Share

Bab 8 : Kandang Harimau

Tidak ada hal yang menyenangkan, saat aku bangun yang seharusnya dipenuhi dengan segala hal urusan rumah tangga mulai dari mencuci piring, masak hingga membersihkan ruang tamu. Semua itu menjadi rutinitas pagiku yang melelahkan karena baik mama dan kak Disa tidak bisa diandalkan untuk melakukan hal ini. Hal ini terkadang membuatku bersyukur karena kak Disa akan bersama Okta, sehingga ia tidak akan menjadi bahan olokan ketika ia tidak bisa melakukan semua pekerjaan rumah. Lagi pula keluarga kita sudah jatuh, tidak mungkin teman-teman ayah mau menjodohkan anaknya dengan kami?

Lagi pula, aku juga tidak begitu mementingkan pernikahan dengan pria berada. Cukup pria yang memahami diriku dan keluargaku dengan baik. Hanya seperti itu, tapi pastinya hal ini akan berjalan cukup lama karena pria seperti itu sangat jarang ku temukan.

Aku masih memasak, saat tiba-tiba notifikasi handphoneku berbunyi dan aku melihat sebuah email, aku menemukan nama Syahrend grup di sana dan aku benar-benar lolos seleksi akhir. Aku pun bersyukur karena sepertinya keterpurukan ini tidak akan bertahan lebih lama.

Hari ini juga, aku akan memasuki dunia perkantoran dan menjadi karyawan tetap dengan gaji yang lumayan. Aku tidak akan peduli dengan seberapa beratnya, aku hanya memikirkan bagaimana keluargaku bisa menjadi lebih baik.

“Kak Disa, mama, ayo makan!” teriakku yang sudah menyiapkan semua makanan. Satu persatu mereka muncul, dengan papa yang di dorong dengan kursi roda oleh mama.

Kamu duduk di antara meja makan yang tidak sebesar dulu lagi, tapi cukup leluasa untuk acara makan kami bersama. “Kamu kelihatan senang, apa sesuatu terjadi?” tanya papa yang memang sering kali memperhatikanku.

Aku pun tersenyum. “Aku keterima di Syahrend grup pa, doain ya Dara terus bertahan,” kataku yang merasa jika sudah mencapai sesuatu, mempertahankannya itu lebih sulit dari pada mencapainya.

“Serius? Wah, kedua anak mama ini memang bisa diandalkan ya. Tak lama lagi, kita bisa kaya seperti dulu,” kata mama dan diangguki oleh kak Disa, hanya aku dan papa yang merasa tak nyaman.

Setidaknya kita tidak kekurangan, itu sudah cukup. Terlalu jauh untuk berpikir kita bisa menjadi kaya seperti dulu karena perjuangan papa tidak hanya dua atau tiga tahun. Namun, puluhan tahun mulai dari kami kecil sampai sebesar ini.

“Ma, yang penting kita tidak susah untuk makan. Papa harap, mama atau Disa untuk berhemat. Tidak enak juga, keluarga Obi sudah menanggung hutang-hutang kita, tapi kalian masih tidak suka berhemat.” Papa mencoba untuk memperingatkan mereka berdua, sepertinya papa tahu mama membeli beberapa tas dan sepatu baru untuk kak Disa dengan perhiasan mama. Alasannya, agar kak Disa tidak malu saat bekerja diperusahaan Okta, apa lagi ia akan bertunangan dengan Okta nantinya.

Hanya saja, keduanya tidak benar-benar berpikir, jengan penampilan seperti itu jika tante Maya atau om Obi memperhatikan, bahkan itu Okta. Mereka pasti akan berpikir macam-macam, kalau kami tidak benar-benar berhemat dan memikirkan bagaimana menangani hutang kami.

“Sudah lah Pa, ini juga untuk kebaikan kita. Mama, tidak ingin Disa malu dihadapan orang-orang yang tahu jika Disa sebentar lagi akan menjadi menantu mereka,” bela mama dan pasti akan seperti itu.

Papa menghela napas. “Kalau mama memang berpikir seperti itu, maka tidak apa-apa. Tapi, seharusnya mama juga berpikir tentang Disa juga. Ia juga butuh baju baru untuk bekerja, selama ini uang tabungannya yang sering kita pakai,” kata papa yang membuat mama memandangku tak enak. Secara tidak langsung papa berkata jika selama ini sudah menggunakan uangku sampai menipis, sementara mama masih memiliki simpanan perhiasan yang ia keluarkan untuk membeli baju kak Disa.

Semenjak dulu, aku sudah terbiasa dengan mama yang lebih memperhatikan kak Disa dibandingkan diriku. Jadi, hal yang terjadi saat ini aku akan menganggapnya sebagai hal yang wajar.

“Aku sudah punya kok, Pa. Kemarin baru beli dan aku sudah selesai makan,” kataku yang langsung berdiri. Aku tidak akan mengatakan jika aku baik-baik saja, hanya saja berharap pada sesuatu yang tak pasti akan selalu melukai diri. Jika mama memiliki niat baik untuk memperbaiki hubungan ini, maka mama sudah melakukannya. Namun, tahun demi tahun telah berlalu dan mama masih tetap sama meskipun aku telah lama meninggalkan rumah untuk kuliah di luar kota.

