Awas Typo:)
Happy Reading ....
***
Regina membuka matanya pelan-pelan, rasa di kepala lumayan pusing. Dapat dipastikan itu karena jam tidurnya berlebihan, pasti. Maka meregangkan tubuh dan bersiap memeriksa jam adalah incaran Regina. Well, ia membawa tubuh duduk terlebih dulu, wait, kenapa apartemennya mendadak berbeda? Perasaan tidak begini.
Satu ..., dua, dahi Regina mengerut, otak berputar dan indera penciuman menangkap aroma masakan.
Tik, tok.
Regina masih berusaha memutar otaknya. Sampai. "Raymond!" Dia ingat ini apartemen dan ranjang Raymond Arthur William. Di mana pria itu? Segera menuruni ranjang, Regina dengan rambut khas singa betina berlari kecil menuju kichen.
"Ray!" panggilnya menemukan punggung mister William yang sedang mengambil sesuatu di lemari piring.
Pria itu tidak terkejut, tidak juga menyahut. Ya dia tetap melakukan kegiatannya, sampai tiba-tiba Regina menarik satu tangannya, menarik tubuh besar yang pasrah menjauh dari lemari piring. "Kamu ngapain? Ya ampun duduk, kenapa nggak bangunin aku coba? Duduk, oh my god kamu keramas lagi?!" memerintah lalu terkejut, Regina berkacak pinggang menatap si pria yang menghembuskan napas.
"Aku lapar," ucap Raymond berniatkembali berdiri, itu satu piring sudah ada di tangan kanannya.
"Iya aku yang siapkan," balas Regina menahan bahu si pria agar tetap stay duduk di atas kursi makan.
"Siniin piringnya, kamu keringkan rambut kamu lagi dengan handuk. Besok-besok aku beliin hair dryer deh, kamu kaya tapi beli pengering rambut aja nggak mampu," mengomel, Regina yang cantik seantreo universitas of Melbourne baru saja mengatai mister William.
"Hah." Hembus napas lagi. Keturunan William itu berdiri dari duduknya, menuruti perintah Regina saja. Namun, sebelum ia benar-benar menuju kamar mandi, kedua netranya sempat menangkap adegan Regina mencepol rambut asal sambil mengulum bibir sendiri.
Baik, tidak bisa Raymond bohongi bahwa gadis itu memang cantik, manis dan ..., seksi. Point paling penting, melihat ada Regina di sana seketika Raymond merasa dapurnya hidup, sangat hidup. Ah ..., sebuah rumah memang butuh kehadiran kaum hawa sesekali.
"Ngapain berdiri di sana? Cepetan rambutnya dikeringkan." Regina memergoki Raymond, dan gadis itu menatap si pria seperti seorang ibu yang siap mengancam anaknya agar segera mandi sebelum matahari terbenam.
Raymond tidak membalas apapun, langsung melongos pergi saja daripada cari ribut dengan Regina yang menatap daging masakannya kemarin malam.
"Besok-besok aku harus lebih cepat bangun dari dia," gumam Regina hembus napas pelan. Bisa pula Raymond bangun dia tidak terusik sama sekali, pria itu bergerak atau melayang?!
Lupakan, sekarang yang Regina lakukan memindahkan daging ke atas piring, menyiapkan sarapan mereka berdua. Tapi tolong ingatkan gadis cantik itu sebelum mereka sarapan dia harus memijat bahu Raymond terlebih dulu.
*****
"Jangan sarapan dulu, Handsome." Regina menahan gerakan tangan Raymond yang ingin menjangkau garpu dan pisau guna segera melaksanakan sarapan paginya dengan kalimat singkat.
Kepala Raymond mendunga, menatap Regina yang masih berdiri menuangkan air mineral ke dalam gelas mereka.
"Lima menit lagi," ucap si gadis tahu betul tatapan itu artinya bertanya.
Well, setelah mengatakan kalimat di atas, Regina langsung meletakan teko kaca yang sudah pasti mahal ke atas meja makan kecil ini.
"Aku pijat dulu bahunya, pasti kemarin tegang banyak duduk." Regina berjalan, ambil posisi ke belakang tubuh Raymond yang mengerutkan dahi, maksudnya bagaimana? Dan bagus, hanya dalam hitungan detik Regina menjawab kebingungan Raymond. Kedua telapak tangan gadis itu sudah jatuh ke atas bahu si pria yang menunggu aksi selanjutnya. "Hari ini kerja ya?" bertanya, Regina mulai menggerakkan jari-jarinya.
