Warrior dan beta diperintahkan langsung untuk mengejar Bardolf, sementara orang yang dikejar hanya santai saja sembari membawa Poni yang diam dalam dekapannya.
"Aku tahu, kau masih menyukaiku, gadis kecil. Tapi, jangan harap jika aku akan membalas perasaanmu," ujar Bardolf, tidak sudi.
Poni tidak membalas, dia sudah tahu bahwa harapannya terhadap si pria yang menggendongnya, tidak ada lagi.
Mereka keluar dari pack, beta dan warrior yang mengejarnya, dihabisi Bardolf secara sadis, tapi, untunglah pria itu tidak membunuh mereka.
"Kembalilah ke pack, aku berbaik hati untuk meloloskan nyawa kalian!"
Setelah itu, Bardolf berlari dengan cepat, mengurung pergerakan mereka dengan aura gelapnya.
Poni tetap diam, laju Bardolf semakin memelan, dan dia berhenti ketika sampai di suatu perumahan yang kosong.
"Tidak ada penghuninya, kita bisa tinggal di sini."
Bardolf menurunkan Poni, kemudian membuka pintu rumah tersebut. Ketika masuk, mereka tidak menyangka jika rumah tersebut tidaklah kosong, ada perapian, kamar tidur, ruang tamu, bahkan dapur pun juga ada.
"Wah, ada tamu!" Pekik seseorang, mengagetkan Poni, tapi tidak untuk Bardolf.
Dia Elf. Peri kecil dengan telinga yang panjang menghampiri mereka.
"Tersesat di tengah luasnya hutan?" tanya peri kecil itu.
"Tidak juga, kami terus berlari dan akhirnya menemukan rumah yang kusangka kosong ini, tapi ternyata, tidak."
"Ha ha ha, memang tidak. Di luar, penampakan rumahku sangatlah gelap dan terlihat kosong, itu sebagai minimalisir saja, agar terhindar dari serangan bangsa liar," balasnya.
"Beberapa hari, kami akan menginap di sini, boleh?"
"Tentu, bahkan selamanya juga boleh," jawab Elf tersebut.
"Terima kasih."
Poni, gadis tersebut duduk di depan perapian untuk menghangatkan diri, dia kedinginan dan badannya pun sedikit panas. Entahlah, Poni tidak tahu apa penyebabnya.
Hawa yang dia rasakan semakin menjadi, perapian tak membuatnya hangat karena rasa dingin lebih membaluti.
Elf yang merasakan hal itu, mengernyit curiga, dia menghampiri Poni dan menyentuh dahinya.
"Kau demam, dan ini bukan demam biasa."
"Hanya demam," balas Poni, dengan badan yang menggigil, tak tahan dengan dinginnya hawa rumah ini, padahal, tidak sama sekali, Elf tetap menjaga kehangatan rumahnya.
Elf yang bernama Fluffy, mengambil sebuah ramuan dan menuangkannya dalam mulut Poni.
"Minumlah, ramuan ini dapat menyelamatkanmu."
Poni mengantuk, efek dari ramuan Fluffy, akhirnya bekerja setelah beberapa saat dia meminumnya.
"Siapa namamu?" tanya Fluffy.
"Bardolf."
Fluffy tersenyum, Bardolf memiliki arti serigala, dari auranya pun kelihatan bahwa dia seorang alpha. Fluffy mencoba menebak, dan dia salah, karena Bardolf telah turun tahta.
"Aku mantan Alpha, yang diturunkan oleh ayahku sendiri, miris bukan?"
"Kau memang pantas mendapatkannya. Takdir dari Dewi Bulan kau permainkan, gadis yang tertidur di kursi sana, adalah mate-mu," balas Fluffy, menyerang Bardolf secara perbincangan.
Tepat sekali! Bagaimana bisa, dia tahu? Tanyanya dalam benak.
Tentu Fluffy tahu, dia peri yang dapat membaca masa lalu seseorang, ketika seseorang masuk dalam rumahnya, ramuan yang berada dalam sebuah teko besar akan memberi penjelasan langsung pada telinganya, secara membisik. Bagaimana cara teko tersebut membisik? Hanya kawanan peri saja yang tahu rahasianya.
Prosesnya adalah, ramuan akan membaca aura yang dimiliki oleh setiap bangsa yang masuk dalam rumah Fluffy, kemudian, sejenis arwah menulis dalam kertas lalu membacanya tepat di telinga kanan peri tersebut. Dari mana arwah tersebut berasal? Arwah itu merupakan makhluk yang diciptakan olehnya, yang di mana, dia membuat sebuah ramuan dan mencampurkannya ramuan lain yang dapat membentuk sebuah makhluk tak kasat mata.
