Share

12 || Cemburu

Rara memperhatikan sekeliling, dia menunjuk salah satu toko yang menjual pakaian wanita. Angga mengikuti langkah Rara dengan senyum yang terus mengembang. Angga kembali menahan langkah, melihat panggilan masuk di ponselnya.  

“Apa yang kaulakukan?!” sergah salah seorang pegawai perempuan dengan sinis. Dia tak lain adalah tetangga Rara yang memiliki sifat sombong. Amelia namanya.

Rara seketika berhenti di tempat. Dia melihat batasnya berdiri dengan pintu, lalu menoleh ke sumber suara.

“Amel! Kau bekerja di sini?” Rara mendekat ke arah Amel.

Amel mengangkat lima jarinya ke udara. Dia menghentikan langkah Rara sebelum mencapai padanya.

“Eh, ada apa, Mel?”

“Tidak perlu dekat denganku! Kau harus tahu batas, orang sepertimu tidak bisa belanja pakaian mahal di sini,” cibir Amel menyunggingkan sudut bibir.

“Kau masih saja sombong. Padahal kita tetangga,” sahut Rara merasa sedikit kesal.

“Aku tidak punya tetangga miskin sepertimu. Toko kami hanya melayani orang kaya. Gadis miskin sepertimu hanya mengotori pemandangan. Cepat pergi dari sini!” Amel mencela dengan cemooh. Dia bahkan bersedakap dada menatap Rara dengan angkuh.

“Kita berdua sama saja, Mel. Memiliki kehidupan yang sesuai porsinya. Jangan kira kau bekerja di toko pakaian mahal, kau merasa tinggi hati. Jika dibandingkan gajimu, aku bahkan lebih tinggi tiga kali lipat!” balas Rara merasa jengkel. Jika saja dia tidak menahan diri karena mereka tetangga, Rara sudah pasti merobek-robek mulut gadis sombong itu.

Amel menatap geram dia ingin sekali membalas ucapan Rara. Namun, Amel kembali bersikap tenang saat melihat Angga mendekat ke arah mereka.

“Minggir sana!” gumam Amel dengan penuh penekanan.

“Selamat datang, Pak Angga!” sapa Amel ramah.

Rara mengerling kesal lalu berbalik pergi.

“Mau ke mana Jihan?” tanya Angga menahan tangan Rara.

Amel sedikit terkejut melihat Angga menyebut nama Rara apalagi sampai memegang tangannya.

Angga mendekat, berdiri di hadapan Amel.

“Silakan masuk lebih dulu, Jihan. Kau pilih saja pakaian mana yang kau inginkan!” kata Angga kemudian.

Amel tidak bisa berkata-kata. Dia hanya mengikuti langkah mereka dari belakang dengan pandangan tertunduk.

Bagaimana bisa Rara mengenal seorang Angga Wijaya? batin Amel bertanya-tanya.

“Pak Angga ingin mencari model pakaian apa? Toko kami ada model pakaian terbaru,” tawar Amel dengan senyum tersimpul manis.

Rara menoleh ke arah Amel yang menatap tidak suka padanya.

Angga menurunkan berbagai model pakaian. Dia membawa Rara mendekati cermin besar yang tergantung.

“Bagaimana menurutmu? Apa yang ini cocok padamu?”

Rara menatap kaget ke arah Angga yang tersenyum manis berdiri di hadapannya. Rara menunjukkan isyarat kebingungan dalam matanya. Angga mengedipkan mata, berharap Rara mengikuti apa yang dilakukan Angga. Rara mengangguk, walau masih belum paham maksud Angga.

“Yang lain, Kak. Ini terlalu mencolok. Aku tidak suka!”

Angga menunjukkan model lain. “Kalau yang ini?”

“Terlalu kebesaran.”

Angga mengganti pakaian berikutnya. Rara hanya menggeleng. Angga kembali tersenyum melihat Rara dari pantulan cermin.

Rara kembali memberi isyarat, dia masih belum paham dengan semua hal yang Angga lakukan.

Amel sejak tadi menahan kekesalan. Dia yang sejak dulu selalu memperhatikan Angga setiap kali belanja di toko pakaian itu tidak terima melihat sikap Angga yang sangat perhatian pada Rara. Bahkan beberapa pegawai lainnya hanya bisa memekik senang dengan suara tertahan melihat Angga yang masih tetap tampan.

“Tidak ada yang menarik di sini. Pakaiannya juga sangat mahal. Lagi pula ibu—“

“Mau lihat ke tempat lain?” Angga menyela cepat.

“Terserah Kak Angga saja.” Rara memandang ke arah Amel yang sudah sangat jengkel dari tadi. Dia kini mengerti maksud Angga. Rupanya, Angga sengaja membalas perlakuan Amel yang tidak sopan pada Rara.