Tidak munafik mata Raymond langsung terpejam menikmati itu, wah ..., terasa sangat baik membelai otot-otot bahu.
"Aku ada kelas jam sebelas ini," jawab Raymond entah kenapa menginfokan itu. Ow, agaknya ini tak akan sulit untuk Regina mendapatkan mister William.
"Masih tiga jam lagi, anterin aku ke apartemenku mau, 'kan? Sebentar aja kok, mau ya ya ya?"
Mata Raymond terbuka, kepalanya mendunga dan mendapati Regina pun menunduk. Membuat tatapan mereka saling bertemu.
"Mau ambil pakaian hehe, aku di sini ya sampai kamu takluk."
"Tidak."
"Kenapa? Kamu hidup nggak beraturan ih, perlu aku urusin."
"Tidak."
"Iya!"
"Tidak."
"Iya iya iya! Fix iya no debat titik."
Cup.
Bibir Regina singgah ke atas dahi Raymond dua detik dengan tangan yang terus memijat bahu si pria.
"Udah jangan tatap aku terus, nanti terpesona." Setelah itu ia dorong kepala mendunga Raymond yang terus menatapnya.
Si pria lagi, lagi, dan lagi seribu kali! Pasrah, hanya pasrah.
"Nunduk bentar ya." Masih suara Regina yang terdengar, gadis itu beralih mendorong kepala Raymond agar sedikit menunduk karena ia mau mengincar tengkuk si pria.
"Satu minggu." Oke, akhirnya Raymond buka pita suara setelah hanya diam beberapa menit. "Kamu hanya boleh berusaha satu minggu, lebih dari itu tetap tidak berhasil, tolong berhenti," melanjutkan.
"Aku pastikan sebelum seminggu, Handsome, lihat saja," bisik si gadis tepat di depan tengkuk Raymond.
Cup, yang diberi kecupan singkat sebelum mulai dibelai dengan pijatan.
Raymond diam saja, dia hanya akan melihat dan menikmati nyaman tidak nyamannya menjadi mangsa Regina Adinda Putri.
Sejauh ini sih, yang baru hari ketiga. Raymond akan jujur bahwa masih banyak nyamannya, gadis ini tahu cara memperlakukan Raymond dengan baik, walau juga banyak sekali tuntutan yang gadis itu lontarkan.
"Aku kerja ya hari ini, pulangnya jam sepuluh malam karna aku dapat bagian closing." Regina menginfokan sambil terus memijat. "Nanti aku siapkan makan malam kamu sebelum berangkat, selamat sarapan, Handsome." Selesai.
Cup.
Regina mengakhiri aksi pijat memijat dengan satu kecupan lagi, namun mengincar rambut belakang Raymond yang mengangkat kepala, meregangkan tubuh. Lumayan juga pijatan singa betina.
"Kamu tidak sarapan?" tanya Raymond saat Regina ingin melangkah meninggalkan kichen.
"Mandi dulu, kamu duluan saja. Jangan lupa minumnya yang banyak," jawab gadis itu mengedipkan mata dengan senyum manis.
Hening, Raymond masih menatap ke arah punggung Regina. Gadis itu sebenarnya baik, sangat baik. Namun ..., Raymond belum tertarik untuk sebuah hubungan asmara.
Hela napas, mister William menoleh menatap masakan Regina. Dia akan menunggu gadis itu untuk sarapan bersama.
.
.
