Share

4 - Wanna Taste Me?

Ketukan sepatu hak tinggi menggema di beranda perusahaan teknologi terbesar di Toronto, The Ace Enterprise Company. Sebuah perusahan raksasa yang menaungi banyak sekali perusahaan perintis yang sekarang sudah berkembang sampai ke seluruh penjuru dunia.

Di sinilah Anna Smith dengan begitu santai melangkahkan kaki jenjangnya. Ia berjalan memasuki bangunan bertingkat ini sambil mengangkat dagunya tinggi.

Dress berwarna maroon yang melekat ketat di tubuhnya membuat semua pasang mata tampak enggan untuk sekadar mengedipkan mata. Kulit cokelat yang seolah memanggil lawannya untuk segera mencicipinya. Kaki jenjangnya membuat mata jelalatan melahap bagian mulus itu dengan rakus.

Lipstik merah gelap menambah kesan seksi yang sedikit terlihat arogan, jika ditatap lebih jauh.

"Wow ...." Para lelaki bergumam sambil berdecak kagum melihat penampilan wanita brunette yang seperti malaikat itu.

"Astaga ...."

Dia seolah bersinar dan memaksa semua mata untuk memujanya. Ujung atas bibirnya yang kadang kala membuat senyum sinis yang bahkan menjadi seringaian menambah daya tariknya.

"Anna Smith untuk CEO The Ace." Bibir merah itu berucap pada seorang staff perusahaan yang bertugas untuk menerima tamu. Seorang wanita berambut blonde dengan pakaian setelan jas. Wanita itu tidak menggubris perkataan Anna dan malah sibuk memperhatikan penampilan Anna.

Anna menggaruk hidungnya sekilas, lalu telunjuknya menurunkan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya. Matanya sibuk mencari tanda pengenal wanita di depannya. "Oh, Marry Bennet, right?" tanya Anna.

"Oh, ya. Maafkan aku," ucap Marry. Dia menggoyangkan kepala untuk menarik kesadarannya. Suara Anna sanggup memecahkan lamunan gadis itu yang tengah memuji penampilan Anna Smith.

"Apa kau tidak pernah melihat gadis cantik sebelumnya?" tanya Anna dengan santai.

Marry melongo. Ia tidak menyangka jika gadis di depannya akan begitu percaya diri berkata seperti itu.

"Mr. Baldwin telah menunggu Anda. Kantornya berada di lantai dua puluh," ucap Marry.

Anna masih diam di depan meja hingga Marry harus bersedia lagi memalingkan wajahnya kepada Anna walau sebenarnya dia sangat tidak sudi melakukannya.

"Sstt ...," panggil Anna. Marry melirik dan mendapati Anna tengah menggedikkan kepalanya menunjuk ke arah lift.

"Ap-?" Marry tak sanggup meneruskan kalimatnya. Lirikan mata Anna bagaikan sebuah titah yang harus segera dipenuhi.

Marry tak punya pilihan lain. Dengan berat hati, gadis itu pun melangkahkan kakinya menuju lift yang terletak di samping kubikelnya.

"Thank you, Marry," ucap Anna sambil menunggingkan senyuman yang sebenarnya membuat Marry semakin terintimidasi.

"Bitches!" desis Marry ketika pintu lift tertutup dan wajah Anna tak lagi berada di depannya.

Anna berada di dalam lift sekarang. Dia menarik outwear berwarna hitam yang hanya menutupi pundak dan bagian belakang tubuhnya. Wanita itu mengangkat dagunya tinggi ketika memandang bayangannya dalam pantulan pintu lift.

"You so fucking pretty, Anna Smith." Dia bermonolog, memuji penampilannya.

Pintu lift terbuka dan Anna keluar dari sana.

"Miss Smith." Seorang gadis kembali menyapa Anna. Kali ini pakaiannya berbeda dari gadis yang berada di lobi. Dia sedikit modis walau tak semodis Anna Smith. Gadis itu berjalan menghampiri Anna. Dia setengah menunduk lalu gadis itu mengulurkan tangannya untuk meraih outwear yang dikenakan Anna. "Mr. Baldwin telah menunggu di ruangannya. Anda bisa langsung masuk," ucap wanita itu.

Anna mengangguk. Kakinya mulai melangkah menghampiri sepasang pintu kayu besar raksasa yang menjulang setinggi dua meter. Anna meletakkan kedua tangannya pada gagang lalu mendorong pintu tersebut.

Seorang pria pertengahan lima puluh sedang duduk di atas kursi kerjanya. Pria itu terlihat begitu serius memperhatikan layar monitor di depannya.

