Share

Bagian 4 - Gadis Barbar

Awas Typo:)

Happy Reading ....

***

Akan Raymond ingat bahwa gadis bar bar tahu caranya mati dengan bermartabat. Kalimat itu pasti memiliki makna yang luas, mendalam. Jadi yang modelannya seperti Regina tak bisa Raymond anggap remeh. 

"Dor!"

"Shit."

Tuh kan! Baru juga Raymond membuka pintu apartemennya sebab ingin berangkat kerja eh sudah muncul saja yang seharian kemarin mengganggunya.

Ini masih pukul delapan pagi, jangan bilang Regina subuh waktu Melbourne sudah berangkat menuju apartemen Raymond. Tapi ya, itu memang benar. Bahkan Regina sudah berdiri di depan kamar apartemen Raymond sejak empat puluh lima menit yang lalu, eh tidak berdiri tapi duduk.

"Calon suami mau berangkat kerja ya? Oh my god tampan sekali," ucap Regina menyatukan kesepuluh jarinya, menatap Raymond dengan mata yang berkedip-kedip ala puppy eyes.

Raymond diam, tidak ada membuka suara. Agaknya mendiamkan jalan terbaik bukan? Semoga ia tidak salah pilih jalan.

Mengambil langkah, Raymond sadar ia diikuti.

Grep.

Sekarang lengan kirinya justru dirangkul, dipeluk oleh kedua tangan Regina yang jujur sangat wangi, begitu menyegarkan indera penciuman Raymond.

"Lepas."

"Nggak mau, kamu mau ke kampus atau ke rumah sakit?" menjawab dan bertanya, Regina pun akan jujur. Raymond sama wanginya dengan dia, bahkan mungkin lebih wangi Raymond. Sudah pasti parfum pria ini bukan sembarang parfum yang dijual di supermarket.

Raymond tidak menjawab, bukan kewajiban dia juga memberitahu Regina.

"Menjawab pertanyaan itu kewajiban tahu." Tapi si perawan bar bar tahu saja cara membuat mulut Raymond menganga berbicara.

"Jika pertanyaan tidak perlu dijawab itu bukan kewajiban." Raymond langsung menekan tombol saat sudah sampai di depan pintu lift.

"Itu penting, karena calon istri kamu mau ikut hihi."

Ah sudahlah, lama-lama Raymond si psikiater pergi ke psikiater lain karena stres menghadapi Regina.

"Handsome, nikah yuk." 

Hah ..., yang benar saja! Raymond tambah sakit kepala.

Ting.

Pintu lift terbuka, Raymond melangkah masuk yang diikuti Regina. Gadis itu masih merangkul lengan kiri si pria.

"Atau kamu mau aku hamil dulu?" 

Fix Regina semakin sinting.

"Kamu butuh ke psikiater," sahut Raymond jelas sekali mengatai Regina sakit jiwa secara tak langsung.

"Yaudah aku daftar jadi pasien kamu," balas gadis itu menyengir.

Hah! Oke baik, Raymond paling tidak bisa begini. So, ia tarik tangannya yang dirangkul oleh Regina. Lalu membawa tubuh menghadap si gadis, menatap serius.

"Tolong berhenti, saya tidak tertarik dengan kamu, saya tidak minat menikah, apalagi memiliki anak. Jadi sudahi, kita tidak saling mengenal."

"Tapi kemarin kita sudah berkenalan." Polos.

Boom! Panjang lebar Raymond berbicara, bisa-bisanya sahutan Regina hanya seperti itu. Sial! Oh ya jerk! Kesabaran Raymond diambang batas.

"Ya, tolong menjauh." Jadi mempersingkat kalimat saja, Raymond kembali berdiri menghadap pintu lift yang hanya butuh empat lantai lagi guna menuju lobby.

Entah sudah berapakali Raymond melisakan kata tolong kepada gadis ini, itu sangat terbukti si pria merasa terganggu. Naasnya. "Kalau mau minta tolong silakan ke kantor polisi, Handsome." Regina memang semenyebalkan itu.

Sabar, sabar, kaum hawa satu ini memang beda, kalau Raymond bisa menangani Regina Adinda Putri yang sudah sangat terobsesi fix ia hebat. Tapi, entah kenapa firasat Raymond, malah dia yang akan menyerah dengan Regina.