To Be Continued
Terbit: -05/Februari-2k21
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Kamu nungguin aku? Ih, baik banget." Regina menatap tidak percaya saat Raymond belum menyentuh makanannya.c"Tapi udah dingin, pasti kurang enak deh," melanjutkan, Regina ambil duduk di kursi yang tersisa. Sedang Raymond hanya diam, tidak menyahuti namun tangan kanan dan kirinya bergerak menjangkau pisau juga garpu untuk memulai sarapan.c"Ck, kalau orang ngomong ya disahutin gitu, Ray, dasar," ucap Regina menjulurkan tangan kirinya, mencubit pipi kanan Raymond yang auto melirik. "Apa-apa? Apa lihat-lihat?" tantang Regina beralih mengusap yang ia cubit dengan punggung tangan. Raymond memutar bola mata malas, tingkah laku perawan satu ini memang tidak kenal takut. Syukur ketemu dengan Raymond yang malas adu mulut. "Makan," kata pria itu agar Regina segera makan dan tidak bisa bicara karena mulutnya dipenuhi makanan. "Iya-iya, Abang, eh tahu Abang nggak?" Raymond hela napas, ia masih lagi baru mulai memotong daging, tapi dengar? Regina justru melon
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Brak. Pintu apartemen baru saja tertutup menelan sang ibu negara alias nyonya besar Willam, menyisakan Regina bersama si tuan muda Raymond Arthur William. Hening, belum ada suara dan detik ini kedua netra bening Regina yang sempat menghipnotis Raymond masih menatap ke arah pintu, belum dan tidak akan berani menatap si pria yang duduk di sisinya. Perfect, agaknya Regina harus kabur dari sini sebelum mendapatkan amukan seorang mister William. Apalagi aura Raymond sudah sangat siap menelan seseorang, ah Regina memang kudu bergerak cepat. Menarik napas, gadis nakal yang otaknya sangat cerdas dalam menyiksa Raymond itu berdiri dari duduk. "Duduk." Namun suara datar nan dingin terdengar memerintah tegas agar Regina kembali duduk. Ya karena takut, Regina kembali duduk, daripada dibunuh dan mati sebelum menikah lebih baik manut pada komandan. Tapi tetap, tidak berani menatap. Hening lagi, Regina tutup mulut menunggu Raymond yang memang betah membisu
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Kamu kenapa gila banget sih, Bang! Ya ampun aku mau dapat uang dari mana coba? Daftar kerja di sana saja pesaingnya banyak, syukur ini wajah cantik jadi diterima. Tapi seenak jidat kamu, arghhh kesal! Tanggung jawab ya kamu kalau aku beneran dipecat, biayain hidup aku titik!" Mantap. Hanya Regina yang sanggup berbicara kalimat sepanjang itu dengan sangat cepat, dan hanya Raymond yang tahan diam saja padahal sudah seperti dibacai pasal-pasal kehidupan. Sungguh mereka saling melengkapi bukan? "Ini kita mau ke mana pula?" tanya Regina saat sadar ini bukan jalan ke apartemen Raymond atau apartemennya. Si pria diam, tetap diam maksudnya. "Huh! Susah punya calon suami yang hobby bisu," kesal Regina bete luar biasa. Lihat dia, masih menggunakan seragam kerja. Hening. Mustahil Raymond buka suara, pria itu menyiapkan beberapa kalimat singkat yang cocok ia lontarkan untuk Regina nanti. Well, semenit dua menit sudah pasti terlalui, dan sekarang Regina
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Kamu yakin?" tanya Raymond menatap Regina serius. "Why not? Aku tidak sabar malam pertama kita." Raymond menghembuskan napas pelan, "Ikut aku." Lalu, lagi-lagi memerintah Regina agar ikut dengannya. Oh ya kali ini si gadis tidak kesal, yang ada sangat amat bersemangat. Ada kejutan apa lagi yang akan pria itu berikan kepadanya? Mereka keluar dari kamar, menuruni anak tangga menuju lantai satu. "Tunggu di meja makan," titah Ray berjalan berlawanan dari meja makan. Tanpa mau banyak tanya Regina ambil langkah menuju dapur rumah. Jujur ia masih terkagum-kagum, dan sekarang dia yakin. Ini rumah Raymond, pasti! Karena apa? Lantai dua jawabannya. Mendudukan diri ke atas kursi makan, Regina sungguh tidak menyangka Raymond sudah mempersiapkan semuanya. Thanks to God sebab sudah mempertemukan mereka berdua, thanks! Regina happy parah, happy pokoknya happy! Semoga kehappyan itu bertahan lama. Suara langkah tegas terdengar, Regina menatap ke arah san
