Share

2

Bab 2: Gadis Aneh

Jakarta, Indonesia

Rizky mencari kelibat tunangannya, Hani Alisya di sekitar bandara namun dia masih tidak bertemu dengan gadis itu. Dia mengeluarkan ponselnya dari poket seluar sebelum mendail nomor Sang Kekasih Hati. Tapi panggilannya tidak berjawab. 

"Aihh, Hani ini ke mana aja sih? Katanya udah ada di bandara. Apa jangan-jangan dia sudah pulang sendiri? Nggak mungkin lah. Dia sudah berjanji untuk menunggu ku di…"

Tiba-tiba belakang tubuh kekar milik Rizky dipeluk erat oleh seseorang. Terus saja bibir Rizky mengukir senyum. Ya, dia kenal siapa orang yang sedang memeluk tubuhnya saat itu. Dari bau parfum saja sudah cukup bagi Rizky untuk meneka dengan tepat. Orang itu tidak lain adalah Hani Alisya, tunangannya. 

"Hani, kamu masih ingin terus memelukku di sini?" tanya Rizky yang masih berdiri tanpa melakukan apa-apa. Bibirnya masih tercetak senyuman manis ikhlas dari hati. 

"Iya. Beri aku dua menit untuk terus memelukmu seperti ini. Aku benar-benar merindukanmu, Rizky. Kenapa kamu telat datang menjemputku? Aku sudah lelah menunggumu. Kamu sudah telat dua jam, Rizky." ujar Hani dengan nada merajuk. 

Rizky segera melepaskan pelukan Hani sebelum menarik tubuh kecil gadis itu kembali ke dalam pelukan tubuh kekarnya. Tubuh mereka berkongsi kehangatan dan kerinduan. Rizky sangat merindukan gadis itu. Sudah dua bulan mereka tidak bertemu karena Hani ada proyek pemotretan di Korea Selatan. Biarpun gadis itu hanya setinggi 160 sentimeter, karier Hani sebagai model majalah semakin berkembang. Karier Hani sebagai model sentiasa menuntut gadis itu untuk sering ke luar negara dam keadaan itu benar-benar menguras rasa rindu dalam hati Rizky Iqbal. 

"Sayang, Maafkan aku. Aku tau aku salah karena telat menjemputmu. Tadi aku ada rapat sama Papa di kantor. Kamu tau kan Papa terlalu perfeksionis soal kerja. Jadi, aku perlu meyakinkan Papa bahwa dia bisa mengandalkan aku sebagai pewaris perusahaannya kelak." jelas Rizky. 

Rizky mempereratkan pelukannya namun dengan segera Hani meleraikan pelukan itu. Gadis itu memandang wajah Rizky yang jelas terpancar rasa rindu. Dia tahu benar bahwa lelaki itu  sangat mencintainya dan dia juga tulus mencintai lelaki itu. Rizky adalah cinta pertama Hani sejak mereka berdua masih kecil. 

"Aku mengerti tapi kamu harus tau, Riz. Seperfeksionis mana pun Papamu, dia tetap akan bisa berlaku adil pada kamu. Aku yakin, dia akan menyerahkan perusahaan itu kepada kamu karena kamu satu-satunya waris Syahputra Wijaya. Jadi, aku mohon jangan pernah mengabaikan aku lagi. Kamu membuat aku merasa seperti tidak ada kepentingan dalam hidupmu. Sering kali aku terpikir apa aku ini berharga buat dirimu? Asal kamu tau aja, aku sangat kangen untuk keluar dan liburan berdua sama kamu, Riz."

"Aku tau, sayang. Maafkan aku. Gini aja, aku janji sama kamu. Kita akan liburan bersama-sama. Tapi bukan dalam masa terdekat ini. Aku masih sibuk dengan urusan persiapan untuk persidangan besok."  Rizky berjanji dengan bersungguh-sungguh. 

