Bab 10: Panggilan telepon
Jam 10 malam. Safiyya sedang berbaring di atas ranjang sambil menonton telivisi. Perut Safiyya tiba-tiba berkeroncong minta diisi. Dia segera turun dari ranjang dan membuka bagasinya untuk mencari mie instan. Akhirnya dia memilih satu cawan (cup) Mie Instan Maggi asam laksa yang merupakan kegemarannya. Safiyya berjalan ke ruangan kerja berhampiran jendela kaca dan dia duduk di atas kursi. Dia menuangkan air panas ke dalam cup mie instan itu dengan berhati-hati. Setelah menunggu selama tiga menit, Safiyya mulai makan mie instannya itu. Tiba-tiba ponselnya berdering. Dengan malas, dia mencapai ponselnya dan melihat nomor pemanggil tapi yang anehnya, nomor itu nomor 'private'.
"Aduh, aku lagi malas untuk berbicara saat ini. Lagipula aku tidak tahu siapa yang meneleponku. Biarkan sajalah. Jika penting, dia pasti akan meneleponku lagi." kata Safiyya.
Safiyya membiarkan ponselnya berhenti berdering dengan sendirinya tanpa mengangkat panggilan tersebut. Safiyya baru saja mahu menyuap mie ke dalam mulutnya, sekali lagi ponselnya berdering. Kali ini panggilan itu dari Vivian, sahabatnya. Dia meletakkan kembali garpu ke dalam cup sebelum dia menjawab panggilan Vivian.
"Iya, Vivy. Ada apa?" soal Safiyya.
"Fiya, apa kau sudah tidur?" tanya Vivian.
"Tidak. Aku sedang makan. Kenapa, Vivy? Apa ada hal penting?" tanya Safiyya gusar.
“Iya. Tadi ada lelaki yang menelepon aku. Dia bilang dia akan menjadi tour guide kita besok pagi. Jam 9 pagi kita harus ada di lobi hotel. Dia akan menjemput kita dan bawa kita jalan-jalan di Kota Jakarta," jelas Vivian.
"Kalau dia seorang tour guide yang profesional, seharusnya dia tidak perlu menggunakan nomor 'private'. Dia harus menggunakan nomor perusahaan atau paling tidak guna nomor biasa saja. Dan aku bingung kenapa kita harus menggunakan perkhidmatan tour guide sedangkan kita hanya bertiga di sini. Aku, kau dan Robert. Lagipula, kalian berdua sudah sering libur di Jakarta." ujar Safiyya dengan kesal.
"Mungkin itu nomor pribadinya. Jadi dia tidak mahu kita tau nomornya itu. Sebenarnya, ini permintaan Tuan Direktur. Sejujurnya aku dan Robert sudah menolak tetapi Tuan Direktur itu yang memaksaku untuk menerima tawaran ini. Lagipula, tour guide ini akan membawa kita melawat tempat-tempat menarik di sini. Dan aku pikir kau mungkin membutuhkan teman, jadi Mr Tour Guide itu bisa berteman denganmu di saat aku dan Robert sibuk bergambar berduaan." jelas Vivian.
"Terserah kau aja, Vivy. Aku ikut aja keputusan kau. Kau tidak perlu khawatir soal aku. Aku akan menjadi teman yang paling baik dengan membiarkan kau bersenang-senang 'honeymoon' bersama suamimu. Aku bisa mengatur aktivitasku sendiri nanti." ujar Safiyya.
"Asikk... Terima kasih, sahabatku sayang. Aku doain kau bisa menikah secepatnya supaya kau tidak kesunyian dengan status 'jomblo happy' mu itu." usik Vivian.
Safiyya memutarkan bebola matanya ke atas tanda malas untuk mendengar ucapan sahabatnya itu. Lagi-lagi soal jodoh. Apa sahabatnya itu tidak ada perkara lain yang bisa dibicarakan. Benar-benar membuat hati Safiyya sebal.
"Iya. Terima kasih atas doamu yang bersalut sindiran itu, Vivy." kata Safiyya dengan kesal.
"Kau jangan kesal begini, Fiya. Kau harus sentiasa senyum dan ceria agar cahaya di wajahmu itu bisa menarik hati jodohmu yakni belahan jiwa kau untuk berani mendekatimu. Jika tidak, kau akan menjadi jomblo hingga tua." pesan Vivian tulus.
"Sudahlah, Vivy. Aku mau makan mie instan dulu. Aku lapar sekali. Kita bertemu besok pagi, ya.. Da daaa, Vivy. Selamat malam, putri." kata Safiyya.
"Oke. Jumpa besok pagi, Fiya. Besok kita bisa melihat seperti apa pribadi tour guide itu. Mungkin dia adalah jodohmu. Aku tidur dulu, ya. Selamat malam, Fiya. Bye bye. Mmuahh." balas Vivian dengan suara manja.
Vivian menamatkan panggilan tersebut. Safiyya meletakkan kembali ponselnya di atas meja. Dia melihat langit malam dari jendela kaca.
