Share

Bab 4 : Kenyamanan.

Saat sampai di dalam kamar, Cinta langsung membuka baju Riski dan mengobati memar yang ada di dada majikannya. Riski menggigit bahu Cinta, karena merasa perih saat diobati oleh perawatnya. Cinta sontak terkejut dan memilih tetap diam saat bahunya digigit oleh Riski. Ia tetap fokus mengobati memar di dada Riski, sambil menahan sakit di bahu karena gigitan sang Majikan.

Riski tiba-tiba melepaskan gigitan tersebut dan mengelus bahu Cinta sambil menangis. Ia merasa bersalah telah melukai perawat yang melindunginya dari segala siksaan tadi.

"Sakit ya? Maaf," ucap Riski memeluk Cinta dengan erat.

"Tidak apa, jangan menangis," balas Cinta yang tiba-tiba membalas pelukkan majikannya dan menenangkan Riski yang tengah menangis.

Pria tersebut melepas pelukkan dan menghapus air matanya, lalu ia membuka sedikit baju gadis itu untuk melihat keadaan bahu perawatnya. Terlihat bekas gigitan yang cukup dalam dan memerah di bahu Cinta. Ia mencoba untuk mengobati bekas gigitan itu, namun perawatnya malah menahan tangan Riski sambil tersenyum.

"Tidak apa, lebih baik pakai bajunya. Kita jalan-jalan ya," ucap Cinta sambil mengusap rambut Riski.

Hal itu yang paling disukai oleh Riski, karena ia begitu nyaman, saat di sentuh oleh perawat barunya yang begitu cantik.

"Tap--," terpotong saat Cinta memberikan baju kepada majikannya.

"Ganti bajunya Tuan," sambung Cinta sambil merapikan mainan Riski yang berserakan di dalam kamar.

"Panggil aku Kakak, karena Ayah dan Ibu tidak ada disini, Cinta." balas Riski sambil memajukan bibirnya layaknya anak kecil yang sedang marah pada orang dewasa.

"Ah iya aku lupa, hehe," jawab Cinta terkekeh pelan sambil memasukkan mainan Riski ke dalam keranjang.

Riski hanya tertawa dan berdiri membuka celana-nya di depan Cinta. Sontak gadis tersebut langsung menutup matanya, karena kaget melihat majikannya yang mendadak membuka celana di hadapannya. Cinta gadis normal, yang kapan saja bisa memikirkan pikiran kotor dan tergoda dengan, Riski. Apalagi tubuh Riski benar-benar sangat menggoda iman, para gadis yang melihatnya.

"Kenapa menutup mata?" tanya Riski yang begitu amat polos.

"Aku tidak boleh melihatnya, nanti aku tergoda dan mataku tidak suci lagi" balas Cinta yang keceplosan.

"Tergoda?" tanya Riski yang mendekati perawatnya setelah selesai memakai celana.

Cinta tersadar dengan ucapannya lalu wajahnya tiba-tiba memerah. Namun, ia tetap setia menutup mata dengan telapak tangannya bahkan menutupi wajahnya juga. Riski membuka tangan Cinta dan terkejut saat melihat wajah Perawatnya yang tengah memerah layaknya udang yang baru direbus.

"Wajahmu kenapa Cinta? Kamu panas ya, makanya wajah cantikmu memerah?" tanya Riski yang begitu polos.

"T--tidak," jawab Cinta yang sangat gugup saat di tatap oleh majikannya. Ditambah lagi mendengar pujian, Riski padanya.

Riski hanya mengangguk dan memanyunkan bibir tipis miliknya. Saat melihat bibir majikannya yang begitu menggoda, otak mesum Cinta pun kembali aktif. Ia menautkan bibirnya ke bibir Riski dan mengecup bibir itu dengan kecupan singkat. Riski terkejutnya bukan main, saat bibirnya tersentuh dengan bibir perawatnya. Jantung Riski berdetak sangat kuat, sehingga ia memegang dadanya, karena takut jantungnya akan keluar dari tubuhnya.

"Cinta, kenapa jantung Riski berdetak sangat cepat ya? Seperti akan keluar dari tubuh, jantung Riski seperti sedang lomba lari di dalam," tanya Riski yang bingung merasakan detak jantung yang teramat cepat.

Cinta sadar dan menjauh dari tuan-nya, lalu mengambil tas milik Riski dan memberikannya kepada tuan-nya.

"Ayo k--kita jalan, sekarang." ucap Cinta yang begitu gugup.

