Share

Hearing problems

    “Sudah aku katakan padamu, jangan lagi mengulangi kesalahan yang sama. Mematikan semua kontak dan radarmu setelah menyelesaikan misimu,” teriak seorang lelaki berwajah garang yang adalah bosnya sendiri saat Scarlet baru saja sampai ke markas mereka.

    Yah, bukannya di sambut dan di puji atas keberhasilannya menyelesaikan misinya, malah dimarahi karena tidak mengaktifkan alat pelacaknya.

   Saat ocehan kasar keluar dari mulut bosnya, telinga Scarlet berdengung sehingga membuatnya tidak bisa mendengarkan dengan jelas apa yang baru saja di katakannya. Namun dia tau kalau di setiap kesalahan yang dia lakukan selalu ada hukuman yang menantinya di dalam ruangan penyiksaan itu.

    “Baik bos, aku mengerti,” ucap Scarlet seolah tau apa yang di katakan bosnya.

    Scarlet segera pergi meninggalkan bosnya, mengacuhkan perkataan yang belum terselesaikan dari bosnya.

    “Scar! Scarlet! Aku belum selesai berbicara.”

    Teriakkan dari bosnya yang memanggil namanya diacuhkannya. Nyeri yang di rasakan di telinganya membuat Scarlet tidak menanggapi panggilan dari bosnya. Ia terus berjalan menuju ke ruangan penyiksaan untuk menerima hukumannya.

   Seperti biasanya, lagi-lagi Scarlet dengan santainya masuk ke ruangan itu dan menerima hukumannya. Perih yang mencabik-cabik kulit tubuhnya sudah seperti hadiahnya saat menyelesaikan misinya. Setiap selesai dengan hukumannya, seluruh tubuh bagian belakangnya bermandikan darah yang segar.

    Scarlet keluar dari ruangan itu dengan tubuh yang lemah dan wajah yang pucat berkeringat dingin, menahan nyeri dari cambukkan besi yang tertinggal di dagingnya. Ia berjalan memasuki ruangan obat-obatan, ruangan dimana dia bisa mendapatkan obat untuk menghilangkan rasa sakitnya.

    Saat berada di dalam ruangan, wanita yang bertugas sebagai dokter untuk semua agen telah menunggunya dengan wajah cemas. Ia menghampiri Scarlet yang sudah tak mampu lagi untuk menopang dirinya sendiri.

    “Kemarilah Scar, aku akan membantumu.”

    “Pergilah! Aku tidak membutuhkan bantuanmu,” ucap Scarlet mendorong wanita itu dengan sisa-sisa kekuatannya.

     Scarlet berjalan melewati wanita itu, dan mencari sesuatu di rak obat-obatan yang telah tertata rapi semua jenis obat-obatan di dalam rak itu. Di ambilnya sebotol cairan alkohol di rak itu lalu menuangkannya ke bagian belakang tubuhnya. Melalui pakaian yang tercabik-cabik itu, cairan alkohol masuk ke dalam daging yang telah tercabik-tercabik akibat cambukkan besi.

    Scarlet menahan jeritannya begitu tubuhnya di basahi dengan alkohol. Seluruh cairan alkohol habis di siramnya ke semua luka-lukanya.

    Melihat pemandangan yang membuat ngilu semua tulang, wanita yang berdiri di belakangnya kembali mendekati Scarlet dan mengambil botol alkohol yang di pegangnya.

    “Sudah cukup Scarlet, sebanyak apapun alkohol yang kau siramkan tidak akan menghilangkan rasa sakitmu.”

    “Jangan mencampuri urusanku, pergi kau dari sini!”

    “Ini ruanganku, tempat aku bekerja. Kenapa aku harus pergi?”

    “Baik. Aku yang seharusnya pergi dari ruanganmu,” ucap Scarlet melangkahkan kakinya dengan badan yang lemas.

    “Berhenti. Kau adalah tugasku, merawat luka-lukamu adalah misiku. Sama sepertimu, jika misimu gagal atau tidak mematuhi perintah bos, aku juga akan di hukum. Dan hukuman yang aku terima sama seperti hukuman yang baru saja kamu dapatkan.”

    “Itu urusanmu bukan urusanku, dan itu juga hukumanmu bukan hukumanku.”

    Saat Scarlet melanjutkan langkah kakinya, wanita itu mengambil kesempatan di saat Scarlet lengah. Wanita itu dengan cepat menancapkan jarum suntik ke tengkuk leher Scarlet sehingga dalam sedetik membuat Scarlet jatuh ke lantai dan tak sadarkan diri.

    Seperti biasanya, wanita itu melakukan hal yang biasa dia lakukan saat Scarlet terluka. Wanita itu membersihkan semua luka Scarlet lalu menyiapkan sebotol kecil yang berisi cairan obat yang baru saja dia keluarkan dari lemari penyimpanan.

