+21!!!
"Ashton, aku merindukanmu, Ash. "Benedict bergumam sambil megingat kenangan empat tahun yang lalu.
"Ben, halooo. "Rihana menjentikkan tangannya beberapa kali ke depan wajah Benedict.
"Ah hai, Ana."
"Ada apa, kenapa melamun?"
"Ituuu." Benedict menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"So, apa tujuanmu datang kemari?"
"Aku merindukanmu, Ana."
"Rihana memutar bola matanya malas
"Gombal
"Sungguh, aku tidak bohong selain ada pertemuan bisnis aku juga sangat merindukanmu?"
"Oke, kita lanjutkan saja ngobrol kita, di dalam ruang kerjaku."
"Ide bagus." Benedict langsung mencium pipi Rihana.
"Heii apa-apaan, kau ini." Rihana mendengus kesal.
"Ha ha ha itu hukuman karena kau telah mengabaikanku, dalam beberapa minggu ini."
"Cih alasan." Rihana mengusap pi
21+!!! Rihana membalas küluman bibir Benedict, menariknya menggigit pelan bahkan saling menautkan lidahnya. Gaun Rihana terjatuh di atas lantai. Benedict mengangkat pàntat Rihana dan kemudian meletakkanya di atas ranjang. Benedict segera melepas jas dan kemejanya, ia juga tidak sabar membuka celananya yang sudah terasa sesak. 'Yes, harus kudapatkan malam ini!' Pekik batin Benedict.' Melihat Rihana terbaring pasrah, payüdaranya yang menyembul dari bra berwarna hitam itu membuat junior Benedict semakin keras. Benedict menarik bra Rihana lalu membuangnya asal. Napas Rihana mulai tersengal melihat bayangan junior Benedict dari balik boksernya. Napasnya semakin melaju ketika Benedict mulai menindih tubuhnya. 'Sial kenapa dia sangat menggairahkan.' Jerit batin Rihana. Ia mendongak ketika bibir Benedict sudah mendarat di lehernya, menyapu tiap inci kulitnya. Rihana terpekik,ketika Benedict mulai mengusap ujung buah d
21+!!!Tusukan lidah Benedict semakin cepat dan tidak beraturan, ia mengerahkan kemampuannya untuk menaklukan Rihana lewat permainannya. Dari pertama bertemu, Benedict menginginkan hubungan yang lebih dari sekadar teman biasa, entah itu hubungan jangka pendek atau pun panjang."Bennnn." Rihana beberapa kali tersentak, pikirannya melayang dengan sejuta fantasi. Ia mengerang, menegang lalu lemas. Benedict benar-benar tidak memberinya kesempatan untuk kembali ke titik kewarasannya. Rambut tebal Benedict menjadi pelampiasan tangan Rihana yang menariknya dengan kuat.Setelah di rasa cukup, Benedict membalik tubuh Rihana, ia ingin memulainya dari belakang. Kepala Rihana ia tumpukan di bantal, kakinya ia tekuk seperti sedang bersimpuh, Benedict membelai lembah terlarang Ri
New York City. Garner Tower Building. "Pagi, seksi." Benedict menepuk pantat kyle, sekretarisnya di Garner Corp. "Pagi, pak." Kyle kelihatan sangat senang, ia tidak marah dengan perlakuan Benedict padanya, Kyle bahkan sengaja membusungkan dadanya, kemeja ketat yang ia pakai, hampir terbuka karena kancingnya tertekan oleh push up bra. Beberapa kali, Kyle merayu Benedict, tapi usahanya sia-sia karena mendapat penolakan Benedict. Tidak disangka, Benedict yang terkenal playboy itu membatasi dirinya untuk tidak mempunyai hubungan khusus terhadap sekretaris atau koleganya. "Ada yang penting, hari ini?" "Nona Barbara, menunggu anda di dalam, pak?" "Barbara?
