Bab 3: Bunga-bunga pertengkaran
Safiyya berdiri di hadapan elevator (lif) berdekatan lobi hotel untuk ke kamar hotelnya. Dia menguis hujung sepatu miliknya di atas lantai marmar hotel itu. Tiba-tiba ada satu suara berbisik di telinganya. Suara khas milik pria.
"Hai." Bisikan itu jelas kedengaran di telinga Safiyya.
'Milik siapakah suara ini? Aku sepertinya pernah mendengar suara ini. Adakah…'
Belum sempat Safiyya menghabiskan monolog dalamannya, dia segera memandang wajah insan yang sedang berdiri rapat dengan tubuhnya saat itu. Tepat sekali firasat hatinya! Lelaki itu adalah lelaki misterius yang Safiyya secara tidak sengaja bertemu di bandara dan di Asia Restaurant sore tadi! Wajah lelaki itu kelihatan tenang dan iris coklat gelap miliknya terpancar aura dingin.
"Kamu Nona sombong yang aku ketemu di bandara pagi tadi, bukan?" tanya lelaki itu dengan suara yang serius.
Safiyya hanya menggelengkan kepalanya sebelum membalas,
"Maaf. Saya rasa anda salah orang. Saya tak pernah berjumpa dengan anda sebelum ini," bohong Safiyya.
Rizky tersenyum sinis apabila dia mendengar jawaban gadis yang sedang berdiri berhadapan dengannya saat ini. Safiyya pula menantang mata Rizky dengan berani. Ya, Safiyya tahu dia berbohong tapi dia benar-benar malas untuk melayan sikap sombong lelaki tanpa nama ini.
"Apa kamu yakin bahwa kamu tidak pernah bertemu denganku? Untuk pengetahuan kamu wahai Nona manis, kita barusan saja bertemu di Asia Restaurant sore tadi. Kamu masih ingat wajah tampan milikku, bukan?" tanya Rizky.
Rizky semakin mendekatkan jarak wajahnya dengan wajah milik Safiyya. Perbedaan ketinggian mereka cuma lima sentimeter. Ya, Safiyya berketinggian 175 sentimeter manakala Rizky Iqbal berketinggian 180 sentimeter. Perbedaan ketinggian yang kecil itu membuatkan wajah mereka hampir bertemu rapat. Malah, deru nafas Rizky yang hangat dapat dirasai oleh Safiyya dan Rizky dapat mengesan getaran kebohongan di balik tatapan berani gadis itu. Tanpa sebarang isyarat, Safiyya menampar pipi Rizky sekuat hati membuatkan lelaki itu berang lalu berteriak keras seraya menyentuh pipinya dan sedaya upaya Rizky menahan kesakitan.
"Hei! Apa yang kamu lakukan? Apa kamu sudah gila?! Dasar wanita aneh!" teriak Rizky dengan amarah yang jelas terpancar di wajahnya.
Rizky merasa sangat malu karena ramai tetamu berada di lobi hotel ketika itu. Apatah lagi, semua mata memandang ke arahnya dengan tatapan ingin tahu. Tetamu hotel kaget melihat adegan mereka bertengkar yang sangat persis seperti dalam drama pukul 7 malam (di Malaysia) dan sinetron Indonesia itu. Tiada seorang pun yang berani menghampiri Rizky dan Safiyya apatah lagi mencoba untuk meleraikan pertengkaran tersebut.
"Ya, saya sudah gila gara-gara kelakuan anda yang melewati batas. Anda jangan pernah berpikir untuk menghampiri saya apa lagi berpikir untuk cuba menyentuh saya. Dasar lelaki brengsek! Tiada sopan santun!" Jerit Safiyya dengan keras.
Jujur saja, Safiyya langsung tidak mengerti maksud sebenar perkataan brengsek itu. Dia hanya meniru kata-kata dari sinetron yang pernah dia tonton ketika berada di Malaysia yaitu saat pelakon wanita (actress) meneriakkan makian kepada pelakon lelaki (actor) yang ketahuan selingkuh di belakang pelakon wanita tersebut. Jelas saja bahwa Safiyya hanya mengeluarkan perkataan itu tanpa sengaja. Dia hanya didorong perasaan amarah yang membuncah di jiwanya kala itu.
Saat itu juga pintu lif terbuka lebar dan Safiyya segera berlari masuk ke dalam lif.
"Kita harus bicara, Nona! Berani- beraninya kamu memanggilku dengan panggilan pria brengsek!" teriak Rizky.
