Share

Bagian 6 - Sahabat Raymond

Awas Typo:)

Happy Reading ....

***

Regina menepati janjinya, tidak akan membuat ulah, hanya diam dan melihat Raymond yang sedari pagi masih sibuk dengan laptop. Entah berbuat apa Regina tidak tahu yang pasti bagian dari pekerjaan si pria. 

Lantas apa kegiatan Regina selama hampir empat jam sudah berlalu? Mengerjakan tugas! Yaps, biar dia ambil cuti kerja tapi yang namanya kuliah dan tugas mana mungkin bisa gadis itu tinggalkan. Apalagi dia bagian dari mahasiswi pengejar beasiswa, sudah pasti hidupnya tak jauh-jauh dari tugas.

Well, seperti yang semua tahu, Regina mengambil jurusan music. Dan jujur itu karena kemauannya sendiri, sukur puji syukur orangtuanya tidak pernah melarang, sebab apa? Mereka melihat bakat sang anak memang ada di sana, suara Regina sangat merdu saat bernyanyi. Kalau kata remaja +62, aduh pasti mbaknya tidak pernah makan gorengan, atau suaranya sopan benar masuk telinga, bisa jadi- fix suaranya sama adem seperti ubin masjid. Begitulah kira-kira, dan mari tunggu sampai Raymond ternganga mendengar suara Regina.

Tidak perlu banyak bicara, gadis itu sedang mendapatkan tugas membuat lirik lagu, dan Raymond yang sibuk mendata jadwal temu dengan pasiennya jelas mendengar si gadis berulang kali mencoret kertas. Iya Regina menulisnya di note bukan di ponsel atau laptop.

"Jangan berisik," ucap Raymond menegur. "Kalau lelah minum," melanjutkan. Baik, itu teguran tapi juga perhatian kecil, bukan?

"Perhatian banget." Regina menyahut dengan senyum manis.

"Kamu berisik."

"Uuu kamu, perasaan tadi masih anda." 

Sudah lah, Raymond menghembuskan napas, menyesal sekali dia membuka dialog dengan Regina. Jadi tidak menyahuti lagi adalah pilihan si pria.

Regina tertawa pelan akan itu, ia tatap bagaimana seorang Raymond Arthur William sangat terlihat mempesona saat bekerja. Ya ampun kalau dia dan Ray membuat anak, hasilnya bagaimana ya? Pasti uwaw sekali. 

Boro-boro anak, menikah saja dulu baru mikirin anak. Bukan-bukan, saling jatuh cinta saja dulu. Wong Regina masih obsesi, baru juga kenal kemarin, terlalu ngadi-ngadi.

"Makan siang kita keluar ya, aku nggak mau tau," ucap Regina kembali menatap lembar tugasnya.

"Makan siang saya ada yang mengantar."

Siapa? Kepala Regina auto kembali menatap ke arah Raymond. "Siapa?" cetusnya ingin cepat-cepat dijawab. Kurang ajarnya yang punya jawaban diam terus melanjutkan kegiatannya. "Raymond," memanggil, Raymond menatap Regina, gadis itu memasang mimik tak senang, seperti ingin menerkam seseorang.

"Keluarga," jawab Raymond singkat, ia tidak mau terus diusik maka dari itu mengalah. 

"Keluarga atau keluarga?" 

"Aku sedang bekerja, Regina." Memperingati sambil menatap si gadis.

"Ck, iya-iya. Tapi kalau bukan keluarga kamu awas aja, aku cakar dia rauwww!" 

Damn! Kedua sudut bibir Raymond berkedut siap naik namun tidak, sebisa mungkin si pria menahan. 

Sumpah, wajah Regina cantik, lalu, mempraktekkan adegan rauw ala singa betina, mau tak mau Raymond dibuat tidak percaya sebab yang ada wajah itu kian cantik. Sikap si gadis sangat random, dan ..., tidak membosankan walau sedikit menyebalkan.

*****

Tok, tok.

Clek.

Ini dia tamu tak tahu sopan santun, baru mengetuk dua kali sudah membuka pintu saja padahal belum dipersilakan oleh si pemilik ruangan.

Raymond yang sudah biasa dibeginikan diam saja, terus melanjutkan pekerjaannya. Beda jauh dengan Regina yang spontan menatap ke arah pintu.