"Hmm, kamu selalu bilang bahwa kamu kerja, kerja dan kerja terus, aku tau kamu tidak akan pernah bisa menepati janjimu sendiri. Yah udah. Hantar aku pulang. Aku lelah." ujar Hani dengan riak wajah masam. Dia menarik bagasinya lalu berjalan pantas meninggalkan Rizky tanda protes. Rizky segera mengejar Hani untuk menyaingi langkah tunangannya itu. Biar pun rasa bersalah masih bersisa di dalam hatinya, Rizky kurungkan saja perasaan itu. Dia yakin lambat laun Hani akan memahami kesibukan dirinya. Dan dia berjanji untuk memujuk gadis itu nanti dengan kejutan bunga mawar dan coklat kesukaan Hani. 

***

Safiyya melihat pemandangan Kota Jakarta yang merupakan ibu negara Indonesia itu dengan rasa kagum. Seperti jangkaannya sebelum ini, suasana di Jakarta sangat indah biarpun mobil mewah yang Safiyya naiki itu terperangkap di jalan hampir satu jam sebelum tiba di hotel lima bintang yang sudah 'booked' (ditempah) oleh Abang Mikail. Meski pun begitu, Safiyya masih gembira dan dapat menikmati pemandangan kota yang memiliki gedung-gedung (pencakar langit) yang tinggi dan berdiri megah. Dia merasa tidak canggung dengan suasana di Jakarta karena dia sudah terbiasa dengan kemacetan lalu lintas di Kuala Lumpur. 

Safiyya keluar dari perut mobil mewah yang telah disewa oleh Abang Mikail untuk membawanya ke Hotel The Ritz-Carlton Jakarta, Mega Kuningan. Dengan rasa yakin dan percaya diri, dia melangkah ke dalam hotel lima bintang itu menuju ke lobi hotel. Setelah selesai berurusan dengan 'receptionist' hotel itu, Safiyya dibawa menuju ke kamarnya. 

Setelah memberi 'uang tip' kepada karyawan hotel dan menutup pintu kamar, Safiyya hampir bersorak saat berjalan masuk ke kamar karena terpesona dengan interior design kamar hotel itu. Saiz kamar tidurnya agak besar dan sangat selesa. Kasurnya empuk dan bantalnya lembut. Safiyya merebahkan tubuhnya di atas ranjang sebelum bergolek ke kiri dan ke kanan dengan gembira. Tiba-tiba perut Safiyya berbunyi tanda lapar membuatkan rasa gembiranya sirna seketika. 

"Hmm perutku sudah minta diisi. Aku benar-benar kelaparan. Usai sholat Zuhur, aku mahu ke Asia Restaurant untuk mencuba makanan yang populer di sana. Oh ya, aku perlu menelefon Umi sekarang. Jika tidak, Umi pasti risau dengan keadaanku."

Safiyya mengeluarkan ponselnya untuk mengaktifkan sim kad yang akan dia gunakan sepanjang dia berada di Indonesia. Setelah itu, dia mendail nomor telefon Umi. Seketika kemudian, panggilannya berjawab. 

"Assalamualaikum Umi. Alhamdulillah Fiya sudah selamat tiba di hotel," ujar Safiyya dengan ceria. 

"Waalaikumsalam, Fiya anak Umi. Alhamdulillah. Fiya jangan lupa jaga diri sepanjang berada di sana. Persidangan akan bermula pagi besok, kan?" 

“Iyaa, Umi. Besok pagi hingga petang Fiya akan menghadiri persidangan di sini. Tapi Fiya janji pada Umi. Fiya akan menelefon Umi setelah persidangan selesai. Umi doakan semoga urusan Fiya di sini berjalan lancar, ya?" 

“Sudah semestinya, sayang. Umi selalu mendoakan kesejahteraan Fiya di sana. Jangan berlama-lama di Jakarta sana, sayang. Umi bimbang kamu akan jatuh cinta pada lelaki di sana. Biarpun.."

Safiyya tertawa sebelum ibunya habis bicara. 

"Ya Allah. Fiya tidak akan jatuh cinta di sini, Umi. Fiya ke sini kerana urusan kerja. Bukan urusan peribadi apatah lagi mau mencari cinta dan jodoh di sini. Fiya sedar diri, Umi. Perempuan di sini cantik-cantik belaka. Anak Umi ini tidak dapat menandingi kecantikan wanita di sini. Jadi, Umi jangan risau. Fiya tidak akan jatuh cinta dengan lelaki di sini." kata Safiyya sebelum tertawa dengan kata-katanya sendiri. 

