Share

Bagian 2 -Semakin Tertantang

Awas Typo:)

Happy Reading ....

***

Wah ..., Regina sungguh tidak percaya dia mendengar kalimat barusan. Pria ini kenapa bisa super dingin? Benarkah keluar dari rahim manusia? Bukan alien dari neptunus seperti di drama-drama korea itu?

"Jadi keluar."

Fuck! Mimik Regina kian terlihat bodoh. 

"God," gumam si gadis mendramatisir keadaan. "Aku tidak memintamu tertarik padaku." Setelah itu berucap begini dengan senyum manis. Shit! Regina the real crazy girl. 

Lihat Raymond, mimik datarnya sudah sangat terlihat malas. Itu memang benar, dia malas mengurus hal-hal seperti ini. Bagi Raymond semua yang berhubungan dengan kaum hawa pasti menyusahkan.

"Ke mana tujuan Anda?" Pasrah, Raymond memilih menuruti mau Regina dan mempercepat semuanya.

"Rumahmu." 

Tapi, jawaban Regina Adinda Putri sungguh mengajak Raymond adu mulut, yang benar saja gadis ini.

"Saya sedang tidak minat mengurusi hal seperti ini, jika Anda tidak ada tujuan, keluar."

"Wahhh!"

Prok, prok, prok.

Regina bertepuk tangan, kegirangan karena dirinya berhasil memancing kalimat lumayan panjang dari Raymond.

"Lagi-lagi, ternyata kamu bisa melisankan kalimat panjang juga. Kirain tidak bisa," ucap Regina membawa tubuh menghadap Raymond yang sudah menahan umpatan. 

Hebat, pria datar nan dingin mulai terpancing. Hati-hati, itu warning.

"Keluar."

"Tidak mau hihi."

Regina memang sinting betul, setelah bertepuk tangan kini justru cekikikan. Benar-benar tidak kenal takut.

Diam, hening. Raymond menggenggam stiur dengan satu tangannya, menatap Regina yang membalas tatapan itu tanpa ragu, bahkan senyum si gadis tak luntur walau aura kekesalan Raymond semakin terasa menajam.

"Apa mau Anda?"

"Kamu." 

Mantap, sahutan Regina sangat cepat. Dan bagi Raymond sahutan itu seperti tong kosong nyaring bunyinya. 

Kalau sudah begini apa yang akan Raymond lakukan? 

*****

Raymond memilih membawa Regina, tapi jangan salah. Niat Raymond hanya satu, menelantarkan gadis ini di pinggir tong sampah.

Entah tong sampah mana masih ia pertimbangankan. Well, saat ini Raymond berusaha fokus menyetir walau jujur ia tidak fokus, kenapa? Bisa-bisanya Regina seperti tak mempunyai sopan santun, membuka dashboard, memegang beberapa barang milik Raymond hingga hal lainnya. Ah! Dosa apa yang kemarin Raymond lakukan sampai dipertemukan dengan Regina?

"Kalau boleh tau-"

"Diam." 

Nah, kepala si gadis perawan auto menoleh saat kalimatnya dipotong cepat oleh Raymond yang masih menatap lurus ke depan.

"Kenapa? Ada yang menguping di sini?" tanya Regina polos, salah, lebih tepatnya pura-pura polos, ia tahu Raymond sudah sangat kesal dengannya, dan pria itu berusaha menahan ledakan. Tapi, kalau boleh jujur justru ledakan itu incaran Regina. "Kenapa diam? Aku bertanya Pak Dosen." Memancing dengan nada dibuat-buat, Regina mau tahu sampai mana Raymond bisa bertahan. 

Taraaa, ia dilirik.

"Penguntit?"

What?!

"Enak aja! Cantik begini dikatain penguntit, jangan asal mangap kamu ya." Regina auto mengomel, dia bukan penguntit. Dia hanya mencaritahu dari internet, beda, 'kan dengan penguntit? 

"Dari mana Anda tahu?" tanya Raymond tidak lagi melirik.

"Ya dicari tahu."

"Itu penguntit."

"Stalker! Sial, berhenti bicara, kamu agak menyebalkan juga," kesal Regina sungguh tidak senang dikatain penguntit.

Raymond tersenyum tipis. Apa? Tersenyum? Bagus, walau itu hanya tipis tapi gerak Regina sangat cepat. Ini masih awal pertemuan dan dia berhasil membuat seorang Raymond Arthur William tersenyum tipis, hebat. 