Riski mengangguk dan memegang tangan Cinta dengan erat. Namun, gadis itu masih terlihat kaku dan malu dengan perilakunya pada anak majikannya tadi. Tidak sepantasnya ia mencium Riski yang berstatus sebagai majikan, entahlah ia begitu merasa bersalah saat ini juga.

'Sungguh kamu memang mesum Cinta, tidak seharusnya kamu mencium Riski. Dasar Cinta, tega banget menondai Riski yang polos ini...' batin Cinta.

***

Taman Kota Bandung, 10.00 WIB.

Disepanjang perjalanan, semua mata tertuju pada Riski yang tengah berjalan sambil membawa mobil mainan dan lolipop di tangannya. Menggunakan baju seperti anak TK, dengan botol air minum di gantung dekat leher dan tas berwarna kuning. Semua orang menertawakan Riski, membuat pria itu merasa takut dan bersembunyi di belakang Perawat-nya.

"Ada apa Kak? Kok sembunyi?" tanya Cinta membalikkan badannya untuk menatap sang Tuan.

"Mereka menertawakan Riski, aku jadi takut," balas Riski yang hampir menangis.

"Tenanglah Kak, ada aku disini. Mereka tidak akan menertawakan Kakak lagi, jadi jangan menangis ya," ujar Cinta mencoba menenangkan Riski.

Tiba-tiba ada sepasang kekasih menghampiri Cinta yang saat ini bersama Riski. Sepasang kekasih itu tertawa dan memegang baju yang dipakai oleh Riski. Cinta menepis tangan mereka dan menyuruh Riski untuk bersembunyi di belakangnya.

"Astaga sudah besar, tapi tas-nya masih seperti anak TK," ucap seorang pria sambil tertawa.

"Lihat style-nya dih, umur Lo udah tua bro masih juga berpakaian kaya anak kecil, lo gila ya? Aneh banget jadi cowok, muka aja yang cakep. Tapi style aneh banget..." sambung kekasihnya dan ikut tertawa.

Cinta menatap tajam sepasang kekasih itu, lalu mendorong mereka agar menjauh dari Riski. Karena ia paham, Riski mulai merasa risih dan takut saat didekat mereka. Riski meremas baju yang digunakan Cinta dan menyembunyikan wajahnya di punggung sang perawat.

"Haha lo membela orang gila ini? Hello, lo gadis yang sangat cantik, emangnya Lo mau dibully sama orang-orang, karena berpacaran sama pria yang memiliki kelainan? Dia pria aneh, dan tidak pantas dijadikan pacar..." tanya pria yang menertawakan Riski.

"Tau nih mau dibully, dan dikucilkan semua orang? Kalau gue sih ogah banget..." sambung kekasih pria tersebut.

"Atau jangan-jangan dia sudah menguna-guna diri lo ke dukun santet? Astaga, lebih baik Lo secepat mungkin cabut guna-guna itu dan mata Lo pasti akan terbuka lebar," teriak pria yang menarik tas Riski.

Cinta kembali menepis tangan pria tersebut. "Kalau gue pacarnya, kenapa?! Apa hak kalian berdua? Jangan ikut campur urusan orang lain! Urus saja kekasih Lo ini! Tuh lihat masa ada bekas alat untuk menampung cairan putih di dalam tas-nya! Malu dong!" bentak Cinta sambil menunjuk ke arah tas gadis yang berstatus kekasih pria yang berteriak padanya.

Pria itu mengambil tas kekasihnya dan memang benar ada 2 alat yang berisi sebuah cairan di dalam tas kekasihnya, yang dilihat oleh Cinta hanya satu karena terlihat di samping tas gadis itu.

"Wah ada satu lagi, lebih parah dia dari pada kekasihku. Jadi, jangan main membully dan menjelek-jelekkan kekasih gue lagi!" bentak Cinta dan membawa Riski menjauh dari sepasang kekasih tersebut.

Riski hanya menunduk dan menggengam erat tangan perawatnya. Mereka memilih untuk duduk di kursi taman sambil main-mainan yang dibawa oleh pria tampan itu dari rumah. Cinta memperbaiki mobil yang rusak karena di duduki Riski, setelah selesai memperbaikinya ia memberikan mainan itu pada Riski.

"Kak, apa kamu pernah bersekolah?" tanya Cinta yang penasaran dan ingin tau kisah Riski.

"Aku sudah lulus sekolah, dengan nilai yang sangat bagus," balas Riski dengan antusias saat ada seseorang menanyakan tentang pendidikan-nya.