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Drt, drt, drt. Ada suara getaran ponsel dipagi hari. Drt. Lagi dan terus, jelas dari getarannya tanda ada sebuah panggilan. "Egh ...." Satu manusia mulai terganggu, salah, keduanya terganggu namun yang satu tidak mengerang bersuara, dan benar Raymond adalah bagian yang tidak bersuara. Pria itu membuka mata pelan-pelan, merasakan tubuhnya semakin dipeluk erat. Benar lagi, pelaku pemelukan adalah Regina. Gadis itu menguselkan wajahnya ke dalam ceruk leher Raymond yang sedang menjulurkan tangan kiri guna menjangkau ponsel di atas nakas sisi ranjang. Mama calling .... Bagus, induk singa jantan mau apa pagi-pagi sekali begini sudah heboh? Semoga membawa kabar baik. "Iya, Ma?" ucap Ray serak khas bangun tidur saat ia menerima panggilan. 'Siap-siap, dua jam lagi kita berangkat ke Indonesia.' Bib. Sambungan terputus. Dahi Raymond mengerut, sebentar, apa tadi? Siap-siap, iya benar. Dua jam lagi kita berangkat ke Indonesia, what?! Mau apa pula ke
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Permisi, saya anaknya Bunda Hani. Boleh bertemu Bunda nggak?" "Regina!!!" "Hahaha!" Ibu Regina yang ia panggil bunda berteriak heboh detik memutar tubuh dan menatap Regina. Wanita paruh baya itu sedang menyiram tanaman di halaman rumahnya dan mendadak suara sang anak terdengar, ya ibu mana yang bisa tidak heboh ketika anak rantaunya pulang tiba-tiba tanpa ada kabar. Grep. Dipeluk, Regina memasang senyum sangat lebar lantas membalas pelukan bunda. "I miss you, Bun, tomat alias so much hihi," bisik Regina cekikikan. "Kamu libur kuliah ya?" tanya bunda melepas pelukan, menatap anak bungsunya yang menggeleng. "Bunda nggak rindu aku, masa nggak dibalas i miss you too." Plak. Lengan kanan Regina ditampol pelan. "Ngapain ditanya, jelaslah Bunda rindu. Punya anak dua tapi dua-dua lebih milih pergi dari rumah, ya ampun sayang kamu gemukan. Pasti ngemil mulu deh." Kedua mata Regina terpejam dua detik, setelah itu terbuka lagi bersama senyum ya
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Masa iya Raymond berkata- halo kakaknya Regina, saya pria yang terpaksa menikahi adikmu karena dia berhasil membuat mama saya salah paham. Sungguh itu tidak lucu. "Judes amat, pantas masih jomblo." 'Diam kamu, tunggu. Kamu di rumah ya?' "Iya hahaha!" 'Libur kuliah? Perasaan minggu kemarin masih ngeluhin tugas dari dosen resek.' Namanya Julia Adinda Putri, dua puluh lima tahun, kakak satu-satunya yang Regina miliki, masih jomblo sebab ... hkm! Tidak tahu, Regina tidak tahu sama sekali kenapa kakaknya hobby menjomblo. "Cuti lebih tepatnya. Kak, ada yang mau aku sampaikan nih," menjawab lalu memulai kalimat pembuka, Regina memasang mimik tengil. 'Apaan? Jangan bilang kamu dilamar duda lagi, cukup-cukup mendengar kamu mengatakan terus dilamar dan dilamar.' "Lah memang kenyataan tahu. Kakak juga sering, tapi selalu nolak." Bye the way, mereka sedang vidio call bukan voice call. 'Karena aku belum minat menikah.' "Nah kalau aku karena tidak sel
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond duduk dengan tenang. Regina sendiri menunduk malu, sangat malu malah. "Agaknya kalian perlu dipisahkan." Ini suara mama alias miss William. Glek. Kontan saja membuat liur Regina tertelan, di-dipisahkan?! Oh nooo! Dia baru mau menggaet Raymond, yakali mereka dipisahkan. Bisa-bisa si pria tidak jadi luluh, triple sial! Apa yang harus Regina lakukan? Mana mungkin dia membantah miss William. "Iya setuju, yang mau menikah memang lagi panas-panasnya." Ah elah bunda setuju pula, tamat sudah nasib Regina. Kepala Raymond mengangguk ikut setuju, bagus, dia sih setuju-setuju saja. "Tapi-" "Re, jangan membantah orangtua." Raymond langsung memotong sebelum si gadis selesai bicara. Mendungalah kepala Regina, menoleh menatap calon suaminya yang kejam luar biasa. Ck! Resiko-resiko, iya! Resiko kalau kita yang lebih dulu menyukai. Sial betul. Terpasang lah mimik tidak senang Regina, jelas sekali pancaran mata wanita ini mengancam seperti, awas ka