"Anak Umi ini terlalu merendah diri. Tapi, ingat Fiya. Kamu jangan sekali-kali bermain mata, bermulut manis dan memberi harapan pada lelaki di sana. Awas kamu ya, kalau Umi tau kamu bermain mata dengan anak teruna di sana." ujar Umi dengan nada serius. 

"Ya, baik Umi. Fiya akan memasang wajah masam dan garang saat ada lelaki yang cuba menghampiri Fiya. Kalau ada lelaki yang berani menganggu Fiya, Fiya akan pijak kakinya dan tumbuk mukanya, Umi. Fiya akan pastikan hati anak Umi ini bersih dari noda-noda cinta sebelum nikah. Hanya ada sisi profesional dalam diri Fiya sepanjang Fiya berada di sini. In Shaa Allah," janji Fiya dengan bersungguh-sungguh. 

"Baik, Umi percaya pada Fiya. Tapi jangan terlalu kejam, sayang. Kamu tidak boleh memukul orang sebarangan. Apa pun yang terjadi, Umi sentiasa doakan urusan Fiya di sana dipermudahkan Allah. Jaga diri, jaga solat dan makan ikut waktu, sayang."

"Baik, Umi. Oh ya, kirim salam sayang dari Fiya untuk Abang Mikail dan Abah. Minta mereka mendoakan Fiya juga di sini, ya. Fiya sayaaang, Umi. Assalamu'alaikum Wr. Wb." ujar Safiyya lagi. 

"Baik, sayang. Umi juga sayang Fiya. Wa'alaikumsalam Wr. Wb." balas Umi. 

Setelah menamatkan panggilan telefon, Safiyya meraih bagasinya lalu membuka bagasinya itu. Dia mengeluarkan sehelai handuk dan beberapa pakaian serta telekung (mukena). Kemudian, dia melipat pakaiannya dengan kemas sebelum menyusun pakaiannya ke dalam almari pakaian yang tersedia di kamar hotel itu. Safiyya mengambil handuk dan bangkit dari ranjang sebelum menuju ke kamar mandi. 

"Wahh, luas sekali kamar mandinya. Jadi, aku boleh memanjakan dan melemaskan tubuhku dalam jakuzi." jerit Safiyya dengan gembira. 

*** 

"Ya Allah, sudah jam berapa ini? Aku ketiduran!" bisik Safiyya dengan cemas. Dia meraih ponselnya yang ada di atas meja bersebelahan ranjang. Jam 6 sore. Perut Safiyya berbunyi. Kali ini dengan nada keras. Ya, rencana Safiyya untuk ke Asia Restaurant gagal total karena dia ketiduran setelah menunaikan sholat Zuhur. Niatnya hanya mahu merebahkan tubuh dan melepaskan lelah seketika namun dia terus berlayar ke dunia mimpi. 

Safiyya bingkas bangun dari pembaringan dan turun dari ranjang. Dia mencapai handuk lalu menuju ke kamar mandi. Setelah dia selesai mandi dan rasa kesegaran mulai menyelubungi dirinya, dia mengenakan blouse labuh berwarna hijau gelap dan skirt labuh yang berwarna hitam. 

Usai sholat Asar dan berdoa, Safiyya melipat mukenanya sebelum meletak kembali di atas ranjang. Dia mengambil sehelai selendang (shawl) berwarna hijau muda. Setelah dia selesai melilit selendang di kepalanya dan memastikan kedudukan selendangnya kemas, Safiyya mencalit sedikit lip balm perisa ceri di bibirnya. 

Dia mengambil sepatu dengan sol tapak rata bewarna hitam yang masih belum pernah dipakai dari bagasi. Kemudian, dia keluar dari kamar hotel itu dengan membawa tasnya. 

***

"Rizky, aku di sini!" Hani memanggil tunangannya itu sambil melambaikan tangannya dari kejauhan. Lelaki yang bernama Rizky Iqbal Syahputra Wijaya itu hanya tersenyum manis saat menghampiri Sang Kekasih Hati. Gaya lelaki tampan itu melangkah benar-benar memukau setiap mata gadis-gadis yang ada di Asia Restaurant sore itu. Apatah lagi, Rizky memakai setelan berwarna hitam yang semakin menyerlahkan aura maskulin seorang pria. 

