Share

A pair of familiar eyes

 “Kartu undangan? ... oh, ada padaku.”

    Scarlet merogoh ke dalam tasnya, berharap kartu undangannya ada di dalam tas pestanya. Dan tentu saja seperti perkataan bosnya bahwa semua persiapannya sudah di siapkan. Scarlet mengeluarkan kartu undangan berwarna gold dan menyerahkannya kepada pengawal itu.

    “Silakan masuk, Mrs. Pattinson. Maaf atas ketidaknyamanannya.”

    Scarlet berjalan melewati pintu yang telah di bukakan oleh pengawal itu. Acara pesta yang luar  biasa pengamanannya. Tentu saja hal itu harus di lakukan karena banyak orang-orang penting yang hadir di dalam sana. Suara alunan musik klasik terdengar di ruangan yang besar itu. Saat ia masuk, penerima tamu yang berdiri di samping pintu menyambutnya dengan sopan dan memberikan sebuah topeng untuk di gunakannya saat itu. Semua tamu yang ada di dalam sudah menggunakan topeng mereka masing-masing.

    Scarlet pun segera memakai topeng yang di berikan penerima tamu itu. Topeng berwarna hitam yang hanya menutupi bagian di sekitar matanya dengan pinggiran berbulu lembut dan membuat penampilannya malam itu semakin sempurna. Dia melanjutkan perjalanannya dengan santai, mencari dimana meja yang seharusnya ia tempati. Dengan topeng yang digunakannya semakin membuatnya lebih leluasa dalam bertindak, tapi membuatnya sedikit sulit untuk mengenal target yang harus ia awasi.

    Scarlet memperhatikan tulisan nama yang berada di beberapa meja. Tubuhnya yang ramping memudahkannya untuk masuk diantara kerumunan para tamu yang masih berkumpul dan berbincang-bincang. Sorot matanya terpaku pada satu titik, dimana nama Alexander tertulis di plat kartu nama yang di letakkan di atas meja. Di samping meja bundar milik Alexander terpampang juga plat kartu nama Don Carlos, Sang Mafia besar yang berkedok sebagai pengusaha terkaya di Washingtone DC. Dengan statusnya sebagai pengusaha terkaya, Don Carlos menjadi salah satu tokoh penting di negaranya. 

    Kedua target pentingnya masih juga belum hadir. Scarlet duduk menunggu di mejanya yang tidak terlalu jauh dari kedua meja targetnya. Tak lama kemudian meja milik Alexander sudah di tempati dua orang lelaki berbadan tegap dan berisi. Entah dimana Alexander yang asli diantara kedua lelaki tersebut. Don Carlos pun segera duduk dengan beberapa pengawal pribadinya yang berdiri di sampingnya.

    Acaranya segera di mulai setelah semua meja para tamu sudah di duduki. Sementara pandangan mata Scarlet tetap memperhatikan orang yang duduk di dua meja itu. Setelah acara resminya selesai. Scarlet memulai aksinya dengan berjalan mendekati beberapa tamu yang bercengkerama. Seperti dugaan bosnya kalau Don Carlos akan mendekati Alexander di acara, tapi Scarlet sedikit bingung, mana Alexander yang asli diantara kedua orang tersebut.

    Bosan dengan hal itu, Scarlet mendekati Don Carlos yang saat itu sedang berbicara dengan kedua lelaki yang salah satunya diduga sebagai Alexander. Ini kesempatannya untuk mendekati mereka, karena pengawal pribadi Don Carlos berdiri jauh dari sisinya.

    Scarlet melangkah dengan gemulainya sambil memegang segelas sampagne di tangannya. Ia mendekati ketiga lelaki yang sedang berbincang-bincang dengan serius. Rencana Scarlet di dukung oleh seorang pelayan yang sedang membawa beberapa gelas sampagne di nampannya. Pelayan itu dengan sengajanya menyenggol Scarlet sehingga membuat tubuhnya terjatuh di dalam rangkulan Don Carlos yang saat itu dengan cepat menangkap Scarlet agar tidak terjatuh. Mungkin pelayan yang menyenggolnya adalah salah satu dari agen mereka yang menyamar untuk melancarkan rencana Scarlet tanpa sepengetahuannya.

    Scarlet begitu geram dengan ulah pelayan itu yang membuatnya terlihat konyol di hadapan ketiga lelaki itu. Apalagi saat melihat setelan jas Sang mafia telah di basahi oleh sampagne miliknya.

   Beberapa pengawal pribadi Don Carlos segera mendekatinya untuk menjauhkan Scarlet dari Tuan mereka, tapi hanya dengan satu gerakan tangan yang mengambang membuat kedua pengawalnya menghentikan niat mereka.

    “Nyonya, maafkan aku. Aku tidak sengaja melakukannya,” ucap seorang pelayan dengan wajah yang penuh penyesalan.

    “Apa kau baik-baik saja?” tanya Don Carlos menatapnya melalui wajah topeng yang menutupi bagian matanya.

    Scarlet sadar kalau hal itu sedikit menguntungkannya dengan berpura-pura menjadi wanita lemah di hadapan mereka agar tidak menimbulkan kecurigaan.

