Share

Bagian 5 - Tawaran Malam Ini

Awas Typo:)

Happy Reading ....

***

Raymond memulai bab ini dengan mengadahkan tangan ke depan wajah Regina, meminta kunci mobilnya setelah mereka sampai di parkiran rumah sakit tempat Raymond bekerja. 

Gadis itu yang masih pasang senyum manis menjatuhkan kunci mobil ke atas telapak tangan mengadah Raymond.

"Pergilah," ucap pria itu membalikan tubuh, menyimpan kunci mobil ke dalam saku celana.

Regina mengejar, ambil posisi di depan Raymond.

"Aku cuti, mau sama kamu seharian," ucap gadis itu berjalan mundur di depan si pria yang baru saja mendengar kabar duka. 

Bersama Raymond seharian? Bagus, segera galikan kuburan untuk mister William yang terhormat.

"Saya mau bekerja." 

"Aku akan duduk diam hanya menatap."

Senyum Regina masih terpasang baik, dan langkah pun masih sama. Dia mundur, Raymond maju.

"Seharusnya Anda tahu pekerjaan psikiater."

Tep.

Tangan kanan Raymond terjulur tiba-tiba menahan tubuh Regina, tidak, bahkan menariknya.

"Jalan dengan benar." Lalu berucap seperti ini sebab perawan bar bar hampir saja menabrak seseorang.

"Hehe iya-iya," cengir Regina mendekati Raymond, ambil posisi di sisi kanan si pria.

Jika tadi saat di gedung apartemen Regina merangkul lengan Raymond, maka sekarang masih dengan kebernian yang dia punya, Regina merangkul pinggang pria itu, mendungakan kepala bersama senyum manis. "Janji nggak akan ganggu," bisiknya saat Raymond menunduk menatap aksi gila si gadis.

Kalau begini sudah fix Raymond akan menjadi bahan ghibah semua perawat. Percayalah, dia pastikan itu.

"Hah ...." Menghela napas, Raymond pasrah saja. Terserah Regina mau apa, jika gadis itu bosan pasti berhenti.

So, melanjutkan langkah bersama adalah pilihan Raymond Arthur William walau jelas mereka sudah menjadi lirikan beberapa perawat dan pasien.

"Banyak yang iri sama aku," bisik Regina masih tetap mendunga menatap Raymond yang merangkul bahunya, karena tidak mungkin Raymond berjalan dirangkul tanpa balas merangkul, lebih baik menyamankan diri bukan? Tentu saja.

"Kalau nanti kamu ditanya, Dokter itu siapanya Dokter? Kamu jawab apa?" Iseng, Regina super menikmati sikap pasrah Raymond.

"Fans." 

Mampus!

Ciut!

Terang langsung saja Regina menyematkan satu cubitan di perut Raymond yang menunduk menatapnya terkejut. Apa salah Ray sampai dicubit?

"Aku calon istri kamu, enak aja fans-fans, nggak ada yang ngefans sama kamu," omel Regina menyipitkan mata dengan mimik kesal.

Bahu Raymond mengedik ringan, mereka sudah sampai di depan pintu ruangannya. 

Sadar tidak sadar, mereka memang terlihat seperti suami dan istri. Raymond memang sudah sangat pas menikah, Regina sendiri belum terlalu tapi entah kenapa berada dalam rangkulan Raymond menjadi pas untuk segera dihalalkan.

Cklek.

Membuka pintu ruangannya, Raymond melepas rangkulan, Regina pun melakukan hal yang sama.

Pintu tertutup, Regina menatap seluruh area ruangan Raymond. Gila, ini sih besar nan mewah. Dari luar boleh terlihat biasa saja tapi saat masuk, hkm! Sudah seperti kamar apartemen pria itu.

"Anda sudah sarapan?"

Secepat kilat Regina menoleh, menatap ke arah Raymond yang sedang berdiri di belakang meja kerja pria itu.

Wait-wait, telinga Regina tidak salah dengar bukan? Itu tadi Raymond menanyakan dia sudah sarapan atau belum? Benar, 'kan?

"Apa, Mister William?" tanya Regina ingin memastikan.

Raymond meliriknya, pria itu mendudukan diri ke atas kursi kerja.

