perusahaan penjual parfum yang sangat mencekiknya! Sebenarnya ia tengah bekerja atau tengah menghadapi romusa?

Harus dipahami, tidak setiap hari seseorang membeli parfum bukan? Akan tetapi perusahaannya tetap memaksa karyawan agar achievment setiap bulan dengan target ratusan juta. Ini rasanya bukan target, melainkan sebuah penindasan! Varsha melirik ke arah jam analog di ruangan itu, tak terasa waktu sudah hampir jam sepuluh malam dan turun hujan di luar.

"Pikirin itu baik-baik Varsha, bukan malah ngelirikin terus ke arah jam di dinding! Gak sopan banget lo, gue udah berbaik hati negur, lo malah ngeliat jam melulu seolah-olah gak pengen berhadapan sama gua."

Yang tidak punya attitude itu sebenarnya, siapa? Varsha ingin sekali membalik-balikan kalimat Pak Agung.

"Sana balik lu! Muak gue liat muka lu yang sok kecakepan." tutur Pak Agung dengan gestur tangan seolah mengusir. "Mulai besok lo rolling, gak usah banyak nanya."

Varsha beranjak dari ruangan itu dengan penuh kekesalan sekaligus pedih. Ia memutuskan untuk pergi ke toilet sebelum ia akhirnya pulang ke rumah. Namun, sayup-sayup dari luar toilet, terdengar langkah kaki mendekat ke arah meja Pak Agung yang cukup jelas terdengar.

"Gimana Gung, si Varsha?" tanya suara yang dikenal Varsha___Pak Vian___ sang Petinggi perusahaan.

"Tau dah! Dikeluarin juga kasihan. Tapi, dia ada juga cuma jadi beban perusahaan. Bapak terlalu baik mempekerjakan orang idiot kayak dia, jualan aja gak bisa." jawab Pak Agung dengan tawanya yang bernada meledek.

"Lagian, harusnya kantor ini dipenuhi perempuan cantik. Si Varsha sih ganteng doang, jualan gak bisa!" timpal Pak Vian sambil ikut meledek.

"Susah sih kalau cuma tamatan SMA. Pemikirannya sempit, gak akan nyampe sama orang lulusan S1 seperti kita, Pak!" Pak Agung menambahkan.

Kata-kata itu membuat hati Varsha tak tahan lagi. Ia ingin menangis, akan tetapi rasanya sangsi ketika seorang pria sejati sepertinya menangisi kedua orang bangsat berkedok petinggi perusahaan.

Pantaskah Varsha menerima hinaan itu hanya karena miskin? Pantaskah?

"Si Varsha, padahal kenapa gak jadi gigolo aja kalau cuma modal tampang? Jadi simpanan oma-oma kaya kek! Kayaknya, itu jauh lebih menguntungkan daripada jadi sales parfum. Mukanya aja mulus banget, mirip homo!"

Gelak tawa menggelegar keluar dari mulut Pak Vian. Pak Agung menimpali itu semua dengan gelak tawa puas. Entah mengapa, Varsha selalu menerima perundungan dari orang-orang biadab seperti itu. Apa kesalahan fatalnya? Apa karena wajahnya yang manis sehingga mereka tega mengatai Varsha demikian?

"Si Varsha kayaknya memang banci sih, mukanya aja keliatan pecinta terong." tutur Pak Agung dengan enteng.

Varsha mendengar itu dengan jantung berdebar sangat kencang. Ia tidak bisa lama menahan emosinya yang sudah ke ubun-ubun. Ia bergegas keluar dari toilet, berjalan menghampiri kedua pria yang tengah membicarakannya itu.

Matanya yang tajam menatap nanar ke arah Pak Agung dan Pak Vian. Mereka terkejut karena Varsha masih berada di sana. Varsha sudah tiba di puncak segala amarah, ia tidak mau lagi menahan diri dihina seperti itu.

"Gua kira lo udah balik." Pak Agung hanya menyeringai tanpa dosa. "Ati-ati di jalan ye."

Varsha berjalan ke arah Pak Agung. Dengan cepat, ditariklah kerah baju pria tersebut, dan dilayangkannya hajaran brutal hingga Pak Agung jatuh tersungkur menimpa kursi. Varsha ingin membungkam mulut jahat itu. Sungguh!

"UHUK!"

Darah segar mengalir dari mulut Pak Agung. Varsha merasa masih belum puas.

"Apa-apaan lu!" bentak Pak Vian.

Varsha tak mengindahkan, ia sontak mendorong Pak Vian dan menonjoknya keras-keras. Persetan dengan posisi mereka owner, ia benar-benar sudah muak menghadapi cacian nyata di telinganya.

"Heh, anj*ng! Maju lo semua! Siapa yang banci sebenarnya, hah?!" bentak Varsha.

Pak Agung berusaha bangkit, meraih kerah baju Varsha dan siap melayangkan tinjuan. Namun, nihil, Varsha yang jago karate itu menangkis dan memukul balik Pak Agung hingga hidungnya keluar darah. Varsha terus menghajar pria itu dengan brutal.

"Saya selama ini sabar. Punya apa kalian, anj*ng! Sombong banget jadi orang!" teriak Varsha seperti seekor serigala yang melolong.

Pak Vian menarik kerah baju Varsha, kemudian menatapnya nanar. Varsha tidak takut sama sekali, ditatapnya pria itu sangat tajam.