Rizky yang masih berang dengan kelakuan Safiyya mengikuti gadis itu masuk ke dalam lif. Keadaan mereka yang kelihatan tegang menyebabkan tiada sesiapa yang berani memasuki lif itu sehinggalah pintu lif tertutup rapat. Akhirnya, hanya mereka berdua saja yang berada di dalam lif tersebut.
Safiyya menekan butang nomor lif menuju ke lantai kamar hotelnya. Suasana dalam lif ketika itu sangat tegang. Rizky masih memegang pipinya yang masih terasa sakit dan hanya berdiam diri. Tiba-tiba Rizky bersuara.
"Kamu seharusnya mendengar penjelasanku bukannya kabur seperti ini. Kita harus berbicara supaya masalah ini bisa diselesaikan secara baik. Oke?" ujar Rizky dengan nada memujuk.
“Saya fikir tidak ada lagi yang harus kita bicarakan. Kamu yang keterlaluan, wahai Encik Ganteng! Kamu seharusnya mengerti batas-batas pergaulan, tahu! Kamu tidak boleh seenaknya mendekati mahupun menyentuh gadis yang bukan mahram kamu. Sebebas mana pun pergaulan kamu, tolong dan tolong mengerti bahawa tidak semua manusia bebas sepertimu. Kelakuan kamu itu tadi menunjukkan bagaimana pribadimu. Jadi, jangan salahkan saya jika saya merasa kamu itu persis lelaki brengsek." ujar Safiyya dengan amarah yang masih bersisa.
'Aih, perempuan ini benar-benar merusak harga diriku. Dia bilang aku ganteng tapi akhirnya menilai aku sebagai pria brengsek,' bisik Rizky di dalam hati.
"Apa kamu pikir aku tidak tau halal haram? Tidak tau hukum Islam? Aku bukan sengaja ingin menyentuhmu, wahai Nona manis. Aku cuman mau menolongmu. Barusan kamu hampir jatuh di restoran tadi. Jadi, wajar kan kalau aku secara refleks membantumu waktu itu. Kalau kamu pikir aku ini pria bajingan atau brengsek karena wajahku terlalu dekat dengan wajahmu saat di hadapan lif tadi, aku mohon maaf. Tapi aku tidak punya niat buruk sama kamu. Aku hanya ingin tahu soal kamu. Aku benar-benar tidak ada niat terselindung apalagi ingin berbuat yang tidak pantas sama kamu." Rizky berbicara dengan bersungguh-sungguh untuk meyakinkan gadis itu. Dia mengangkat kedua-dua tangannya ke atas tanda menyerah dan mengalah.
“Ya, aku tau kamu ingin menolongku. Terima kasih karena sudah membantuku. Tapi aku tidak suka kamu berdiri atau menghampiri aku dengan jarak yang terlalu dekat. Seperti di hadapan lif sebentar tadi! Jika Encik Ganteng sudah tahu segala hukum hakam, yah kita sudah selesai berbicara. Jangan berbicara lagi denganku. Dan tolong jaga jarakmu," pinta Safiyya dengan nada tegas saat dia memandang wajah Rizky.
Rizky terdiam tanpa mampu membalas kata-kata Safiyya. Dia segera menjaga jaraknya dan hanya mampu berdiri di sebelah gadis tinggi itu. Sesekali, matanya mencoba untuk memandang gadis itu dari atas hingga ke bawah. Biarpun Rizky tahu perbuatannya itu sangat buruk dan sudah mirip seperti lelaki 'pervert' namun Rizky benar-benar ingin menilai seperti apa gadis yang berada bersebelahan dengannya saat ini. Yah dari segi rupa, gadis itu memiliki wajah yang tidak kalah cantik seperti Hani, tunangannya. Selendang (shawl) hijau muda yang labuh menutup dada sangat cocok dengan gadis itu yang kelihatan sopan dengan blouse labuh dan tebal berwarna hijau gelap dan skirt labuh berwarna hitam. Riasan wajah yang tipis membuatkan kecantikan alami gadis itu semakin terserlah membuatkan Rizky semakin ingin mengusik gadis itu.
"Tolong ya, Encik Tanpa Nama. Jangan memandang ke arah saya dengan tatapan 'menyeremkan' seperti itu. Saya tidak suka," ujar Safiyya sebelum menjeling lelaki itu.
"Menyeremkan katamu? Aku hanya memandangmu dengan tatapan ingin tahu. Bukannya tatapan buas seperti penjahat kelamin," bantah Rizky.
Kata-kata Rizky itu memicu gelak tawa Safiyya. Gadis itu menekan perutnya yang terasa senak akibat ketawa terlalu keras.