Safiyya sedang asyik melihat ponselnya untuk mencari komentar menarik mengenai hidangan paling populer di restoran itu. Sedikit pun Safiyya tidak menyadari kehadiran lelaki yang memiliki rupa yang tampan, fisik yang kekar dan berotot tegap serta memiliki aura yang memikat dan  menarik minat lawan jenis itu. 

Entah mengapa Safiyya merasa perutnya memulas secara mendadak ketika itu. Dia menyentuh perutnya. Setahunya dia belum makan apa-apa tapi saat itu dia merasa perutnya memulas. Tanpa sebarang kata, Safiyya segera berdiri dan ingin ke kamar kecil. 

Namun malang tidak berbau, Rizky Iqbal yang kebetulan berada di belakang kerusi Safiyya  saat itu tidak dapat mengelak lalu sekali lagi tubuh mereka bertembung. Kali ini, pertembungan itu membuatkan tubuh Safiyya hampir tumbang ke belakang namun sempat diselamatkan Rizky yang memaut telapak tangannya. Mata mereka bertemu dan masing-masing memasang wajah terkejut. Safiyya terpana. Apa lagi saat dia menyadari tangannya digenggam erat oleh Rizky. 

Segera Safiyya berdiri tegak dan menarik kembali tangannya dari pautan jemari Rizky Iqbal. Hanya Allah saja yang tahu betapa malunya dirinya saat itu. Pipinya merah menahan malu. Apatah lagi dia menerima pandangan mata kurang senang daripada gadis-gadis yang ada di restoran itu. Seolah-olah Safiyya merampas kebahagiaan mereka menikmati keindahan ciptaan Tuhan seperti lelaki misterius yang berada di hadapannya kala itu. 

"Maafkan saya, Encik. Saya… Mohon maaf. Maafkan kecerobohan saya. Saya minta diri (permisi) dulu." Safiyya terus mengambil tas miliknya lalu berjalan pantas menuju ke kamar kecil meninggalkan Rizky Iqbal yang masih terpinga-pinga berdiri di situ. 

"Sayang, kamu baik-baik saja kan? Itu cewek benar-benar kelewatan. Seharusnya dia berhati-hati dan meminta maaf secara benar bukannya berkelakuan kayak tadi." marah Hani. Wajahnya kelihatan berang. 

"Yah sudah, sayang. Aku baik-baik aja kok. Mungkin dia ada hal penting. Yuk, sayang. Kita makan bareng. Aku sudah lapar." pujuk Rizky. 

"Kasian sekali pacarku ini. Ayo, kita makan bareng. Kamu mau tau, Riz. Aku benar-benar kangen sama kamu. Di Korea itu ramai sih cowok ganteng tapi hanya kamu yang berjaya mencuri hatiku." kata Hani sebelum memaut erat lengan sasa milik Rizky.

Gadis-gadis lain hanya mampu memandang Hani dengan tatapan iri hati dan cemburu dengan keberuntungannya yang berjaya memikat jiwa lelaki tampan seperti Rizky. Celoteh dan kata-kata pujuk rayu Hani hanya masuk ke dalam telinga kanan dan keluar dari telinga kiri Rizky tanpa sempat diproses oleh otak lelaki itu. Jelas sekali, lelaki itu sedang memikirkan hal lain. 

'Kenapa aku merasa familiar dengan gadis itu tadi? Aku benar-benar yakin bahwa aku pernah ketemu sama gadis itu. Tapi di mana ya? Kok aku tidak bisa mengingat dengan jelas. Ahh sudahlah. Paling-paling aku hanya ketemu dia di jalan.' Batin Rizky. 

Rizky Iqbal mengalah lalu coba mengalihkan perhatian pikirannya daripada gadis aneh itu kepada gadis cantik yaitu tunangannya, Hani yang sedang duduk di hadapannya ketika itu. Serta-merta pipinya kemerahan tanda cinta dan bibirnya melengkung membentuk senyuman manis. Ya, dia memang budak cinta milik Hani. Lagi pula, Hani adalah cinta pertam anya dan akan dia pastikan hanya wanita itu menjadi cinta terakhirnya di dunia mahu pun di surga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status