     Selama beberapa hari Scarlet belum juga sadar meskipun lukanya telah mengering dengan cepat hanya dalam waktu yang singkat itu. Beberapa kali wanita yang merawatnya mengambil sampel darahnya dan menyuntikan beberapa cairan ke dalam tubuhnya.

    Saat wanita itu sedang sibuk dengan peralatan medisnya dan memantau monitor perkembangan Scarlet yang ada di layar komputer, Scarlet terbangun. Ia membuka perlahan matanya, melihat langit-langit dinding berwarna putih.

    Ia menggerakkan kepalanya ke samping, melihat ke arah wanita yang duduk di depan layar komputer.

    Scarlet bangun dari ranjang dan melepaskan semua jarum yang menusuk di tubuhnya. Dia berjalan dengan baik, bahkan rasa sakit di lukanya telah menghilang.

    “Scar, kau sudah sadar? Bagus kalau begitu.”

    Scarlet memandangnya dengan tatapan yang dingin. Ia mendekati wanita itu dan mengangkat tubuhnya melalui kerah jubah dokter yang di pakai wanita itu.

    “Kau berani melakukan hal ini padaku? Kau pikir aku tidak akan membunuhmu meskipun aku harus di hukum lagi?” ucap Scarlet menatapnya tajam.

    “A-aku tau kau bisa membunuhku. Untuk orang sepertimu yang bisa membunuh teman yang tumbuh besar bersamamu, tidak ada apa-apanya jika harus membunuhku. Tapi saat aku meninggal, tidak ada satu orang pun yang bisa menyembuhkan luka hukumanmu seperti caraku menyembuhkannya.”

    “Darimana kau tau hal ini? Apa latihanmu juga sama seperti latihanku?”

    “Tidak. Latihanku mengembangkan obat seperti yang kau lihat. Setiap kali sahabatmu terluka, dia selalu datang kemari dan menceritakan tentangmu,” jawab wanita itu dengan mata yang berkaca-kaca.

    Emosi Scarlet berubah saat mendengar wanita itu membicarakan tentang sahabatnya. Ia melepaskan wanita itu dan membuatnya terduduk kembali di kursinya.

    “Dia juga menceritakan kalau latihannya saat itu adalah membunuhmu, dan-“

    “Berhenti! Jangan mengungkit hal itu. Katakan padaku, kali ini obat apa yang kau berikan padaku?” sela Scarlet memotong perkataan wanita itu.

    “Kenapa? Apa kau membencinya karena ingin membunuhmu, atau kau membenci dirimu sendiri?”

   “Jika ada misi untuk membunuhmu, aku akan senang menerimanya,” ucap Scarlet menatapnya tajam.

    “Baiklah, aku hanya sedikit bercanda denganmu. Kau tau sendirikan pekerjaanku ini membuatku sangat kesepian dan hanya di temani beberapa ekor tikus dan kelinci yang tidak bisa di ajak berbicara. Jadi aku hanya merasa senang karena ada orang yang mau menemaniku berbicara.”

    “Lukamu seperti biasa, aku memberikan obat yang biasa aku gunakan padamu juga. Tapi aku menemukan kejanggalan dalam anggota tubuhmu-“

    Belum sempat wanita itu menyelesaikan perkataannya, tangan Scarlet lagi-lagi telah mencengkeram leher wanita itu. Sorot matanya yang tajam menunjukkan bahwa ingin sekali dia membunuh wanita itu. Jemari Scarlet dengan kuat mencekik leher wanita itu sehingga membuatnya kesulitan bernafas.

    Kali ini Scarlet benar-benar ingin mencekik wanita itu sampai mati, tapi wanita itu berusaha mengambil lembaran diagnosis di mejanya dan menunjukkan ke hadapan Scarlet.

    Scarlet terdiam saat melihat lembaran diagnosis yang ada di depannya. Dia melepaskan cengkeramannya dan mengambil lembaran itu.

    Wanita itu terbatuk-batuk setelah terlepas dari cengkeraman yang hampir mematahkan lehernya. Dia mengatur pernafasannya agar bisa menjelaskan hasil diagnosisnya.

    “Ada masalah dengan pendengaranmu. Mungkin karena baru-baru ini kau mendapatkan sinyal suara yang keras dan tak terduga sehingga membuat telingamu kebingungan harus menerima arus suara yang lain.”

    “Jelaskan dengan bahasa yang aku pahami,” ucap Scarlet sedikit tidak mengerti dengan perkataannya.

    “Baiklah. Intinya, pendengaranmu untuk sementara ini akan sedikit terganggu. Tapi jangan khawatir, ini hanya sementara dan akan cepat sembuh selama kau tidak menerima gelombang suara yang keras selama beberapa hari ke depan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status