Aku pun meninggalkan Kirana dengan melangkah ke posisiku di sebelah kiri panggung atau sebelah kanan dari arah penonton. Aku melambaikan tangan ke arah massa yang disambut gemuruh sorak-sorai majelis SOUNDRENALINE Music Fest.
“Che!” sang MC memperkenalkanku.
Kru Ryg’—yang mayoritas—sendiri berasal dari sebagian karyawan Inferno Music Studio dan beberapa tetangga di Dukuh Kertajaya. Pay, yang sehari-hari menjadi tukang parkir, kini mendapat giliran menjaga equipment-ku. Diserahkannya gitar bass Ibanez kepadaku yang aku yakini sudah disetelnya dengan baik beserta amplifier Messa/Boogie-nya.
Anggota kru yang pertama-pertama naik panggung itu membongkar peralatan yang sudah tersedia di panggung, lalu menggantinya dengan peralatan yang kami bawa sendiri. Aku menghargai Pay dengan memberinya dua jempol.
Aku pun mulai check sound dengan membetot dawainya. Mak jlem! Bunyinya menggelegar hingga gelombangnya menerpa pepohonan hin
MUSIK, cewek, dan alkohol!Ya! Cukup dengan kombinasi maut itulah yang diperlukan untuk membebaskan kegilaan kaum adam. Dan persis seperti itulah yang aku lakukan sekarang. Aku mabuk di tengah empat cewek seksi yang tengah kesurupan dentuman irama musik.
AKU bersumpah tidak akan lulus dari kampus ini dengan status jomblo! Demi masa! Aku berjanji tahun ini, aku mesti punya gandengan. Di hadapan pintu gerbang kampus yang agung, aku berikrar tahun ini wajib punya satu.Sudah tiga tahun aku berkuliah di Clover Leaf University of Surabaya (Clofus) ini. Universitas Semanggi Suroboyo, bahasa Indonesianya. Biar keren aja pake bahasa linggis. tiga puluh enam bulan lamanya aku gagal punya pacar. Sederet target, nihil realisasi. Dan tahun ini, tahun keempat, tahun pamungkasku sebelum menyandang gelar sarjana.
AKU semakin bersemangat saja masuk kampus. Kuberanikan diri melangkahkan kaki lebih dekat ke arah gerbang. Agak jauh di hadapan, terlihat sekelompok perempuan berbondong-bondong hendak masuk ke halaman fakultas. Mereka terbahak-bahak. Entah apa yang menjadi bahan kasak-kusuknya?Baru saja sampai regol fakultas, aku melihat gerombolan pejantan liar berlarian menghambur. Kelompok betina pun mengalah memberi jalan. Di antara kawanan itu, salah satunya menebar hawa memikat. Feromon satu ini sudah aku kenali pemiliknya. Rupanya, para pejantan lainnya pun merasakan hal yang sama. Mereka dengan kompak memelototinya.
HARI pertama kuliah di Cloverleaf University of Surabaya aka Clofus, seperti biasanya, tidak ada perkuliahan. Di setiap bagian depan ruang kelas, berkerumun mahasiswa dan mahasiswi. Bagi mahasiswa baru, mereka ribut dengan siapa mereka bakal menghabiskan waktu mereka di kelas. Mereka tampak menatap deretan papan tulis yang tertempel berlembar-lembar kertas di tengah lobi. Jari-jari telunjuk terlihat menyisir tabel-tabel. Di sana, tertera nama-nama mata kuliah dan dosen pengampunya.
JALAN Dharmahusada ini padat seperti biasanya. Maklum, selain terletak di pusat kota, kawasan Dharmahusada ini diapit dua gedung raksasa, yaitu RSUD dr Soetomo dan Universitas Airlangga. Mobil, bus, sepeda motor, becak, dan para pelajar memadati kawasan ini.Kemudian, mataku menangkap sesuatu yang menarik. Aku melihat ada mobil Toyota Avanza hitam terparkir di bawah pohon tabebuya kuning. Mungkin karena warna kontrasnya, - hitam dan kuning – perhatianku tertuju ke sana. Tapi, tidak ada aktivitas.
KELURAHAN Kertajaya dan Kelurahan Juwingan ini dibelah kali buatan selebar 3 meter sebagai pemisahnya. Amelia sendiri tinggal di Juwingan. Layaknya kali di perkampungan pada umumnya, banyak sampah mengapung seperti bungkus makanan, pembalut wanita, hingga helm. Anak-anak kampung pun suka buang air besar di kali ini. Aku sendiri tinggal tepat di seberang kali itu.Kali ini, aku melihat bocah-bocah itu tengah dolan di kubangan yang mulai surut di pinggir kali. Dengan ingus yang menjuntai, mereka dengan riang bermain separuh telanjang di bawah payungan pohon kersen. Memang, malam sebelumnya hu
SEPANJANG perjalanan balik ke Kertajaya, aku berkhayal tengah menyanyikan lagu cinta di tengah rinai hujan untuk Juleha. Dari balik jendela, Juleha menyambut lantunanku dengan berjoget ala India. Sungguh syahdu, hingga tak terasa sudah hampir sampai di Warkop Cak Lamis.Konon, kisah ibuku, orang-orang yang tinggal di Kertajaya maupun Juwingan sekarang ini merupakan keturunan para ahli beladiri silat dan tinju.Bapakku sendiri bukan orang asli Surabaya, melainkan kelahiran Yogyakarta. Beliau sehari-hari berprofesi sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Bapakku sendiri berpangkat kapten, dan kini sedang bertugas di Papua.Beliau memang jarang sekali pulang. Bahkan setahun cuma sekali. Kami semua ikhlas merelakan bapak bertugas menunaikan tugas negara. Menjaga perdamaian, katanya. Di Papua sana, memang masih ada kelompok-kelompok separatis.Desas-desus menyebutkan, Juwingan – Kertajaya adalah tempat bagi orang-orang terbuang pada masa lampau
HUJAN baru saja berhenti dan hari ini sudah mencapai akhirnya. Malam sudah larut. Jarum jam menunjukkan pukul 11.45 WIB. Aku sendiri masih terjaga di kamar sambil bermain gim Mobile Legends. Entah sudah berapa lama aku bermain gim laknat ini. Di tengah keseruan mempertahankan markas, mendadak ada telepon masuk via WhatsApp. Bazenk!Ada nama Kentung tertera di layar. Kujawablah panggilannya itu. Dia menyuruhku untuk membawa gitar ke ujung gang. Kata Kentung, ada Culex dan Santos dan beberapa orang lainnya. Aku mengiyakan dan langsung away f