"Wah benarkah?" ucap Cinta yang kaget dan langsung bertepuk tangan, karena kagum pada pria itu.

Riski menunduk dan langsung terdiam, saat ingatan masa-masa saat ia bersekolah terlintas dipikirannya. Ia langsung mengigit bahu Cinta kembali yang belum sepenuhnya pulih.

"Argh,"batin Cinta.

Cinta memegang bahu Riski dan menenangkan tuannya yang sedang tertekan. Riski semakin keras mengigit bahu perawatnya, hingga mengeluarkan sedikit darah.

"Kak, tenanglah jangan terlalu dipikirkan. Maafkan aku jika sudah menyinggung tentang pendidikan Kakak," ucap Cinta dengan begitu lembut.

"Nilaiku bagus, tapi tidak ada yang mau berteman denganku. Orang-orang yang ada di sekolah, selalu membully ku dan menyiksa tubuhku. Katanya aku pria yang aneh dan tidak pantas berada di sekolah." balas Riski yang menangis.

"Aish! Mereka mah takut kalah saing sama Kakak, soalnya Kakak ganteng plus pintar, jadi mereka iri karena tidak bisa menandingi Kakak," ucap Cinta menyemangati Riski dan menenangkannya.

"Benarkah?" tanya Riski yang melepas gigitannya dan menatap Cinta dengan tatapan bahagia.

"Benar, percayalah padaku! Aku akan berusaha membuat Kakak bersikap sesuai dengan umur Kakak sekarang. Jadi jangan sedih dan jangan pesimis," jelas Cinta yang tersenyum dan mengusap rambut Riski dengan lembut.

Akhirnya pria itu tersenyum juga dan memperlihatkan senyum manis miliknya. Ia bertepuk tangan lalu mencium pipi gadis itu sekilas, membuat Cinta seketika mematung dan wajahnya kembali memerah.

"Cinta memang malaikat penyelamat Riski," ucap Riski yang begitu bahagia ada di dekat Cinta.

Gadis itu ikut tersenyum dan mengusap rambut Riski. Inilah yang paling ia tunggu selama bertemu Riski, ia hanya ingin melihat senyum bahagia terukir di wajah Riski.

***

Bandung, pukul 16.00 WIB.

Cinta dan Riski memilih untuk pulang, karena hari sudah semakin sore. Saat tiba di rumah langkah Riski terhenti saat melihat kedua orang tuanya, sedang menatapnya dengan tatapan tajam, sedangkan Adam tersenyum pada adiknya dan menghampiri Riski.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Adam yang merindukan adiknya, padahal belum sehari dia meninggalkan Riski dirumah.

"Baik Kak," balas Riski sambil tersenyum.

Adam memegang tangan adiknya dan tiba-tiba Riski merintih kesakitan, saat tangannya disentuh sang Kakak. Adam pun menatap tangan Riski yang di penuhi memar lalu menatap kearah kedua orang tuanya.

"Ayah dan Ibu melukai adikku lagi?" tanya Adam yang menatap kedua orang tuanya dengan tatapan tidak terima, atas perbuatan mereka pada Riski.

"Dia yang salah, makanya di hukum," balas tuan Bima sang Ayah.

"Dia juga anak Ayah dan ibu, perlakukanlah adikku seperti manusia, bukan seperti binatang!" bentak Adam yang sudah kesal dengan kedua orang tuanya.

"Dia juga yang salah, makanya Ibu dan Ayah menghukumnya. Jika dia berlaku baik, ayah dan ibu tidak akan memukulnya." sambung sang Ibu.

"Aku sudah melakukan apa yang kalian mau! Tapi apa susahnya menuruti kemauanku ha?! Cukup perlakukan adikku layaknya sebagai seorang anak! Dia juga anak kandung kalian paham! Bukan binatang! Bahkan binatang lebih menghargai anaknya dari pada kalian!" bentak Adam yang benar-benar kesal dan sudah terbalut emosi.

"Bawa adikku masuk ke kamar, mulai hari ini kamu tinggal di sini. Sudah aku diskusikan dengan mereka berdua, dan kami sepakat agar kamu tinggal disini..." sambung Adam dan meninggalkan rumah, karena kesal pada kedua orang tuanya.

Cinta mengangguk dan membawa Riski masuk ke dalam kamar. Kedua orang tua Riski hanya diam dan melanjutkan aktivitas mereka. Setelah sampai di kamar Riski mengambil handuk dan langsung ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

"Kak, jangan lupa bawa bajumu dan pakai di dalam kamar mandi, paham?" jelas Cinta yang meletakkan tas Riski di meja belajar.