"Ehem." Anna berdehem dan itu sukses membuat sang Presdir bergeming.

"Oh hai, Miss Smith." Pria itu berpaling. Seketika dia berdiri dan memperbaiki dasinya. Dia berbalik. Tersenyum saat Anna mulai melangkah mendekatinya.

"Aku ragu jika sebenarnya aku telah mengganggu waktu berharga Anda, Tuan Baldwin," ucap Anna. Langkahnya semakin dekat.

"Ah ...." Pria itu tersenyum. Dia berjalan meninggalkan kursinya dan berhenti tepat di depan meja kerjanya ketika Anna pun telah berada di sana. "Bagaimana bisa kolegaku mengatakan hal seperti itu."

Anna terkekeh pelan. Sekejap tubuh Mr. Baldwin membeku saat matanya melihat senyum di bibir berbalut lipstik merah di depannya.

"Anna Smith," ucap Anna. Dia mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Mr. Baldwin.

"Oh ...." Mr. Baldwin merinding. Tangan Anna seolah mengalirkan listrik yang menghantam nadinya, membuat pria itu kembali bergidik. "Ah, ya. Silahkan duduk. Ehem!" Mr. Baldwin memalingkan wajahnya dari Anna. Dia membuang napas berat sambil menggelengkan kepalanya.

Mr. Baldwin menunjuk sebuah sofa berbentuk persegi panjang di tengah ruangan kantornya. Anna duduk di sana. Wanita itu memangku kakinya hingga belahan di sebelah bagian pahanya terekspos dan membuat Mr. Baldwin menelan salivanya.

"Ehem!" Mr. Baldwin kembali berdehem. Mendadak darahnya terasa panas seperti terbakar, seketika membuat jantungnya memompa dengan cepat.

"Maaf Mr. Baldwin, sepertinya rekan kerjaku akan terlambat. Dia sedang dalam perjalanan kemari, tetapi perjalannya terhambat karena ada perbaikan jalan di sekitar Jhon. Avenue," ucap Anna.

"Ah, tidak mengapa. Kita bisa menunggunya. Mau anggur?" tanya tuan Baldwin.

"Aku lebih suka liquor Mr. Baldwin," ucap Anna.

Mr. Baldwin mengulum senyum. Dia mengangguk sejenak. Pria itu bangkit. Berjalan ke sisi kanan di mana terdapat mini bar di sana. Mr. Baldwin meraih sebuah botol bertuliskan Tequila kemudian kembali ke tempat duduknya. Pria itu menuangkan minuman tersebut ke seloki lalu memberikannya kepada Anna.

Anna harus menunduk kecil untuk meraih seloki itu. Terpampang dengan jelas sesuatu di balik dress Anna yang tidak tertutup kain. Itu sukses membuat Mr. Baldwin menelan ludah. Sesuatu yang lain dia rasakan di antara kedua pangkal paha. Mengetat di balik celana kain berwarna abu-abu yang ia kenakan.

"Mr. Baldwin, apa Anda keberatan jika kita memulai perbincangan soal kerja sama yang akan kita lakukan?" tanya Anna. Bibir merahnya terlihat begitu nikmat mencicipi minuman keras itu.

"Tentu tidak, Ms. Smith. Namun, untuk itu aku perlu melihat kembali profil perusahaan Anda. Mengingat perusahaan Anda yang tergolong unik sebab mau bergerak di bidang yang tidak diminati banyak orang."

"Mr. Baldwin, apa Anda keberatan jika aku mengatakan alasanku membuat aplikasi itu?" tanya Anna. Dia menaruh seloki yang sudah kosong ke atas meja.

Ekor mata tuan Baldwin tak mau lepas mengamati gerak-gerik Anna. Seolah-olah dia akan sangat menyesal jika melewatkan satu detik tanpa memandang tubuh molek di depannya.

"Si-silahkan, Ms. Smith," ucap Mr. Baldwin. Seketika pria itu merasakan gelisah. Ia harus berdehem berulang kali.

