Share

Bab 7 : Ceo Sialan!

Tepat jam 7 pagi, aku sudah berada di gedung Syarend grup dan menerima beberapa wawancara terakhir. Pertanyaannya tidak terlalu melalahkan hanya saja aku sangat membutuhkan asupan makanan setelah seluruh pikiranku yang dengan bodohnya terkuras habis untuk menjawab pertanyaan mereka. Apa mungkin aku terlalu waspada sampai seperti ini? Tapi, ini lebih baik dari pada aku berleha-leha bukan?

Kami pun harus  untuk menunggu untuk pengumuman seleksi akhir dalam dua jam ke depan. Jadi, aku masih memiliki waktu untuk mencari warteg dan bersantai-santai di sekitar gedung ini. Sekaligus mencoba mengobati kegundahan hatiku yang tak kunjung usai karena aku harus terus-terusan mencemaskan dua kata yang membuatku tak bisa bersantai yaitu diterima atau tidak?

"Dara!" Seseorang memanggilku dan aku melihat Okta datang. Ah, kenapa sih ia harus datang menemuiku di saat seperti ini? Apa ucapanku yang kemarin itu tidak cukup? Ia datang kemari apa mungkin masih sanggup menggunakan alasan sebuah pertemanan?

Dengan malas-malas, aku pun datang menghampirinya. "Ngapain kamu ke sini?" tanyaku dengan kesal dan Okta seperti sudah biasa dengan sikapku yang terkadang ketus melebihi emak-emak.

Lalu, ia menyodorkan kotak makanan dan minuman kesukaanku. "Kamu pasti lapar, jadi aku bawa ini," katanya yang segera ku sambar makanan itu. Ini tidak akan membuat satu harapan bermunculan, karena bagaimana pun kita telah berteman lebih dari 5 tahun.

"Ini kan ayam geprek kesukaanku," pekikku yang kenyataannya sudah lama tidak makan ayam. Seolah rindu makanan enak, mulutku benar-benar berkhianat sekarang dan aku pun segera duduk dibangku yang ada di depanku. Pertama, aku meminum jus alpukat kesukaanku, lalu mulai melahap ayam geprek.

"Gimana? Enak nggak?" tanya Okta, yang membuatku menoleh dengan mulut penuh. Aku nyengir dan mengangguk dalam bersamaan. Ia pun menyodorkan jus alpukat, seperti asisten pribadiku saja. Begitulah Okta, ia selalu memperhatikanku dan mengutamakanku. Hanya saja, ini tidak akan bertahan lebih lama lagi, saat mereka bertunangan aku akan berlahan menjauh agar kak Disa tidak terus-terusan mencurigaiku.

"Dari mana kamu tau gedungnya di sini?" Syahrend grup kan bergerak diberbagai bidang dan hal ini membuat mereka memiliki banyak cabang di satu kota.

"Syahrend kan perusahaan besar dan terkenal, jadi gampang nyarinya." 

Benar juga, hal ini seketika menyadarkan aku. Kenapa aku begitu nekat untuk mencoba melamar diperusahaan ini ya? Keminderan segera menguasaiku, tapi tidak apa-apa, meskipun akhirnya sia-sia karena standart mereka begitu tinggi.

Aku masih melahap makananku sampai ketika sebuah mobil lemosin parkir di depanku dan seseorang keluar dari sana seperti adegan film action. Gagah, perkasa, karismatik, ganteng dan tajir dan aku tau siapa cowok itu! Regan, ceo perusahaan ini yang terkenal tak peduli kecuali dengan perusahaan dan apa pun yang membuatnya mendapatkan untung banyak. Aku melihatnya saat wawancara kemarin, semua karyawan segan kepadanya. Membuatku sedikit kesal saja, kenapa harus bertemu dengan orang yang sangat tidak asyik sepertinya!

Hanya saja, kenapa tiba-tiba ia berhenti di hadapan kami. Memandang kami bergantian dengan tatapan tak sukanya. "Aku pikir kalian memilih tempat yang salah. Jika kalian terus di sini, maka kalian akan merusak pemandangan kantorku," katanya yang kemudian pergi. 

Aku terdiam sampai Okta menggoyang-goyang tubuhku. "Kamudenger tadi?" kataku dan Okta mengangguk membenarkan.