"Dia tak sepintar dirimu, Ben. Bawa dia, pulang. Opa rindu." "Baiklah, Opa. Tapi aku harus ke Los Angeles dulu." "Los Angeles?" Jack membulatkan matanya. "Yah, Los Angeles, ada seseorang yang akan mengubahku untuk berhenti menjadi seorang playboy." Benedict tersenyum dengan penuh percaya diri. "Bullshit, terus yang berada di dalam kamar mandi itu apa?" Jack baru saja menutup mulutnya, Barbara keluar dari kamar mandi, ia masih merasa canggung kepada Jack. Dengan langkah pelan, ia berpamitan kepada kakek dari laki-laki pujaannya. "Ehmmm permisi tuan Garner, saya pamit dulu." Barbara memasang senyum sambil
"Hello cousin." Ashton tepat berdiri, di hadapan Benedict."A Ashton." Benedict mengerjap, seakan tidak percaya, orang yang sangat di rindukannya, muncul di hadapannya. Selama ini Benedict mencari Ashton, namun selalu gagal karena sebelum Benedict bertemu, Ashton sudah pindah ke tempat lain. Benedict mempunyai feeling, jika Ashton sengaja menghindarinya. Tapi mengapa, kini Ashton tiba-tiba muncul di hadapannya?""Kauuu," Benedict menunjuk baju chef yang di kenakan Ashton ber tag name ASHTON GARNER. "Jangan bilang kau kerja di sini, dan selama ini menghindariku."Ashton tersenyum remeh."Bajingan, berengsek, kau tahu selama ini aku bagaikan orang gila mencarimu, bisa-bisanya kau menghindar dariku, mempermainkanku, hah!" Bene
"A Ashton, kamu------""Ya Ri, aku menginginkanmu."Rihana memejamkan matanya, tangannya mencengkeram sofa, ia menahan napas. Sesuatu yang hangat menempel di bibirnya sekilas."Kau menutup matamu, supaya aku melakukan yang lebih dari ini?" Tawa Ashton pecah seiring tubuhnya bangkit dari atas tubuh Rihana."Berengsek." Rihana mengambil bantal sofa lalu melemparkannya ke arah wajah Ashton yang sangat menyebalkan."Aku tidak akan buru-buru, sebelum kau menerima cintaku, aku tidak akan menyentuhmu, Riri sayang."Keluar, aku muak melihat wajah jelekmu itu." Rihana sangat marah karena merasa di permainkan oleh Ashton.
"Ben, mmmm," Rihana berusaha menghindar dari ciuman panas yang dilancarkan oleh Benedict."Anaaa, aku menginginkanmu malam ini." Benedict mendorong Rihana menempel di dinding kamar hotel, tangannya ditarik ke atas. Ciuman Benedict turun ke leher Rihana, Benedict sengaja meninggalkan kissmark."Ben, jangan tinggalkan jejak di leherku." Rihana terengah, mencoba menghentikan aksi Benedict."It's okay, hanya satu tanda tidak lebih." Benedict mulai meraba dada Rihana."Ben, malam ini jangan------"Benedict ingin menghentikan protes dari Rihana, berbeda dengan malam itu, malam ini Rihana berusaha menolak sentuhan Benedict. Ia membungkam Rihana dengan ciuman liar, bertukar
Napas keduanya memburu.Ashton ingin sekali menerjang Rihana saat ini, ia memejamkan mata, menarik napasnya dalam."Ash," Rihana juga ikut memejamkan matanya setelah gagal untuk melepaskan diri dari kungkungan Ashton.Sebuah ciuman lembut mendarat di kening Rihana lalu suara berat Ashton terdengar di telinga kanannya."Tidurlah di sini, aku akan menjagamu, jangan khawatir, aku laki-laki yang terhormat, tidak akan memaksa seorang wanita untuk melayani napsu birahiku." Setelah selesai berbicara Ashton berdiri lalu menarik selimut, menyelimutinya.Rihana mengedipkan matanya, ia tidak menyangka, Ashton sangat pintar mengendalikan hawa napsunya.&nbs