"Besok aku akan tahu seperti apa pribadi lelaki 'tour guide' itu. Aku hanya berharap dia tidak memiliki pribadi lelaki miang keladi. Jika tidak, percutianku di sini bakal hancur dan aku terpaksa membawa momen buruk di sini sepanjang hidupku." ujar Safiyya sebelum membuang nafasnya yang berat.
Dengan terpaksa akibat masih rasa lapar, Safiyya menyambung kembali aktivitasnya yang tergendala yaitu makan mie instan. Dia coba mengosongkan pikirannya waktu itu agar nafsu makannya tidak hilang dek karena 'over thinking' yang terjadi dalam otaknya.
P/s: Terima kasih sudah membaca ceritaku ini. Aku masih belajar untuk memastikan penulisanku lancar dan bisa menarik perhatian pembaca. Akhirulkalam, tunggu part yang seterusnya, ya. ^_^
Bab 11: Semakin menjauhPonsel milik Rizky berdering dengan nada yang keras tetapi pria itu masih tidak sadar dari tidurnya. Jelas saja bahwa Rizky sangat lelah karena dia telah bekerja sepanjang hari. Jam 10 malam baru dia bisa pulang ke rumah setelah membereskan pekerjaannya di persidangan. Setelah ponselnya berhenti berdering buat seketika, ponsel jenama IPhone itu kembali melagukan deringan keras. Akhirnya, roh Rizky yang bergentayangan entah ke mana masuk kembali ke dalam jasadnya. Rizky membuka kelopak matanya dengan malas. Sempat hatinya merutuk siapa pemanggil yang meneleponnya saat ini. Dia melirik ke arah jam di dinding kamarnya."Sudah jam satu pagi. Siapa sih yang meneleponku waktu begini," marah Rizky dengan kesal.Dengan berat hati, dia menjawab panggilan telepon itu tanpa melihat nama pemanggil tersebut. Namun, suara ceria milik seorang perempuan bisa ditebak oleh Rizky." Rizky sayang! Yuk ke klub. Aku udah ada di klub nih. D
Bab 12: Mr Tour GuideSafiyya sedang duduk di kursi yang terletak di lobi hotel. Dia melihat arloji di pergelangan tangannya. Baru jam 8.45 pagi. Kelibat Vivian dan suaminya, Robert masih belum kelihatan. Safiyya membuka aplikasi WhatsApp di ponselnya. Dia mencari nomor Uminya. Kemudian, jemarinya ralit menaip aksara membentuk perkataan dan ayat pada Umi kesayangannya itu.'Assalamualaikum Wr. Wb, Umi. Umi, hari ni Fiya akan berjalan-jalan di Kota Jakarta. Umi doakan Fiya, tau. Fiya sayaaaanggg Umi.' - Fiya-Balasan WhatsApp Safiyya dibalas segera oleh Uminya.'Wa'alaikumsalam, Fiya. Saat berlibur nanti, jaga kelakuan Fiya. Jangan lupa belikan Umi cenderahati dari Jakarta, ya. Umi juga sayang pada Fiya. Jaga diri baik-baik, ya.' -Umi-Safiyya tersenyum saat membaca balasan Uminya itu. Ya, Uminya itu tidak jemu untuk menasihatinya agar sentiasa menjaga perlakuan lebih-lebih lagi ket
Bab 13: Pasar AsemkaSafiyya berjalan dengan langkah perlahan dan berhati-hati. Di Pasar Asemka pada pagi itu penuh dengan turis dan penduduk kota yang bisa diibaratkan seperti lautan manusia. Inilah tempat pertama yang dipilih oleh Vivian dan Robert untuk mereka kunjungi pada hari ini. Satu pemandangan yang menyeronokkan buat Safiyya saat melihat warga kota begitu sibuk berbelanja dan dia juga bisa mencuci mata melihat pelbagai barangan yang dijual di sini. Vivian dan Robert pula sudah berada jauh di depan. Tanpa mereka sadar, mereka sudah meninggalkan Safiyya seorang diri. Pasangan suami istri itu sangat teruja dan bersemangat sekali ketika melihat barangan dan aksesori yang ada di setiap tempat jualan.'Haish, sebab inilah yang membuatkan aku tidak mau ikut serta berjalan-jalan dengan mereka berdua. Akhirnya, aku sendirian di sini. Janji hanya tinggal janji. Aku ditinggalkan seorang diri tanpa teman. Ya Tuhan, nasib jomblo seperti aku sangat menyedihk
Bab 14: Vivian Panik.Vivian masih leka berjalan sambil memaut erat lengan kanan suaminya, Robert seolah-olah dia takut kehilangan jejak suaminya itu. Mereka berdua berhenti di setiap toko untuk mencari pelbagai barangan dengan harga yang 'bersahabat' atau bahasa mudahnya, harga yang murah dan berpatutan. Tangan kanan Robert sudah dipenuhi dengan plastik yang berisi pelbagai barangan. Jujur saja bahwa kaki Robert sudah tidak mampu untuk terus menapak dan tubuhnya juga kehilangan banyak tenaga. Namun, dia gagahkan juga dirinya untuk terus menemani Vivian, istrinya tercinta yang masih mau berbelanja. Vivian berhenti di satu toko yang menjual pelbagai tas tangan. Matanya fokus meneliti setiap tas dan akhirnya dia memilih satu tas bercorak bunga berwarna merah jambu. Usai membayar, Vivian menoleh ke belakang. Dia sangat terkejut saat melihat kelibat Safiyya dan Rizky sudah tiada di belakangnya."Sayang, Fiya dan Rizky sudah hilang!" kata Viv