"Kita dikira kencan." Okta tertawa, aku yakin dia merasa besar kepala. Hanya saja, apa itu semua? Bagaimana bisa, dia berkomentar seenak jidatnya!

"Jadi, tu cowok kepoan, nyebelin!" kataku kesal dan kali ini Okta tertawa keras. Jelas Okta tahu kalau aku benci sama orang yang suka ikut campur urusan orang, terutama cowok.

Pikir saja, cowok jadi biang gosip dan mulutnya ember kayak cewek, sama sekali tidak pantas! Aku pun menemukan satu kelemahan seorang Regan, kepo parah! Cowok yang katanya paling sempurna seentero kota dia juga memiliki hal yang memalukan seperti ini. Jadi memang benar

sejatinya kalau setiap manusia itu punya kekurangan.

“Mendingan kamu pulang deh, aku malas digosipin dan mulai dari sekarang jangan coba buat nemuin aku diam-diam seperti ini. Kamu harus menjaga perasaan kak Disa,” kataku yang begitu jelas.

“Tap-“

“Tapia pa? jangan merengek dan mengeluh jika ini bukan keinginan kamu. Kita sudah tua, jadi berhenti untuk mencari alasan dan hadapi pilihanmu!” tekanku.

“Seandainya aku bilang sama mama kalau yang pengen aku nikahin itu kamu … apa kamu mau?’

Sungguh, ini kalimat apa lagi? Okta semakin tidak mengerti situasi? Bagaimana ia membahas sesuatu yang rahasia ini di depan umum seperti ini?

Aku pun berbalik dan menunjukkan seluruh kekesalanku. “Okta, apa kamu seorang anak SMA? Bukankah kamu tau apa yang akan terjadi setelah kamu melakukan itu? Aku sedang tidak ingin terlibat cinta dengan cowok mana pun. Aku hanya ingin fokus pada bagaimana menghidupi keluargaku. Jadi, aku harap kamu bisa mengerti perkataanku yang cukup jelas ini dan jangan lagi menemuiku sendirian, aku nggak mau kak Disa salah paham, okay!”

Aku membalikkan badan dan masuk kembali ke dalam gedung. Tiba-tiba saja kepalaku merasa pening. Benar-benar, mengurusi Okta saja sudah membuatku pusing, apa lagi pekerjaan? Tapi, pusing pekerjaan bukannya lebih baik karena kita dibayar, dari pada memusingkan Okta dna kak Disa yang jujur saja keduanya sangat menyebalkan.

“Kamu!” Seseorang memanggilku dan aku tahu ia bagian HRD.

“Iya pak, ada apa ya?” Aku belum resmi menjadi karyawan perusahaan ini. Kenapa orang ini memanggilku seperti aku adalah karyawan di sini.

“Ada pesan dari pak Regan, katanya kalau mbak niat cari pacar diperusahaan ini, mending mbak pulang saja,” katanya yang tentu membuatku malu sekaligus marah.

Malu karena ditertawai beberapa orang yang lalu lalang dan marah karena merasa betapa keponya makhluk bernama Regan itu. Ah, benar-benar sepertinya dikehidupan sebelum ini, ia punya dendam kepadaku dan membalasnya sekarang.

“Pacar apa sih pak? Itu tadi temenku,” elakku dan pria ini pun tertawa.

“Oh iya, terus kata pak Regan nggak boleh makan di depan kantor karena memperburuk pemandangan kantor,” lanjutnya yang membutaku ingin mencekik satu manusia ini sekalian.

“Iya, saya mengerti pak,” kataku yang segera berbalik.

Sungguh, ini bukan hari pertamaku tapi aku sudah ditempa dengan hal memalukan seperti ini. Bisa-bisanya manusia berjenis kelamin cowok itu mengkritik dan mempermalukanku! Awas saja, aku akan membuktikan kalau aku datang kemari bukan hanya memiliki maksud lain selain mencari uang dan menjadi karyawan yang baik.

Aku berjalan sembari terus mewaspadai setiap sudut dan tempat. Entah mengapa, aku merasa Regan sialan itu mencoba mengawasiku disuatu tempat yang tak bisa ku lihat. Benar-benar manusia menyebalkan dan aneh.

Aku pun hanya bisa mengatur napas dan mengelus dadaku karena aku selalu merasa kesal bukan main dengan tipikel cowok pengkeritik sepertinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status