Papa menatapku prihatin dan mama merasa tidak nyaman, hanya kak Disa yang tidak peduli dengan semua ini. Mungkin, takdirku memang seperti ini, tapi aku sudah tidak perlu menghiraukannya lagi. Aku hanya ingin papa cepat sembuh dan tak terlalu memikirkan apa pun lagi karena setelah ini aku akan memenuhi kebutuhan keluarga ini dengan gajiku.

---***---

Polusi Jakarta bukan lagi sebuah omongan belaka, pukul setengah tujuh pagi aku harus menghadapi hiruk pikuk kota yang begitu padat. Ini hari pertamaku dan aku tidak boleh terlambat, mengingat ceo ku itu pandai mencibir, bahkan mempermalukan orang. Bisa-bisa kalau aku terlambat dihari pertamaku, ia akan mempermalukanku pada karyawan seisi kantor. Itu sangat menyebalkan sekali.

Dengan berjalan cepat, setelah menaiki bus. Aku pun berupaya agar tidak terlambat. “Masih tersisa 10 menit lagi dan gedung kantor sudah terlihat.

Tiiit

“Astaga!” Aku memekik karena aku hampir saja terjungkal dan rasanya ingin memaki sosok yang bersembunyi dari balik mobil mewah yang sepertinya merk Lamborgini terlihat hitam, pasti saat malam akan seperti bayangan yang menyelinap di jalanan.

Namun, dari pada membahas semua ini. Aku benar-benar ingin mengumpatinya. “Keluar dan minta maaf!” teriakku dan pintu depan terbuka ke atas. Panjang umur sekali cowok ini, baru saja aku membicarakannya. Seperti punya telepati saja, seolah ia bisa mendengarkan apa yang aku katakan. Regan Syahrendra, kalau tidak salah itulah namanya. Aku melihatnya diprofil perusahaan.

“Kamu telah menghabiskan waktu 7 menitmu untuk mengoceh. Jangan berharap di hari pertama, kamu akan mendapat pemakluman karena karyawan baru. Aku bisa memejatmu tanpa pertimbangnya,” katanya dengan sangat sadis. Aku tidak bisa memprotes untuknya sekarang.

Aku pun berdecak dan berlari kencang meskipun aku memakai high heels. Cowok sialan itu lama-lama menyebalkan juga, ingin rasanya aku menendangnya. Untung saja aku sudah terlatih dengan high heels ini saat menjadi sales kosmetik untuk kerja paruh waktuku.

Aku pun menoleh beberapa saat, mobil lamborgini hitam miliknya mendahuluiku dan ia sengaja tak menutup kaca mobilnya. Hanya mengembangkan senyuman meremehkan itu. “Ah, menyebalkan!” gerutuku yang tidak tahan dan tidak mengerti kenapa orang itu harus memprovokasiku. Bahkan dengan wajah rupawan yang aku yakin cukup digilai para cewek di sini. Hanya saja, aku merasa ilfil dengan orang ini luar dalam. Itu akan bertahan selamanya.

Akhirnya aku sampai, dijam tujuh pas. Aku lega bukan main, meskipun napasku tersengal-sengal tak karuan. Aku pun berjalan cepat untuk masuk divisi pemasaran dan di sana aku sudah disambut oleh seseorang. “Adara?” tanyanya dan aku mengangguk.

“Iya pak, saya Adara,” kataku dan pria berkacamata dengan kumis tepal ini menelitiku.

“Apa hubungan kamu dengan pak Regan?” tanyanya yang membuatku bingung. Hubungan apa? Aku mencoba memikirkannya dengan keras.

“Maksud bapak?” Aku pun bertanya.

“Itu ka-“

“Arghhh, aku dipecat!”

Teriakkan seseorang membuat perhatian kami teralihkan. Sosok wanita yang nampak seperti model berbalut pakaian kerja berdiri dan menangis. Teman-temannya segera datang, tidak menolongnya malah sibuk dengan computer wanita itu.

“Kamu dipecat karena durasi bekerja semakin berkurang dan lebih menghabiskan waktumu untuk berdandan di setiap kesempatan. Belum lagi kencan romantis dengan Ardan, jadi selamat kalian sudah bukan lagi bagian dari Syahrend Grup. Jadi, kalian bisa berkencan dengan bebas sekarang. Sekian dan terima kasih!”

Salah satu karyawan pun membacakan pesan pemecatan yang kejam ini. Bagaimana bisa, ia memecat orang dengan tidak manusiawi.

“Kau sudah melihatnya?” Tiba-tiba suara pria berkacamata dan berkumis tebal ini menyadarkanku. Ia pun berjalan mendekat, seolah ingin berbisik kepadaku. “Selamat memasuki kandang harimau yang penuh dengan ranjau,” bisiknya yang tentu membuatku terkejut bukan main.

Apakah aku benar-benar salah memasuki tempat ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status