Daniel memukul meja di depannya kuat kuat. Matanya memerah penuh amarah. Dia benar-benar tidak menyangka Adam melakukan hal itu pada adik sepupunya. Beginikah cara dia membalaskan sakit hati padanya karena telah merebut Hani darinya saat itu?Dalam kemarahannya, lelaki itu bangkit dengan segera."Kakak mau kemana?" tanya Diva panik melihat kakaknya yang telah bersiap meninggalkannya."Pulanglah, tunggu di rumah! Aku akan menemui suamimu di kantornya. Aku akan buat perhitungan dengannya.""Jangan Kak! Sudah, tidak perlu diperpanjang.""Maksud Kamu apa 'tidak perlu diperpanjang'?" Daniel menatap Diva dengan tatapan aneh, tak mengerti.
"Sayang, ...." Sapaan Hani seolah tak berarti saat tiba-tiba Daniel berteriak memerintah."Masuk! Ajak anak-anak masuk!"Belum sempat Hani melanjutkan kalimatnya, lelaki yang masih mengenakan seragam dinasnya dan berdiri dengan garang di teras itu berkata dengan keras, membuat Hani sangat kaget dengan wajah yang kian pucat."Ada apa, Daniel?" Wanita itu berusaha mengajak suaminya untuk bicara."Aku bilang, masuk! Jangan sampai aku menyeretmu.""Astaghfirullah, Daan." Hampir menangis, Hani segera menggandeng anak-anaknya untuk diajaknya ke dalam. Dia tak ingin ketiga anak itu mendengar kata-kata yang lebih kasar dari lelaki yang sangat dicintainy
Daniel perlahan bangkit, kemudian mendudukkan diri di sisi sang istri. Tiba tiba lidahnya begitu kaku saat mencoba ingin mengatakan apa yang terjadi pada Hani."Pagi tadi Diva datang menemuiku ...." Ucapannya menggantung. Hani menatapnya dengan pandangan penuh tanya."Dia bilang ... Adam tidak menginginkan anak darinya. Adam tidak menunaikan kewajibannya sebagai suami.""M-maksudnya?" Bukan hanya kaget, tapi mata Hani sampai membelalak mendengar penjelasan suaminya."Itulah kenapa aku marah. Aku tidak terima adikku diperlakukan seperti itu." Tangan Daniel mengepal. Teringat kembali bagaimana Diva terisak tadi pagi saat menceritakan semuanya padanya. Bahwa Adam tidak pernah menyentuhnya selama ini.
Adam tahu, cepat atau lambat hubungannya dengan Diva akan berakhir juga. Padahal selama ini, dia sudah berusaha untuk selalu memperbaiki setiap kesalahan.Adam sadar bahwa penyebab awal dari semua prahara rumah tangganya ini adalah dirinya. Tentang apa yang dia rasakan, tentang perasaannya pada Hani yang sebenarnya belum sepenuhnya hilang.Saat dulu dia akhirnya mendengar bahwa Hani memutuskan untuk menikah dengan Daniel, sahabatnya sendiri. Meskipun pada awalnya dia marah, namun akhirnya Adam berusaha untuk menerima. Tapi cara yang dia pilih untuk menerima takdirnya ternyata salah.Adam mengira, dengan dekatnya dia dengan keluarga Daniel dan Hani akan membuatnya bisa melupakan perasaannya sedikit demi sedikit. Walaupun itu tak mudah, namun Adam berusaha setengah
Daniel memarkirkan mobilnya sedikit tergesa di sebuah pelataran parkir perkantoran berlantai 20 di pusat kota. Dengan langkah tergesa juga, dia pun menuju lobby."Kantor PT. Diwangga Karya lantai berapa, Bu?" tanyanya pada seorang resepsionis yang menyambutnya."Mohon maaf, dengan Bapak siapa saya bicara?" kata sang resepsionis cantik itu dengan gaya sedikit menggoda."Daniel Devanno," katanya."Oh, Pak Daniel Devanno. Silahkan langsung menuju ke lantai 10 Pak. Sudah di tunggu ibu Maretha di ruangannya," kata si cantik berseragam setelan jas warna ungu itu.Tak berlama lama, Daniel segera melangkah menuju lift. Beberapa staf yang kebetulan
Dalam hidupnya, pantang bagi Hani untuk mengkhianati pasangannya. Reyfan, suami pertamanya, adalah masa lalu yang tak akan mungkin dia terima kembali apapun yang terjadi. Karena bagi Hani, tidak akan pernah ada ruang untuk kembali bagi orang yang sudah berkhianat.Meskipun pada kenyataaanya, hubungannya dengan Reyfan cukup baik pada akhirnya. Namun Hani menganggap itu hanya sebuah cara yang dilakukannya demi Keenan tetap mengenal siapa ayah kandungnya.Kehidupan rumah tangganya dengan lelaki luar biasa yang membawakannya kebahagiaan dua tahun terakhir diharapkannya akan menjadi akhir dari perjalanan cintanya. Namun bagaimana jika seandainya kenyataan berkata lain?"Siapa yang mengirimkannya ke sini tadi, Bik?" tanya Hani masih penasaran.
Pagi sekali Daniel sudah pergi meninggalkan rumah. Dia tahu bahwa istrinya tidak bisa tidur semalaman. Hani tidur membelakangi suaminya, namun Daniel tahu bahwa wanita itu tidak memejamkan mata. Hingga saat dia bangkit untuk sholat, Hani baru terlihat bisa memejamkan mata dengan lelap.Di sisinya, Daniel tak sedikit pun ingin mengganggu. Sesekali saat dia terbangun dan melihatnya masih terjaga, betapa ingin dia menyentuh. Tapi kekesalannya masih belum sepenuhnya sirna."Mbok, Bik, Ibu jangan dibangunin dulu. Dia baru tidur habis subuh tadi," katanya berpesan pada dua asisten rumah tangganya.Mbok Jum dan Bik Marni nampak mengangguk mengerti."Bapak tidak sarapan dulu?" tanya Bik Marni.
Hani menunggu dengan gelisah di ruang tamu. Semua penghuni sudah tidur kecuali dirinya. Daniel melakukannya lagi. Dia mengabaikan pesan dan panggilan Hani hari ini. Padahal, siang tadi suaminya itu memberinya kabar bahwa dia akan pulang cepat hari ini. Bahkan Daniel bilang akan mengajaknya keluar tanpa anak anak. Hani pikir, itu usahanya untuk memperbaiki hubungan mereka yang dari kemarin memang sedang bermasalah.Tapi ini sudah lewat jam 9 malam. Pesannya bahkan tidak dibuka dan beberapa panggilannya tadi pun diabaikan olehnya. Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Dan? Hani memejamkan matanya, ada perih yang tiba tiba menggelayut dalam hatinya.Tak berapa lama kemudian, terdengar suara mobil Daniel yang semakin mendekat ke pekarangan rumah, lalu berhenti di garasi. Hani sebenarnya ingin sekali keluar untuk menyambutnya se