"Saya penjarakan kamu. Biar mati sekalian beserta keluarga kamu, biadab!" bentak Pak Vian.

Varsha tertawa melecehkan. Ia balik mencengkram dengan kuat tangan Pak Vian.

"Lakukan jika kau bisa Bapak Vian yang terhormat. Hidupku sudah kalian hancurkan perlahan-lahan termasuk mentalku. Jadi, malam ini kuhancurkan juga tubuh kalian!"

Varsha tanpa basa-basi melayangkan tinjuan brutal ke arah Pak Vian yang bertubuh obesitas. Pria itu jatuh terjungkal, Varsha menyaksikan itu dengan puas dengan napas terengah-engah.

"Makan itu, anj*ng! Kalian berdua cecunguk gila pecinta wanita yang biadab!"

Varsha meludahi keduanya dan menginjak mereka berdua sebelum akhirnya pulang. Varsha buru-buru pergi jauh dari kantor sebelum orang-orang mendengar lolongan kedua atasannya itu.

Varsha merogoh kantung celananya dan menyalakan sebatang rokok. Dihisapnya perlahan rokok itu, menemani ia berjalan kaki ditengah hujan rintik-rintik.

Varsha tengah berpikir, ke mana lagi ia harus mencari kerja setelah ini? Varsha sudah benar-benar tidak tahan dengan kesulitan ekonomi yang ia tanggung bertahun-tahun lamanya. Namun, harus bagaimana ia menghentikan kemiskinan ketika dirinya sudah tidak sanggup menerima hinaan semacam itu?

Langkah kakinya berhenti di sebuah warung, tangannya terulur mengambil sekaleng kopi untuk menenangkan diri. Setelah membayar, ia duduk di depan warung sambil melanjutkan kegiatan merokok.

Baru saja ia hendak meneguk kopi, terlihat dari kejauhan seorang lelaki berlari ke arahnya. Lelaki itu tiba-tiba berjongkok sambil mencengkram lengan pakaian Varsha. Kedua bola mata Varsha terbelalak, terkejut karena orang asing tiba-tiba menyentuhnya.

"Tolongin gue!" pinta lelaki itu sambil terus menoleh ke belakang.

Varsha sungguh tak percaya dengan apa yang ada di hadapannya tersebut. Pasalnya, lelaki itu sangat mirip sekali dengannya!

"Ada apa?!" Varsha terlihat bingung.

"Ada gangster Warewolf, mereka kejar gue... tolongin gue cepet!" tutur lelaki itu.

Varsha menyuruh lelaki itu bersembunyi di dalam warung. Ia berdiri sambil menyesap rokok, memperhatikan sekelompok orang yang datang mendekat. Ia tetap tenang, tak ada sedikit pun gentar di wajah Varsha pada malam hari itu.

"Ini yang kita cari? Bajunya beda!" tutur salah seorang anggota gangster.

"Bener, mukanya lihat dong!" sahut anggota lainnya.

Varsha mendesah kesal. Dimatikannya puntung rokok itu di dada salah satu anggota.

"Serius kalian cari gue?" Varsha menyeringai.

Mereka terlihat kaget menatap sosok Varsha. Seperti mengenali seseorang.

"Gawat bajingan, ini Varsha, ketua geng Liondeath!!!" teriak salah seorang anggota.

DUAK!

Belum sempat kelompok itu kabur, Varsha menendang dagu kedua orang di hadapannya dengan sangar. Ia meminum kopi yang ia beli sambil menginjak dada orang yang sudah rubuh.

"Ini wilayah Liondeath, mau apa kemari? Lebih baik kalian pergi sebelum mati diserang anak buahku," tutur Varsha tenang.

Anggota gangster Warewolf itu lari tunggang lagang. Pasalnya, Liondeath adalah gangster yang paling ditakuti saat itu di kawasan Jakart dan Jawa Barat. Berani berbuat macam-macam pada Varsha, mereka hanya tengah mencari mati.

Varsha menoleh, lelaki yang berwajah mirip dengannya itu tengah menatap saksama sambil menyipitkan mata. Tatapannya seolah sedang menerka-nerka sesuatu.

"Kau siapa?" tanya lelaki itu.

Varsha tertawa kecil. Ia menatap lelaki itu sambil menyesap rokok.

"Akulah yang seharusnya bertanya." jawab Varsha sambil memasukan tangan ke dalam saku.

Lelaki itu berdiri. Ia menghampiri Varsha dan mengulurkan tangannya.

"Gue, Fabian Suryakancana."

Varsha menerima uluran tangan itu dan mengangkat ujung bibirnya. Entah mengapa ada getaran hebat di jantung keduanya saat berjabat tangan.

"Varsha Wiriadinata." jawab Varsha singkat.

Kedua orang lelaki yang memiliki wajah sangat mirip itu berpandangan cukup lama. Tanpa disadari, garis takdir berubah saat mereka berdua bertemu malam itu.

Sebenarnya, kenapa mereka bisa sangat mirip? Siapa Fabian?

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Kenzo Nova Yandi
bagus tonjok aj..bikin gregetan mulut ap tong sampah
goodnovel comment avatar
DIHNU
kesel amat sih... org rendahin kayak gitu. 😤😤😤
goodnovel comment avatar
Naee Hava
Waw. Always Surya Kancana. Bagus Varsya, hajar semuanya. Next Thor 😎
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status