Ramuan tersebut tidak sembarangan, karena Fluffy membutuhkan waktu yang lama dengan berbagai mantra yang telah dikumpulkan dari para leluhurnya.
"Kau tetap seorang Alpha. Hanya saja, statusmu ditahan oleh ayahmu untuk sementara waktu. Bagaimana aku tahu? Karena aku dapat membaca masa lalu, mau pun masa depan, Anak Muda."
Bardolf terdiam, masih kurang percaya dengan ucapan peri itu.
"Kau tidak percaya? Kau adalah Bardolf, anak dari seorang Alpha yang bernama Jeavy dan Luna Erinka. Kalian berasal dari Black Moon Pack, dan gadis yang tengah tertidur adalah seorang maid atau omega. Alasanmu memutuskan takdir adalah, malu dengan statusnya."
ლ(́◉◞౪◟◉‵ლ)
Tertebaklah semuanya, Bardolf kini percaya kepada peri tersebut, dan sedikit waspada. Kenapa bisa waspada? Bardolf curiga dengan Fluffy yang mengetahui masa depannya dan memanfaatkan hal itu untuk merencanakan sesuatu yang tidak-tidak."Kau terlalu mempermainkan takdir Dewi Bulan, Nak. Kau memutuskan tali itu hanya karena malu? Padahal, kau bisa mengubahnya, mengubah jika dia seorang luna di Black Moon Pack, walau seorang maid, dia juga werewolf, kalaupun kekuatannya sangat lemah, bukan berarti kau harus meninggalkannya. Kau sudah tahu, bagaimana nasib seseorang jika ditinggalkan oleh mate-nya, dan takdir baru mulai terbentuk, yang di mana, dia akan mendapat gantinya," terang Fluffy."Tidak ma-""Tidak masalah untuk sekarang, tetapi kedepannya? Kita tidak tahu," sambarnya.(Walau sebenarnya, aku tahu bahwa kau .... .)Aponi, gadis tersebut membuka matanya, dia terle
"Maksudnya?""Seperti yang kukatakan, ada dan tidak ada tergantung dari takdir yang ditetapkan oleh-Nya. Jikalau pun ada pengganti, sangat kecil persennya untuk ada. Bersabarlah, kau akan mendapatkan takdir lain yang lebih membahagiakan," jawab Fluffy.┗(^0^)┓Di Black Moon Pack, Alpha Jeavy dan Luna Erinka mencari keberadaan Poni, bukan Bardolf, karena, sang Alpha sendiri tahu jika anaknya dapat melindungi diri, namun tidak dengan Poni, si maid yang rapuh dan masih muda."Ck, sayang. Kamu kembalilah ke pack. Di luar sana berbahaya, tenanglah, kami akan menemukan Poni. Beritahu berita ini kepada ayah dan ibunya." Jeavy berada di pintu gerb
Poni tersiksa, pelukan erat di belakangnya begitu mendominasi kasur yang kecil, membuatnya hampir terjatuh. Dengkuran halus menyapa leher gadis tersebut, menciptakan rasa geli yang menggerayangi.Bardolf bergerak, tangannya masih setia memeluk perut Poni, dia hampir terjatuh, nyaris sekali, akan tetapi, Bardolf menahan gadis tersebut dalam sekali hentakan saja, sehingga Poni berada di depan dadanya."Jangan khawatir, kau tidak akan terjatuh, tidurlah," ucap Bardolf dengan suara yang serak. Sesuatu yang dirindukan oleh Poni menghilang, yaitu: aroma hujan yang berasal dari tubuh Bardolf, dia benar-benar lepas sekarang, tak sadar, dia menitikkan air mata sebelum terlelap.Paginya, Fluffy membuka pintu kamar tamu dan melihat pemandangan yang begitu menarik, seorang pria yang bagian tubuh atasnya tengah bertelanjang, sedangkan seorang gadis yang tampak begitu mungil dipeluknya, terasa begitu pas.