Bab 4: Hampir berciuman!"Apa? Penjahat kelamin? Maksudmu apa, Encik Ganteng? Aku tidak pernah mendengar perkataan itu." tanya Safiyya ingin tahu. Dia sudah berhenti ketawa."Loh, kamu tidak tau penjahat kelamin itu seperti apa? Kalau kamu mau tau, akan aku tunjukkan padamu," kata Rizky dengan senyuman penuh makna.Tanpa sempat Rizky menahan hasratnya untuk menguji perasaan gadis yang dia sendiri tidak tahu identitasnya, jemari Rizky segera menyentuh lalu menggenggam telapak tangan kanan gadis itu secara tiba-tiba. Safiyya kaget dengan kontak fisik secara mendadak itu lalu mencoba untuk menarik semula tangannya namun gagal karena tenaga lelaki itu lebih kuat berbanding dirinya. Dengan pantas, tangan kiri Safiyya segera memukul tubuh Rizky dengan tas miliknya.'Lepaskan tanganku. Aku bilang, LEPASKAN TANGANKU!" teriak Safiyya dengan keras." Tidak akan pernah, Nona
Bab 5: KetahuanNamun tanpa sempat Rizky mengecup bibir gadis itu, tiba-tiba lif terbuka. Safiyya lega. Dia segera menolak tubuh Rizky menjauh dari tubuhnya. Tubuh Rizky yang tidak bersedia dengan tindakan pantas Safiyya itu berundur beberapa langkah ke belakang. Tapi apa yang mengejutkan Safiyya, orang yang sedang berdiri di hadapan pintu lif saat itu adalah… VIVIAN! Sahabatnya!'Ya Allah. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku bakalan mati jika Vivian mengabarkan hal ini kepada Abang Mikail!' batin Safiyya.Safiyya masih terkaku berdiri di situ. Dia dan Vivian masih berpandangan antara satu sama lain. Masing-masing memasang wajah yang penuh rasa kaget. Rizky memandang kedua gadis itu dengan pandangan bingung tetapi dia tidak berkata apa-apa."Oh maaf. Kalian pasti sedang sibuk. Aku tunggu lift yang lain saja." Vivian berbicara sambil tersenyum mengusik. Matanya tepat memandang ke arah Saf
Bab 6: PersidanganSafiyya menyelak langsir untuk melihat keindahan pemandangan Kota Jakarta pada waktu malam melalui jendela kaca kamar hotelnya. Hatinya seolah-olah terbuai saat matanya menyaksikan keindahan Kota Jakarta saat itu. Gedung-gedung hotel dan gedung lain yang berdiri megah dihiasi lampu berwarna-warni menghidupkan lagi suasana malam. Bibir Safiyya mengukir senyuman sedih. Rasa gembira saat dia tiba di Jakarta bertukar sedih dan galau. Apatah lagi dia mengenangkan peristiwa yang terjadi antara dirinya dengan lelaki tanpa nama itu. Entah mengapa dia khawatir jika lelaki itu akan bertindak di luar kawalan dan batas pergaulan jika mereka bertemu lagi.'Kenapa semua ini terjadi padaku? Apakah karena aku tidak menuruti kemahuan Umi untuk tidak datang ke Jakarta lalu aku harus menerima hukuman seperti ini? Aku benar-benar berharap bahwa aku tidak akan bertemu lagi dengan lelaki itu. Jika aku terpaksa berurusan dengan dia, aku moho
Bab 7: Zafril"Sudahlah, Fiya. Sekarang, kita harus fokus dengan persidangan ini. Dan kau jangan berkeliaran tak tentu arah di sini tanpaku. Di sini, kau akan bertemu dengan lelaki bajingan yang suka mengincar gadis perawan sepertimu dan kau juga akan bertemu dengan ramai pewaris perusahaan yang tampan dan berkeperibadian baik. Jadi, pastikan kau sentiasa berada di sisiku agar lelaki hidung belang tidak akan berani untuk menghampirimu," bisik Vivian dengan suara yang tegas."Iya, aku tau. Mereka tidak akan pernah berani untuk mengusik apa pun yang menjadi kepunyaaan Dato' Vivian Adrienne Loh, pemilik perusahaan manufaktur tekstil ternama di Malaysia dan China sepertimu, sahabat," ujar Safiyya sambil tersenyum manis memandang wajah Vivian."Bagus. Aku akan melindungi dirimu atas permintaan Abang Mikail. Tidak, jujur saja aku memang ingin melindungimu kerana kau terlalu mudah mempercayai orang. Jadi, mari kita memasang waj