"Serius Ray, aku mulai muak- ow ada pasien?"

Dahi Regina mengerut, menatap si pelaku pembuka pintu dengan picingan mata.

"Bukan," jawaban dari Raymond terdengar. 

"Terus? Siapa? Fans?"

Pintu ditutup pelan.

"Fans? Hello! Tidak lihat wajah kami cocok disandingkan di pelaminan?" Regina auto kesal, kenapa dia selalu disebut fans coba?! Pertama oleh Raymond, lalu sekarang oleh orang asing ini yang berjenis kelamin pria namun tak lebih tampan dari Raymond.

"O wo, wo, wo, santai cantik. Aku bertanya," sahut pria itu melirik Raymond yang tersenyum tipis.

"Kekasih pertamamu, Dude?" lanjut bertanya lagi.

"Tidak."

"Ya."

Bagus, Raymond dan Regina menjawab kompak namun dengan kata yang berbeda.

"Ya calon kekasihnya, calon istri juga," ulang Regina membenarkan jawaban.

Pria itu, sahabat Raymond Arthur William yang bernama, "Ini titipan ibu negara." Jefri Smith, dua puluh tujuh tahun, CEO S hotel, single, juga tampan. "Bye the way, unik tuh," bisik Jefri berniat menggoda Raymond.

"Heh kau homo ya?!" Namun kalimat Regina auto membuat Jefri menoleh menatap si gadis.

"Sorry, i'm normal," tegas Jefri menjawab. 

"Kalau begitu wajahnya jangan dekat-dekat dengan calon suami saya." 

"Posesif sekali."

Mata Raymond terpejam, ini dua manusia kalau dibiarkan terus pasti semakin ribut. "Sudah pergi sana." Jadilah Raymond memilih mengusir Jefri, sayangnya yang diusir justru melangkah mendekati Regina, ambil duduk di sofa depan si gadis.

"Jefri Smith," ucap Jefri tanpa menjulurkan tangan.

"Regina, kau siapanya Raymond?" Regina to the point bertanya.

"Maybe sahabat," jawab Jefri santai. "Well, kau benar mau menaklukan dia?" lanjut, Jefri bertanya sambil menunjuk Raymond dengan kedua bola mata yang bergerak.

"Hm." Kepala Regina mengangguk.

Mendadak senyum penuh rencana ala Jefri terbit.

"Mau aku beritahu caranya?" 

Jefri adalah partner yang Regina cari!

"Jefri, keluar." Raymond bersuara.

"Mau!" sahutan semangat Regina terdengar, gadis itu menutup bukunya.

"Ayo ikut aku." 

"Jefri Smith!" Sekali lagi Raymond bersuara, naas ia dikacangin. Gila, pria tampan nan tegas dikacangin. Hanya Regina dan Jefri yang berani melakukan itu.

Tak mengurangi rasa semangatnya, Regina berdiri dari duduk saat Jefri pun berdiri, tapi hal yang gadis itu lakukan sebelum keluar mengikuti langkah Jefri adalah menghampiri Raymond terlebih dulu.

Cup.

Hanya untuk memberikan kecupan di rahang si pria.

"Selamat makan siang, Handsome, dihabiskan," ucap Regina lalu melangkah menyusul Jefri yang sudah membukakan pintu untuknya.

"Pinjam," kata sahabat Raymond itu tanpa suara sebelum menutup pintu.

Damn! Punggung Ray auto bersandar ke badan kursi. Hari-harinya pasti semakin gila, itu dapat dipastikan, pasti! 

Seorang Jefri Smith disatukan dengan Regina Adinda Putri? Sudah beli saja kain kafan untuk Raymond. 

Satu sinting, satu lagi lebih sinting. Jefri pasti membicarakan hal-hal privasi, sahabat Raymond yang satu itu sudah sangat kebelet mencarikan Raymond kekasih, padahal dianya sendiri masih jomblo.

Masalahnya di sini adalah, Jefri jomblo juga masih mau menerkam kaum hawa yang mengangkang. Sedangkan Raymond? Tidak sama sekali! So, jangan salahkan Jefri jika dia menyuntik penuh otak sinting si cantik Regina Adinda Putri dengan semua racun yang ia punya.

.

.

To Be Continued

Terbit: -04/Februari-2k21

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status