Rara melingkari tangannya di lengan Angga. “Kita ke tempat lain saja, Kak. Di sini bukan selera aku. Pasti ada yang lebih bagus dari sini.”

Angga mengulas senyum. Pandangannya beralih ke arah Amel yang seketika mengubah raut wajahnya.

“Maaf, ya, Jihan tidak suka dengan model pakaian di sini.” Angga berkata santun seraya beranjak pergi.

Senyum Rara merekah, dia melempar pandangan pada Amel dengan tatapan mencela.

Amel hanya bisa menghentakkan kakinya dengan kesal.

Rara melepas tangannya ketika beberapa langkah melewati toko itu.

“Maaf, Kak, dan terima kasih soal tadi.”

“Aku hanya membalas perlakuan pegawai itu padamu. Dia pantas menerimanya!”

“Benar, Kak. Dia sangat sombong. Namanya Amel. Padahal kita tetangga, kehidupan kami juga tidak jauh beda malah berlagak angkuh!”

Angga tersenyum. “Oh, ya, menurut Jihan, hadiah apa yang cocok untuk ibuku?”

Rara memperhatikan sekeliling. Dia masih mencari hadiah yang tepat. Kemudian, manik matanya tertuju pada syal berwarna gold yang terpajang di salah satu maneken.

“Kak, bagaimana kalau yang itu!” Tunjuk Rara.

Rara berlari mendekat ke arah kaca, memperhatikan secara saksama. Sangat cantik dan berkilau.

Angga masuk ke dalam bersama Rara. Para pegawai di situ menyambut dengan sopan. 

“Aku mau syal di patung itu!” kata Angga ke salah satu pegawai.

Rara melihat sekeliling. Netra nya tertuju pada sebuah long dress yang cantik dengan motif bunga membuatnya tertarik. Rara menggeleng, mana mungkin dia cocok dengan pakaian seperti itu. Sejak dulu Rara terbiasa dengan memakai celana jeans dan kaos. Itu juga hanya sanggup membeli ketika ada toko grosir sedang promo cuci gudang.

Mata Rara kembali membulat saat melihat harga yang tertera. Itu sebanding dengan uang yang dia kumpulkan selama setahun.

Rara menggantung kembali di tempatnya. Dia berbalik, melihat Angga mendekat ke arahnya.

“Sudah dibungkus, Kak?”

“Iya. Kau lihat apa?”

“Bukan apa-apa, hanya melihat-lihat saja.”

Rara berjalan lebih dulu. Angga menoleh ke arah long dress yang tergantung. Sedetik kemudian, dia berbalik dan menyusul Rara.

Setelah hampir tiga puluh menit berkendara, Angga menepikan mobil di depan pagar rumah Rara.

“Terima kasih, Kak. Kak Angga tidak mampir dulu?”  

“Sudah malam, lain kali saja.”

“Baik, Kak. Aku turun ya, Kak.”

“Tunggu, Jihan!"—Angga menoleh ke belakang mengambil sesuatu—“buat Jihan!”

Rara menerima sebuah paper bag. “Ini apa, Kak?”

“Buka saja!”

Rara tertegun, melihat long dress yang dilihatnya tadi. Angga membelikan pakaian mahal untuknya.

“Ini kan—“

“Iya, itu yang Jihan suka ‘kan?” Angga mengusap puncak kepala Rara.

“Terimakasih, Kak. Tapi aku hanya menyukainya saja. Baju ini tidak akan cocok dengan penampilanku. Apalagi baju ini sangat mahal. Kapan Kak Angga beli? Perasaan tadi kita langsung pergi.”

“Aku sudah membayarnya ketika Jihan melihat baju ini, dan begitu kau keluar pegawai di sana langsung membungkusnya,” papar Angga.

“Tapi aku tetap tidak bisa menerimanya, Kak. Baju ini tidak cocok untukku!” Rara memberikan kembali pada Angga.

Angga menolak dengan menggeleng. “Ini hadiah ulang tahunmu. Aku memberikan lebih awal karena besok kau pasti sibuk. Tolong Jihan jangan menolak.” Angga menatap penuh harap.

Rara menghela napas berat. Dia mengangguk tanda setuju. Senyum Angga mengembang, dia tampak senang Rara menerima hadiah darinya.

“Sekali lagi terima kasih, Kak.”

“Harusnya aku, kau sudah membantuku memilih hadiah yang tepat.”

“Hati-hati di jalan!” Rara melambaikan tangan melihat mobil Angga berangsur menjauh.

Senyum Rara mendadak memudar saat berbalik dan melihat seseorang berdiri di hadapannya dengan tatapan menyorot tajam. []

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status