Bab 15: Hampir ditabrakRizky berjalan pantas memasuki Gedung Asemka. Matanya meliar mencari kelibat dan keberadaan Safiyya. Sudah sepuluh menit Rizky mencari gadis itu tetapi dia tetap gagal untuk menemukan Safiyya. Butir peluh mula menghiasi dahi Rizky. Dengan kasar, dia mengesat peluh di dahinya sebelum butiran peluh itu menetes jatuh."Ke mana sih gadis itu pergi? Apa jangan-jangan ada perkara buruk sudah terjadi padanya? Ya Allah, lindungilah gadis aneh itu dari bahaya. Biarpun aku tidak suka sama sikapnya yang gila itu tapi kalau sampai terjadi apa-apa padanya, aku bisa dibunuh sama Papa. Aku masih mau hidup, Tuhan." ucap Rizky dengan nada memelas.Rizky mula berkacak pinggang. Pikirannya buntu dan dia sudah habis pikir di mana lagi dia perlu mencari keberadaan Nona Safiyya itu. Tiba-tiba hidungnya menangkap bau parfum yang sangat dia kenal. Bau parfum itu semakin lama semakin kuat dan saat itu juga, matanya menang
Bab 16: Kembali bertemu Vivian❤️Di tempat parkir mobil, Vivian terus menghampiri Safiyya dan meninggalkan Robert. Rizky pula menghampiri Robert untuk mengobrol dengan lelaki itu."Fiya! Tadi kau ke mana aja? Aku pikir kau berada di belakangku. Tiba-tiba kau hilang. Malah, Rizky juga turut menghilang. Apa jangan-jangan kalian mau berjalan-jalan berdua lalu meninggalkan aku sama Robert? Jujur padaku. Kalian berkencan secara rahasia, kan?" tuduh Vivian dengan nada mengusik."Kau yang meninggalkan aku, Vivy. Aku sepatutnya sadar bahwa pasangan suami istri seperti kau dan Robert perlukan privasi. Jadi, aku tidak perlu mengikuti kalian berlibur di sini. Lebih baik aku berehat di kamar hotel aja." balas Safiyya.Gadis itu masih merajuk dengan sikap Vivian terhadapnya. Vivian memeluk sisi tubuh Safiyya."Aku mohon maaf, ya Fiya. Tadi aku terlalu bersemangat sekali saat berbelanja di
Bab 17: Masjid IstiqlalMereka sudah tiba di China Town Market. Vivian dan Robert sudah melangkah turun dari mini van tetapi Safiyya masih tetap duduk membatu di kursi penumpang di sebelah Rizky. Kelakuan aneh Safiyya itu mengundang rasa ingin tahu dalam diri Rizky. Namun, lelaki itu tidak mahu jika Robert menganggap pertanyaannya itu nanti sebagai satu cara untuk mendekati Safiyya sehingga memberi harapan palsu kepada gadis itu. Jadi, lelaki itu berkeputusan untuk bertanya dengan nada paling dingin yang boleh dia ucapkan."Kamu kenapa? Apa kamu tidak mau turun?" tanya Rizky dengan nada dingin tanpa melihat wajah Safiyya.Kedinginan dalam nada suara Rizky membuat Safiyya menatap Rizky dengan tatapan aneh. Dia keliru dengan perilaku Rizky yang sering berubah-rubah. Safiyya merasa lelaki itu sengaja memandang ke depan untuk mengelakkan mereka bertemu pandang seolah-olah jijik untuk menatap wajah Safiyya. Safiyya mend
Bab 18: NekatHani Alisya sedang berbaring dalam posisi meringkuk di atas kasur. Tubuhnya terlindung dalam selimut tebal. Dia mengubah posisi tidurnya menjadi posisi telentang. Matanya terbuka luas merenung siling kamar. Kepalanya sudah tidak pening lagi. Pikirannya sudah jernih dan emosinya lebih stabil dibanding semalam. Dia melihat ke dalam selimut. Hatinya lega setelah dia melihat tubuhnya berbalut pajamas (baju tidur). Dia segera bangun dari pembaringan dan turun dari kasur menuju ke pintu kamar. Belum sempat dia mahu menyentuh tombol pintu, pintu kamarnya dibuka oleh seseorang. Orang itu tidak lain adalah Arvin Rafael, pemilik cintanya.Hani hanya berdiri tegak di situ saat matanya menangkap sosok tubuh Arvin, satu-satunya lelaki yang dia cintai. Hani hanya membiarkan saja ketika lelaki itu mendatanginya lalu memeluk tubuhnya dengan erat. Entah mengapa, hatinya merasa sebak secara mendadak saat ini. Air mata yang berkumpul di pelupuk mat