"Jadi, awalnya aku hanya ingin menyalurkan hobiku sebagai penulis. Aku bukan penulis profesional dan aku tidak ada latar belakang akademis untuk hal literasi dan kepenulisan. Aku hanya menulis untuk self healing. Kemudian, aku terpikirkan untuk membuat situs web agar orang-orang bisa membaca tulisanku. Barangkali mereka juga tertarik dengan metode yang aku gunakan untuk melakukan self healing. Di luar dugaan, banyak orang malah berkomentar jika mereka memiliki banyak ide untuk dikembangkan melalui sebuah buku. Mereka berharap, suatu saat seseorang akan memfasilitasi banyak orang agar mereka juga bisa menulis kisah, ide, pemikiran dan bahkan mengeluarkan kreatifitas mereka lewat tulisan. Jadi, aku mengajak temanku yang sekarang menjadi asistenku, Kim Mijung untuk mendirikan perusahaan teknologi kecil yang akan mengembangkan sebuah aplikasi yang bisa memfasilitasi banyak orang untuk mulai menulis dan menciptakan karya. Mereka tidak perlu memusingkan banyak hal layaknya memasukkan sebuah naskah pada perusahaan penerbit. Mereka hanya perlu menuangkan ide dan biarkan orang-orang yang menilai dan memutuskan apakah karya mereka layak untuk dipasarkan," tutur Anna panjang lebar.

"Aku punya tim untuk mengembangkan aplikasi tersebut. Mereka orang-orang terbaik yang bekerja di bidang IT. Jika mau, aku juga bisa memanggil mereka. Para pengembang teknologi yang kami miliki adalah orang-orang terbaik dan aku sangat mengandalkan mereka." Lanjut Anna.

Mr. Baldwin mengangguk. Sedikitnya, dia sudah mendapatkan gambaran tentang kerja sama mereka. Namun, satu hal yang mulai membuatnya gelisah adalah dia tidak bisa berhenti menatap Anna. Sesuatu yang sejak tadi mengintip lewat dress yang dikenakan Anna semakin membuat duduknya gelisah.

"Well, aku ingin berbicara lebih lanjut, tapi kantor ini sangat tidak nyaman untuk berbicara santai," ucap Mr. Smith.

Anna menyeringai dalam hatinya. Dewi batinnya muncul sambil mengangkat dagu tinggi dan mengatakan, 'Kau mendapatkannya, Anna Smith.'

Anna berdehem sambil memasang wajah polos.

"Lalu, apakah ada tempat lain yang lebih nyaman dari kantormu yang sangat luas ini, Mr. Baldwin?" tanya Anna. Dia mengganti posisi duduknya dengan bergantian memangku kakinya.

Mulut tuan Baldwin terbuka. Ia kembali menelan saliva. "Ada tempat bersantai di lantai dua puluh satu. Jendela luar dengan pemandangan indah, mau ke sana?" ajak Mr. Baldwin.

Anna tidak menjawab. Dia langsung berdiri, akan tetapi matanya tak mau lepas menatap Mr. Baldwin.

"Mr. Baldwin," panggil Anna dengan suara menggoda.

Mr. Baldwin kembali bergidik geli. Dia semakin keras dan sebentar lagi mungkin dia akan meledak.

"Apa ... di lantai itu, tidak ada siapa-siapa?"

Mr. Baldwin menahan napasnya. Pertanyaan Anna seperti sebuah cemeti yang sanggup membangunkan jiwa mudanya.

"Apa aku juga harus meliburkan semua kariyawanku?" tanya Mr. Baldwin.

Anna tertawa kecil. "Aku hanya tidak ingin mereka mendengar teriakanku, atau ...." Sambil menatap Mr. Baldwin, Anna bergerak perlahan membungkuk lalu berbisik di depan wajah Mr. Baldwin, "Teriakan Anda, Mr. Baldwin."

Mr. Baldwin menelan ludahnya susah payah. Dia benar-benar sudah berada pada titik paling gila dalam hidupnya. Tidak ada gadis yang mampu membuatnya menahan kegelisahan seperti ini. Jika biasanya para wanita akan berlutut di depan kakinya sambil memohon-mohon agar dia segera menelanjangi mereka, tapi kali ini, di depan seorang Anna Smith, Mr. Baldwin harus rela menahan siksaan yang disebabkan oleh feromon dan tatapan Anna.

"Anna Smith," panggil Mr. Baldwin, nyaris lirih.

"Mr. Baldwin." Anna tersenyum dan demi Tuhan, bibirnya sangat menggoda.

Mr. Baldwin bergegas menuntun Anna memasuki lift istimewa dari dalam kantornya. Lift berjalan cepat membawa mereka ke rooftop di mana Mr. Baldwin bisa memenuhi hasratnya kepada seorang Anna Smith.

__________________

Please give a a Vote :)

Dreamer Queen

Ayoo~ tekan VOTE-nya ;) Oh ya, sekedar info, NOVEL ini bernuansa Romansa Dewasa, jadi beberapa bagian akan menyuguhkan adegan dewasa. Hal-hal yang berhubungan dengan konten kekerasan, rokok, alkohol dan seksualitas (explicit) pastikan kamu sudah 18+ ya Dear ;)

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status