    “Oh, maaf Tuan, aku sudah mengotori pakaianmu,” ucap Scarlet membersihkan cairan sampagne yang membasahi jas Don Carlos dengan jemari tangannya yang mengusap gemulai.

    “Ini bukan kesalahanmu, tidak apa-apa, Nona.”

    Scarlet berdiri dan menatap kedua lelaki yang  ada di depannya. Salah satu dari lelaki itu memiliki sepasang mata yang indah berwarna biru laut yang menyala di tengah-tengah hiasan topeng yang di pakainya. Scarlet sedikit tertegun memandang sepasang mata yang tampak tak asing baginya. Sepasang mata yang begitu tajam membalas tatapan matanya, membuat Scarlet semakin penasaran dengan wajah dari pemilik sepasang mata yang tak asing baginya. Ia memindahkan pandangan matanya ke arah lelaki yang lain yang berdiri di samping lelaki itu, semua bentuk dan garis wajah kedua lelaki itu sedang dintransfer ke dalam ingatan Scarlet untuk di simpan agar mempermudahnya menetapkan target yang tepat tanpa kesalahan lagi.

    Sementara itu alunan musik yang merdu dan lembut membuat seisi ruangan itu berubah menjadi kelas dansa. Beberapa tamu telah berpasangan dan mulai berdansa dengan pasangan mereka.

    “Nona, bagaimana kalau hari ini kau menemaniku untuk berdansa?”

    “Tentu saja, Tuan. Anggap saja ini sebagai permintaan maafku karena sudah mengotori setelan jasmu,” balas Scarlet tersenyum lalu melirik kembali ke arah kedua lelaki yang berada di depannya.

    “Tuan Alex, aku permisi sebentar. Dan untuk tawaran yang aku katakan tadi, aku harap kau bisa memutuskannya setelah aku selesai menemani gadis ini.”

    Scarlet masih menatap sepasang mata yang tampak tak asing di matanya. Sementara tangan Don Carlos telah terbuka menunggu Scarlet memegang tangannya.

    “Nona?” panggil Don Carlos membuyarkan pikirannya.

    Scarlet meletakkan jemari tangannya, membiarkan Don Carlos memegangnya erat dan membawanya di tengah-tengah kerumunan para tamu yang telah berdansa.

    Lelaki berusia lima puluh tahun itu masih begitu bertenaga dan lincah bergerak membawa tubuh Scarlet berdansa mengikuti alunan musik yang lembut. Scarlet merangkulkan tangannya yang satu ke belakang tengkuk kerah setelan jas Don Carlos dan menempelkan alat pendengar suara ke dalam lipatan kerah kemeja Don Carlos.

    Agar tidak membuat targetnya curiga Scarlet tersenyum dan mengajaknya berbicara di tengah-mengalunnya langkah kaki mereka.

    “Tuan, Anda sangat pandai berdansa.”

    “Benarkah? Kau pemuji yang sangat baik, Nona. Siapa namamu dan berapa umurmu?”

    “Aku? Tuan bisa memanggilku Selly, umurku dua puluh lima tahun. Bagaimana dengan Tuan sendiri?”

    “Aku. Aku Don Carlos, aku sudah lima puluh tahun.”

    “Wow! Aku tidak menyangka kalau saat ini keberuntungan ada padaku. Aku berdansa dengan orang terkaya.”

    “Menjadi orang terkaya bukanlah keberuntungan bagiku, Selly.”

    “Tuan Carlos, di usiamu yang sekarang. Kau masih terlihat muda dan berenergi. Lihat saja, gerakanmu dalam berdansa masih seperti anak muda,” puji Scarlet lagi dengan senyuman yang terpaksa dia mekarkan.

    “Nona Selly ... apa itu nama samaranmu? Apa tujuanmu mendekatiku?”

    “Tuan, apa maksudmu?”

    “Wanita yang mendekatiku dengan tujuan sangat banyak. Aku bisa memberikanmu keuntungan jika mengatakan tujuanmu dan siapa yang mengirimmu?”

    “Tuan, pertemuan kita memang tidak di sengaja. Aku tidak mengerti dengan semua ucapanmu.”

    Don Carlos menghentikan gerakannya dan menatap Scarlet dengan wajah datar, “Karena kau tidak memiliki tujuan terhadapku maka kita akhiri saja pertemuan kita malam ini. Terima kasih, Nona Selly.”

    Scarlet terdiam di tengah-tengah kerumunan pasangan dansa yang masih menikmati dansa mereka. Dia menatap datar ke arah Don Carlos yang telah berjalan menjauhinya. Sesuai dengan rumor yang beredar kalau sikap Don Carlos sulit di tebak, emosinya bisa berubah-ubah setiap waktu. Lelaki itu tidak mau menghabiskan waktunya tanpa menerima keuntungan. Wajar saja dia meninggalkan Scarlet saat mendengar kalau tidak ada tujuan dari Scarlet saat mendekatinya, karena baginya seseorang yang tidak dia kenal selalu mendekatinya dengan tujuan. Entah itu tujuan yang menguntungkan baginya ataupun tujuan yang merugikan baginya yang bisa dia ubah menjadi keberuntungannya.

   

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status