Riski mengangguk dan masuk ke dalam kamar mandi. Cinta duduk di sofa kamar majikannya sambil menatap bahunya yang banyak bekas gigitan Riski. Ia mengoleskan salep ke bahu dan menutupnya kembali saat melihat Riski keluar dari dalam kamar mandi. Gadis itu berdiri dan mengambil handuk untuk mengeringkan rambut tuan-nya.

Ia mengambil hair dryer agar lebih cepat mengeringkan rambut Riski yang duduk di depannya. Tiba-tiba kepala Riski bersandar ke perut Cinta dan saat ia menatap Riski, ternyata pria itu sudah tertidur pulas. Cinta tersenyum dan merebahkan pria itu di kasur, tak lupa ia menyelimuti, Riski. Setelah itu, dia keluar dari kamar Riski dan meminta izin untuk mengambil barang-barangnya di rumah sewa miliknya.

***

Malam hari, pukul 20.00 WIB.

Semua keluarga sudah duduk di meja makan sambil melahap makanan yang sudah disediakan oleh asisten rumah tangga mereka. Kedua orang tua dan kakaknya Riski makan dalam keadaan diam. Ibunya tidak sengaja menumpahkan air panas yang ada di gelas miliknya ke tangan anak bungsu-nya.

"Aaaaa, Cinta tangan Riski panas," teriak Riski.

"Astaga Tuan," ucap Cinta yang kaget dan langsung meniup tangan majikannya, ia memberikan salep agar tidak membekas di tangan tuannya.

Adam terkejut dan menghampiri adiknya. Sedangkan ibunya hanya diam dan tidak merasa bersalah atas perbuatannya.

"Ibu apa-apaan sih?" tanya Adam dengan nada kesal.

"Gak sengaja, dia aja yang lebay," balas sang Ibu.

"Lebay apanya?! Lihat tangannya memerah, ibu benar-benar tidak memiliki perasaan sama sekali!" balas Adam dengan nada tinggi.

"Adikmu lebay, ibumu juga tidak sengaja'kan," sambung sang Ayah yang acuh pada anak bungsu-nya.

Adam menggelengkan kepalanya dan membawa Riski langsung ke rumah sakit. Cinta mengikuti dari belakang dan duduk di samping Riski yang sedang menangis. Pria itu bersandar ke bahu Cinta sambil memegang tangannya, gadis itu menggenggam tangan Riski. Alasan Adam membawa adiknya ke rumah sakit bukan hanya untuk mengobati tangan yang terkena air panas saja. Ia ingin sekali agar Dokter memeriksa kondisi tubuh adiknya yang dipenuhi memar, ia takut ada luka serius dalam tubuh Riski.

Dokter pun memeriksa Riski dan mengobati lukanya. Cinta dengan setia menemani majikannya di dalam ruang periksa agar Riski tidak takut saat diperiksa. Setelah selesai Dokter keluar dan bertemu Adam yang berdiri di depan ruangan.

"Untunglah hanya memar, jadi jangan terlalu khawatir. Sepertinya gadis yang bersama Riski begitu mengkhawatirkan adikmu, Dam." ucap Dokter tersebut.

"Dia Perawat baru adikku," balas Adam.

"Wah baru pertama kali ini, seorang Perawat bertahan dengan Riski," sambung Dokter.

"Iya Dok, dia begitu menurut dengan Perawat barunya. Dia juga sepertinya sudah dekat dengan gadis itu," jelas Adam yang tersenyum.

"Jika selalu diberi perhatian dan kasih sayang lebih dari gadis itu, kemungkinan adikmu akan sembuh dari sindromnya," jelas Dokter.

"Benarkah?" tanya Adam yang bahagia mendengar adiknya bisa kembali normal seperti pria yang di luar sana.

"Hmm, soalnya tidak biasanya'kan Riski mau datang ke rumah sakit, mulai ada perubahan sedikit," ucap Dokter tersebut dan langsung meninggalkan Adam yang berada di depan ruangan sang Adik.

Pria itu berpikir dan membenarkan ucapan Dokter tadi. Baru kali ini adiknya tidak memberontak saat di bawa ke rumah sakit. Adam membuka pintu ruang periksa dan melihat Riski yang sedang tertawa bahagia saat digelitiki oleh Cinta. Ia ikut bahagia dan menutup kembali pintu ruangan tersebut, untuk membayar biaya rumah sakit adiknya di meja administrasi. [.]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status