Terserah, Raymond hanya patrick, dia tidak paham perihal beginian.

Ting. 

Pintu lift terbuka. Tidak mau membuang waktu segera saja Raymond melangkah yang mana mungkin tidak diikuti oleh Regina. 

Mau tahu tidak apa yang ada di dalam kepala gadis perawan itu? Dia ..., sedang merencanakan sesuatu yang sangat mengasikkan.

"Handsome, tunggu!" teriaknya berlari mengejar Raymond sebab si pria melangkah sangat lebar.

Untung ini Melbourne, manusia-manusianya tidak terlalu kepoan, jadi berteriak pun Regina jika gadis itu tak jatuh terkapar orang-orang tak akan ambil peduli.

Tep.

Tangan kanan Regina kali ini menjangkau pergelangan tangan kiri Raymond. Gadis itu menarik si pria, mengajak berlari.

"Hei!" Sudah pasti Raymond terkejut.

"Shut, shut, shut!" peringat Regina menyuruh si mister William diam, jangan bersuara. 

Hingga akhirnya mereka sampai di dekat mobil Raymond, si gadis membawa pria itu berjongkok di sana. Berjongkok saling berhadapan, ada apa ini?

"Ada apa?" tanya Raymond menoleh ke belakang tubuhnya, memeriksa sesuatu yang membuat Regina berlari seperti dikejar rentenir.

"Hei-hei jangan tatap ke sana," pinta Regina sukses membuat Raymond kembali menatap ke arah gadis itu.

Tik, tok, saling menatap. Satu dan dua detik, perlahan kedua sudut bibir Regina tertarik ke atas, ter ... senyum! 

"Tidak ada apa-apa kok hehe, kamu lucu hahaha," ucap gadis itu terbahak sendiri.

Damn! Raymond langsung berdiri, menatap Regina yang ikut berdiri dengan tidak senang. Pria itu panik, menuruti apa yang Regina pinta dan ternyata tidak ada apa-apa? Sialan Raymond dibodohi. Dan sekarang dengan sangat berani Regina menjatuhkan telapak tangan kanannya ke atas dada berdebar Raymond.

"Kapan terakhir kali dia berdebar secepat ini karena panik?" tanya si gadis.

Kontan Raymond dibuat tersentak terkejut. Kapan?

"Bagaimana rasanya? Asik, 'kan?" Lagi Regina bertanya. Senyum manis gadis itu belum luntur. "Aku. Aku pastikan, Mister William, hidup kamu akan berubah sembilan puluh sembilan persen, dan itu ..., karena kehadiranku," lanjutan. Regina berjinjit,

Cup.

Ia berikan satu kecupan di dagu Raymond. Wah ... Regina memang sangat berani, berani sekali.

"Aku yang menyetir hari ini." Lalu setelah itu Regina memperlihatkan kunci mobil Raymond yang entah sejak kapan sudah ada di tangan gadis itu.

Tit-tit.

Suara mobil dibuka kuncinya terdengar.

"Let's go, Baby Boy, supir kamu cantik hari ini," ucap Regina sebelum membuka pintu mobil.

Raymond menoleh, menatap si gadis yang hanya beberapa detik sebab Regina sudah memasuki mobil.

Diam, berdebar. Raymond mengeratkan genggaman pada tas kerjanya. Regina ..., apa mau gadis itu sebenarnya? Kenapa seniat itu mendekati Raymond? Demi apapun, jantung Raymond Arthur William sudah sangat lama tidak semendebarkan ini hanya karena satu alasan ..., panik tanpa sebab.

Tin-tin!

Suara klakson mobil terdengar. 

"Hah ...." Raymond menghela napas pelan, lantas bergerak membuka pintu mobil, masuk ke dalam sana. Hal pertama yang ia lihat adalah senyum Regina. 

"Sabuk pengaman, Handsome." Ingat Regina menghidupkan mobil Raymond. 

Ketuk palu, cupid ..., sudah mengintip dua anak manusia itu.

.

.

To Be Continued

Terbit: -04/Februari-2k21

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status