Bab 8: SelingkuhRizky dan beberapa karyawan berdiri di tepi pintu masuk aula hotel. Mata Rizky memerhatikan gelagat manusia yang memegang pelbagai gelaran hebat dan status tinggi dalam dunia perusahaan internasional sedang berjalan masuk ke dalam aula hotel. Papa dan Bundanya sedari awal sudah memasuki aula untuk menyertai persidangan itu. Hanya dirinya saja yang tidak layak untuk menyertai persidangan karena statusnya hanyalah sebagai karyawan biasa di kantor milik Papanya, Tuan Syahputra Wijaya.Malang sekali nasib hidupnya. Jika rakyat marhaen berpikir putra tunggal dari keluarga millionaire bisa mendapatkan kuasa, pangkat dan harta menimbun yang tidak pernah habis hingga tujuh keturunan dengan mudah, nasib Rizky sangat bertentangan dengan pemikiran rakyat marhaen itu. Sedari kecil dia sudah diajar dan dididik untuk mandiri dalam menghadapi gelombang hidup yang penuh dugaan.Dia dipaksa untuk membuktikan kemamp
Bab 9: JodohAkhirnya persidangan perusahaan internasional telah selesai sore itu. Sewaktu persidangan berakhir, Safiyya sempat bertukar kartu bisnis dengan beberapa ahli perniagaan dari pelbagai negara untuk menambah lagi koneksi bisnis perusahaan milik abangnya, Mikail. Zafril, Safiyya dan Vivian berjalan keluar dari aula hotel. Wajah mereka tampak lelah tetapi bersalut rasa gembira karena persidangan itu telah selesai mengikut jadwal yang telah ditetapkan. Perut mereka juga sudah kenyang karena usai persidangan, mereka dijamu dengan aneka juadah minum petang yang telah disediakan oleh pihak hotel."Fiya, apa malam ini kamu ada acara?" tanya Zafril dengan nada berbisik tetapi sempat didengari Vivian."Amboi, Zaf. Apa kau mahu mengajak Fiya keluar malam ini? Hanya kalian berdua?" soal Vivian."Iya, hanya berdua. Kau harus menemani suamimu, kan? Jadi, jangan menganggu rencanaku untuk keluar b
Bab 10: Panggilan teleponJam 10 malam. Safiyya sedang berbaring di atas ranjang sambil menonton telivisi. Perut Safiyya tiba-tiba berkeroncong minta diisi. Dia segera turun dari ranjang dan membuka bagasinya untuk mencari mie instan. Akhirnya dia memilih satu cawan (cup) Mie Instan Maggi asam laksa yang merupakan kegemarannya. Safiyya berjalan ke ruangan kerja berhampiran jendela kaca dan dia duduk di atas kursi. Dia menuangkan air panas ke dalam cup mie instan itu dengan berhati-hati. Setelah menunggu selama tiga menit, Safiyya mulai makan mie instannya itu. Tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan malas, dia mencapai ponselnya dan melihat nomor pemanggil tapi yang anehnya, nomor itu nomor 'private'."Aduh, aku lagi malas untuk berbicara saat ini. Lagipula aku tidak tahu siapa yang meneleponku. Biarkan sajalah. Jika penting, dia pasti akan meneleponku lagi." kata Safiyya.Safiyya membiarkan ponselnya berhenti berdering dengan sendirinya tanpa mengangkat
Bab 11: Semakin menjauhPonsel milik Rizky berdering dengan nada yang keras tetapi pria itu masih tidak sadar dari tidurnya. Jelas saja bahwa Rizky sangat lelah karena dia telah bekerja sepanjang hari. Jam 10 malam baru dia bisa pulang ke rumah setelah membereskan pekerjaannya di persidangan. Setelah ponselnya berhenti berdering buat seketika, ponsel jenama IPhone itu kembali melagukan deringan keras. Akhirnya, roh Rizky yang bergentayangan entah ke mana masuk kembali ke dalam jasadnya. Rizky membuka kelopak matanya dengan malas. Sempat hatinya merutuk siapa pemanggil yang meneleponnya saat ini. Dia melirik ke arah jam di dinding kamarnya."Sudah jam satu pagi. Siapa sih yang meneleponku waktu begini," marah Rizky dengan kesal.Dengan berat hati, dia menjawab panggilan telepon itu tanpa melihat nama pemanggil tersebut. Namun, suara ceria milik seorang perempuan bisa ditebak oleh Rizky." Rizky sayang! Yuk ke klub. Aku udah ada di klub nih. D