"Jika belum bisa ke kantin." Bukannya menjawab, Raymond justru melisankan kalimat ini. Keturunan keluarga William itu menatap Regina datar, lalu kegiatan yang dilakukan adalah menggulung lengan kemejanya. Sebab apa? Raymond ingin sarapan.

"Nggak mauuu!" sahut Regina berjalan mendekati Raymond. "Mau minta sarapan kamu," lanjut si gadis menarik tangan kanan Raymond agar ia bisa masuk ke dalam kurungan kedua lengan pria itu.

Regina Adinda Putri mendudukan diri ke atas pangkuan Raymond Arthur William.

Well, memang setiap pagi si pria pasti disediakan sarapan, itu atas perintah mamanya yang yakin sekali Raymond tak sempat mengutak-atik dapur. 

Sebenarnya mama pria ini selalu mengomel karena Raymond yang tidak mau tinggal di rumah. Jawaban pria itu, terlalu jauh dari kampus, terlalu jauh dari rumah sakit. 

Iya sih, kalau dari rumah menuju kampus bisa memakan waktu dua jam, sedang dari apartemen hanya setengah jam. Perbedaan yang sangat jauh bukan? 

Sedang dari rumah menuju rumah sakit memakan waktu dua jam setengah yang mana jika dari apartemen Raymond hanya butuh satu jam. 

"Rambut kamu panjang," bisik Regina menatap rambut Raymond. Gadis itu sedang menahan tangan yang sangat gatal ingin menyisir rambut si pria.

Tidak ada jawaban, Raymond memilih membuka kotak bekal yang sudah tersedia di atas mejanya tadi. Biarkan saja dulu si bar bar berkarya, seperti yang Raymond katakan. Nanti juga berhenti sendiri kalau sudah lelah.

Hening, kaum adam menarik sendok dan garpu. Kaum hawa membawa kedua tangannya naik, melingkar di leher si kaum adam.

Berusaha menahan diri dan kalimat, Regina tidak menyangka pria ini luar biasa berkali lipat lebih tampan saat dilihat dari dekat. 

Dewa-dewaan? Rasa Regina kalah, ketampanan Raymond sudah di ambang batas bagi Regina. Catat, bagi Regina. Tidak tahu kalau yang lain.

Bye the way, saat ini tangan kanan Regina mulai aktif. Gadis itu membawa jalan menuju bahu Raymond yang baru meneguk air sebelum berniat menyuapkan sesendok sarapan. Menu pagi ini omlet dengan salad sayur.

"Kamu nggak minat pangkas?" bisik Regina sekedar bertanya, bukan niat mengatur.

Raymond tidak menjawab, tapi ia juga bertanya pada dirinya sendiri. Kapan dia ada waktu untuk pangkas? Belakangan saja pekerjaan semakin padat.

"Sibuk banget ya?" tebak Regina bisa membaca kerutan di dahi Raymond yang auto meliriknya.

"Aku pangkaskan mau? Nanti malam. Sekalian cukur."

"Tidak."

"Eiyyy aku pernah bekerja di salon pria tau."

"Tetap tidak."

Regina geleng kepala, lagi dan lagi bersama keberanian kali ini menyentuh rahang berbulu Raymond. Brewok betul.

"Kelihatan tampan sih, tapi pasti lepas brewok semakin tampan, baby face," ucap Regina sedikit menggaruk-garuk brewok Raymond yang sedang mengunyah.

Pria itu mendengarkan, ia juga agak risih namun memang tidak ada waktu. Apa dia terima saja tawaran Regina malam ini? 

"Oke deal," putus Regina saat Raymond masih berpikir. "Udah lanjut sarapannya, setelah kamu sarapan aku keluar cari sarapan untuk cacing aku hihi," lanjutan, Regina menoleh menatap ke arah sarapan Raymond. Sehat sekali, siapa coba yang menyediakan? 

"Makan," ucap si pria tiba-tiba meletakan sendok agar dijangkau oleh Regina yang tentu dengan senang hati menurut.

.

.

To Be Continued

Terbit: -04/Februari-2k21

Komen (1)
goodnovel comment avatar
ara~>125
fix,,, aku baru nemu yg ceweknya sebar bar ini, aku sampe menganga tak percaya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status