Di depan sana, terdapat warrior yang menjaga pintu gerbang, mereka adalah ayah dan ibu Aponi. Aponi yang melihat itu tersenyum, tersenyum bukan berarti senang untuk bertemu dengan mereka, tetapi ... ketidakpedulian orang tuanya, sangatlah menguntungkan sekarang ini.Aponi belum tahu, apa yang akan dicari oleh Fluffy, karena, Fluffy sedang mencari moment yang tepat untuk mengambil sebuah tanaman yang dapat dijadikan sebuah eksperimen."Fluffy, apa yang kamu cari?""Tanaman, lebih tepatnya pohon kecil yang dapat berbicara," jawab Fluffy. Aponi mengernyitkan keningnya, memangnya ada pohon yang berbicara? Dia bertanya akan hal itu, dan Fluffy menjawab -ada- , baiklah, ia percaya sekarang. Melihat orang tuanya berjaga, dia menarik Fluffy tanpa khawatir jika di lihat oleh dua orang yang menjaga."Aponi, kau gila, Nak!"Aponi tertawa kecil mendengar jeritan
Di rumah Fluffy, Bardolf hanya duduk di depan perapian, sembari menunggu kedatangan mereka yang pergi entah ke mana. Berjam-jam lamanya, Aponi dan peri kecil itu belum juga datang, hatinya sedikit khawatir dan berniat untuk mencari mereka.Bardolf pun beranjak dari kursi dan menuju pintu luar, ingin meraih gagang pintu, pintu terbuka begitu saja dan menabrak wajahnya.Di luar, Aponi mendengar sesuatu yang terjatuh, dia menengok, ternyata Bardolf terduduk di lantai dengan mengusap hidungnya yang berdarah."Oh, tidak. Bardolf!" khawatir Aponi, gadis tersebut merobek pakaiannya, tepat di lengan, kemudian mengusap darah di hidung pria tersebut."Ish, darahnya semakin merembes. Bagaimana ini?""Jangan banyak bertanya, lakukan sesuatu!" bentak Bardolf.Di belakang Aponi, Fluffy menggelengkan kepalanya, dia tahu isi pikrian Bardolf yang sengaja membentak Aponi dengan tujuan un
Alaric mengambil alih tubuh Jeavy, bisa-bisa pria itu membunuh Wolfe dan Bardolf. Alaric menegur Bardolf agar tidak terlalu keras dengan Aponi, dia bertanya kepada anaknya sekali lagi, dengan nada yang damai. "Jangan membawanya pulang, dia tidak mau, Ayah. Aponi akan tetap bersamaku."Alaric mengangkat tangannya, menyerah dengan jalan pikiran Bardolf yang selalu keras kepala."Terserah padamu, cukup mengetahui kabarnya, membuatku tenang begitupula dengan ibumu yang ada di pack. Kalau begitu, ayah kembali dan tetap menunggumu di sana," ujar Alaric dan melesat dengan cepat.Kembalinya Alaric di pack, dia menghampiri mate-nya secepat mungkin dan menjelaskan semuanya bahwa dia telah menemukan Bardolf, tapi tidak dengan Aponi. Erinka khawatir, dia bertanya, bagaimana jika Bardolf melukai Aponi? Alaric tersenyum dan memeluk istrinya dengan lembut. "Tenanglah sayang, dia tidak akan melukai Aponi, entah
"Poni, kalau kau lapar, makanan ada di lemari bagian atas.""Baik, berhati-hatilah, Fluffy."Fluffy pergi ke suatu tempat, meninggalkan Aponi sendiri di rumah dan memercayakan gadis tersebut untuk menjaga barang berharganya. Selang beberapa menit Fluffy pergi, Bardolf telah tiba dengan wajah yang tidak bersahabat.Aponi ingin menyapa, tapi tidak jadi, karena aura dari pria itu begitu gelap mencekam."Dia selalu marah akhir-akhir ini, mungkin ... dia lapar?" gumam Poni, "ish, apa hubungannya? Tetapi, bisa jadi juga. Lebih baik memberanikan diri," lanjutnya."Eum, Tuan, Anda lapar?"Bardolf menatapnya, kemudian memejamkan mata dan menghirup napas yang banyak, lalu mengembuskannya."Hm."Poni tersenyum, dengan cekatan dia mengambil makanan di lemari Fluffy dan membawanya ke Bardolf. Pria itu menatap makanan di depannya, dia tidak selera ja
Di rumah Fluffy, keadaan semakin memburuk saja antara Aponi dan Bardolf, dengan ketidak pedulian pria itu membuat Aponi semakin mendiamkannya, bahkan melirik pun enggan.Coba kau minta maaf lagi, Bardolf. Sebagai pria, kau harus ber-. Wolfe.Tidak, biarkan saja dia marah seperti itu. Lagi pula, aku sangat tertarik melihat wajahnya ketika marah, ha ha ha. Bardolf.Wolfe memutuskan mind-link-nya, malas berdebat dengan pria yang tidak peka dan tidak bertanggung jawab itu. Untunglah, Fluffy datang di waktu yang tepat, sehingga keheningan di rumah ini berakhir juga. Fluffy membaca keadaan di sekitar, diamnya dua orang dan saling berbalik satu sama lain, membuatnya tersenyum senang, kenapa? Fluffy menyimpulkan bahwa ini adalah babak baru untuk Bardolf, karena dia yang akan merasakan bagaimana bosannya ketika seseorang yang sangat perhatian padanya, lantas diam