Hening. Regina memilih membuang wajah ke luar jendela, ia sedang berpikir akan berbuat apalagi, suer semua yang Regina lakukan sedari tadi hanya sikap spontannya. Bahkan dia tidak tahu mau apa ke rumah Raymond, itu benar-benar spontan. Oke iya mari tertawakan dia yang gila nan bodoh.

Cittt.

Tiba-tiba mobil berhenti.

"Kenapa berhenti?" pertanyaan bodoh Regina lontarkan.

"Karena ini rumah saya." Tapi Raymond menyahut datar.

Wait-wait, Regina mengintip ke luar jendela. Ah ..., Raymond tinggal di gedung apartemen elit dan sekarang mobil diparkirkan di parkiran lobby.

Si pria keluar.

Brak.

Pintu ditutup. Secepat mungkin Regina ikut keluar dari dalam sana, bagaimana pula dia mau terus di dalam jika yang punya sudah keluar.

Detik Regina keluar langsung saja Raymond kunci mobilnya, lantas pria itu mengambil langkah menuju gedung apartemen.

"Apa yang harus ku lakukan?" gumam Regina menatap punggung Raymond yang sudah melangkah lumayan jauh. "Bodo amat tancap gas aja," ucapnya memutuskan mengejar Raymond. Perihal apa yang terjadi ke depannya itu urusan nomor dua, yang pertama saat ini Regina hanya mau terus mengusik Raymond. "Huh!" Hela napas saat ia berhasil menyamakan langkah dengan si pria.

Raymond diam saja, terus melanjutkan langkahnya. Tidak mau tahu apa yang akan Regina lakukan, tapi ketika itu sudah sangat mengusiknya dapat ia pastikan Regina akan tahu Raymond yang sesungguhnya.

Raymond berhenti melangkah di depan lift, pria itu menekan tombol agar si kotak berjalan itu terbuka.

"Raymond," panggil Regina.

"Seberapa jauh Anda mencaritahu tentang saya?" 

Ting. 

Pintu lift terbuka, Raymond melangkah masuk, ya Regina mengikuti.

"Itu, lumayan. Kamu terkenal sih, mudah dicari tahu."

Ting.

Pintu lift tertutup, menelan dua anak manusia berbeda jenis kelamin dan usia itu.

Diam, Raymond tak menyahut lagi. Memilih diam menunggu pintu lift terbuka di lantai kamar apartemennya.

"Aku tadi mau bertanya jadi lupa," gumam Regina tidak berbohong, ia tadi mau menanyakan sesuatu saat memanggil Raymond, namun pertanyaan pria itu membuat ia seketika lupa ingin menanyakan apa.

"Ah! Raymond, benar ya kamu jomblo?" Nah ini dia, ini yang ingin Regina tanyakan.

"Jomblo?"

"Kamu nggak tahu?!" terkejut.

"Tidak."

"Astaga-astaga norak banget! Jomblo saja tidak tahu." Dengan sangat ringan Regina mengatai seorang Raymond. Tapi ya memang benar, masa iya pria itu tidak tahu jomblo. Well, seharusnya Regina ingat, Raymond bukan human +62 alias warga Indonesia.

Ting.

Pintu lift terbuka, Raymond keluar. Tidak ambil peduli akan Regina, tadi ia menyahut karena iseng saja.

"Jomblo itu single, kamu single, 'kan?" Regina tetap mengikuti Raymond yang berjalan menuju pintu apartemennya.

"Jawab, Pak Dosen."

"Tidak, saya mau menikah. Untuk itu menjauhlah," jawab Raymond sudah berdiri di depan pintu apartemen, menoleh menatap Regina yang justru melipat tangan di bawah dada, menyandarkan tubuh ke dinding sisi pintu.

"Masa?" tanya Regina terdengar sangat tidak percaya.

"Saya mau memasukan pin."

"Masukan saja, aku juga tidak akan ingat."

Raymond menatap Regina serius, menelisik apakah gadis ini main-main atau tidak, hebatnya pacaran mata Regina terlihat tidak main-main.

Menghela napas lah Raymond, kembali menoleh menatap ke arah pintu, memasukan pin.

"Kamu benar single atau benar mau menikah?" ulang Regina bertanya. 

Cklek.

Pintu terbuka, kepala Raymond menoleh, menatap Regina serius.

"Apapun status saya, yang perlu Anda tahu. Saya tidak tertarik dengan kaum hawa." Selesai. Raymond masuk ke dalam apartemen, meninggalkan Regina yang semakin tertantang dibuatnya.

.

.

To Be Continued

Terbit: -04/Februari-2k21

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status