"Oh ya, bagaimana kalau ngobrolnya kita terusin di rumah gue, kayaknya nggak cukup waktu kalau di terusin disini. Nginep ya … di rumah Gue?"
"Nginep?" Danu dan Karin kompak menjawab bersamaan."Iya, nginep. Kenapa reaksi kalian berdua aneh? Kayak udah janjian gitu." Risa mengerutkan keningnya."N-nggak gitu, Ris. Gue cuma ada urusan sama temen." Karin tergagap."Temen yang lebih penting dari gue? Setelah dua tahun nggak pernah bertemu? Lagian elo singgle, pasti nggak ada janji sama cowok, kan?" Risa memasang wajah kecewa."Eh, itu …." Karin melirik Danu."Sayang, Mas ke kantor sekarang, ya? Mas, nggak ikutan urusan wanita." Danu mengelus pundak Risa dan setengah berlari keluar dari kafetaria hotel."Em … iya deh, gue nginep di rumah elo nanti malam." Karin tidak punya pilihan lain."Ye … gitu dong, bff." Risa melompat girang. 'Hh, elo yang ngundang gue ke rumah elo, Ris. Jangan salahkan kalau suami elo nyuri kesempatan buat bermesraan sama gue.' Karin tersenyum mengejek. Ia sedang menyusun rencana untuk mencari cara agar nanti malam ia bisa memadu kasih dengan suami sahabatnya."Kok bengong, ayo Rin. Taksinya udah siap di depan." "Eh iya, ayo."*** Sesampainya di rumah Risa. Bunyi dentingan notif ponsel berbunyi beberapa kali, menandakan banyaknya pesan yang masuk. "Kenapa nggak dibuka, Rin? Siapa tahu penting." Risa heran karena Karin seolah tak terganggu dengan notif pesan yang berbunyi beberapa kali. "Ah, paling notif grup olshop, nawarin barang. Biarin aja, sekarang kan tanggal tua. Nggak boleh khilaf belanja." dusta Karin, padahal ia sangat yakin notif itu dari Danu. "Oh, ya udah, aku ambilin minum dulu, ya?"Sepeninggal Risa. Karin buru-buru membuka notif pesan yang terkirim padanya. Danu:[Sayang, tolak aja, ajakan Risa untuk nginep.][Cari alasan, Yang.][Bisa bahaya, Mas nggak tahu cara ngadepin kalian berdua kalau sampai beneran nginep.][Mas, bisa nggak tahan untuk ….] [Hubungan kita bisa terbongkar.][Sayang.][Yang.][P][Telat, Risanya ngotot. Aku nggak bisa nolak. Lagian aku kangen sama Mas. Curi waktu ah, biar bisa anuan sama Mas. 😁😁 ] Send.Setelah membalas pesan dari Danu, Karin segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas sebelum Risa bertanya yang macam-macam kepadanya."Kenapa ketawa-ketawa sendiri? Kek sedang menang lotre." Risa datang membawa nampan yang berisikan aneka camilan dan dua gelas minuman dingin. "Ah, enggak kok, cuma inget kenangan kita dulu waktu sekolah.""Sebelum kita terusin ngobrolnya minum dulu gih, cobain juga kuenya. Itu hasil gue uprek di dapur, alias diy, hehehe.""Em … enak kok. Nggak pernah mengecewakan. Selalu enak, kue buatan elo. Karin mengunyah bolu kukus buatan Risa. "Ngomong-ngomong, rumah elo bagus juga ya, Ris? Gue kira minimalis yang bikin sumpek. Nyatanya nyaman dan elegan."Biasa aja, Rin. Yah … walaupun tak semewah rumah Papa, tapi cukup nyaman, kok. Mas Danu telah bekerja cukup keras untuk mencukupi kebutuhan kami tanpa menerima bantuan apa pun dari Papa. Gue cukup bangga dengan kerja kerasnya.""Ceile … yang bucin." Berbanding terbalik dengan ucapan mulutnya, sebenarnya Karin sangat cemburu dan iri kepada Risa. 'Seharusnya gue yang nikmatin ini semua, bukan elo, Ris.' batin Karin.***Malam harinya, Risa menyiapkan banyak menu makanan untuk menyambut kehadiran Karin setelah dua tahun mereka tidak pernah bertemu. Sebagian ia masak sendiri dengan dibantu Karin dan sebagian lagi ia pesan dari penjual makanan onlinè."Tinggal nunggu Mas Danu pulang." Risa merapikan bajunya yang sedikit kusut."Emang nggak lembur?" celetuk Karin tanpa sadar."Nggak, kan tahu elo disini. Eh, kok elo tahu kalau mas Danu suka lembu? Padahal gue belum cerita.""Eh … nebak aja, sih." Karin terlihat gugup."Kirain," Risa tersenyum. "Singkron, nggak? Baju dan make up gue." Risa memutar badannya. "Ng …?"Tipe rumah minimalis yang menyatukan ruang tamu dan ruang makan yang hanya dibatasi rak buku menjadikan suara mobil Danu yang berhenti di halaman rumah terdengar jelas oleh Risa dan Karin."Akhirnya yang ditunggu udah pulang." Risa berjalan keluar diikuti Karin dibelakangnya. "Mas, pulang …." Sudah menjadi kebiasaan Danu ketika sampai di rumah akan mengatakan kalimat yang sama kepada Risa."Udah pulang, Mas." Risa dan Karin menjawab bersamaan. Lagi-lagi mereka bertiga kembali berpandangan dengan ekspresi wajah yang berbeda-beda. BERSAMBUNG."Udah pulang, Mas." Risa dan Karin menjawab bersamaan. Lagi-lagi mereka bertiga saling berpandangan dengan ekspresi yang berbeda-beda. Hening. "Ahahaha, makanya, Rin, elo musti cepet cari calon suami, biar nggak salah manggil terus. Masak dari tadi siang elo manggil suami gue dengan panggilan, Mas. Ngarep ya jadi istrinya mas Danu, atau elo mau jadi madu gue? Kalau elo mau, gue seneng banget. Biar bisa bebas tugas dari sini terus bisa pulang ke Jakarta nemenin Papa." Danu dan Karin kaget dengan kata-kata yang meluncur bebas dari mulut seorang Risa Aulia. "Ris!" "Yang." Danu dan Karin menjawab di waktu yang bersamaan. Wajah keduanya terlihat pucat. "April mop … duh gue cuma bercanda, Rin. Jiwa jomlo elo udah meronta-ronta minta suami tuh, bibir bilang asyikan jomlo tapi yang di dalam hati maunya punya suami ye, kan …." "Aduh Sayang … nggak lucu tahu." Danu merasa lega setelah mendengar pengakuan Risa kalau baru saja melontarkan sebuah candaan kepada mereka. "Maaf-maaf ya, Rin, se
"Lo dari mana, Rin? Gue cari-cari kok nggak ada. Padahal gue cuma ke kamar mandi sebentar.""Eh itu Ris, gue abis teleponan sama temen. Di dalam, sinyalnya timbul tenggelam jadi gue keluar rumah buat angkat telepon.""Rin, elo sekarang ngrokok? Kok bau badan lo kek bekas orang yang suka ngrokok?""Masak sih?" Karin mengendus baju yang dipakainya." Oh tadi pas di luar ada bapak-bapak ronda sedang ngrokok di dekat gue, mungkin asepnya nempel di baju gue. Masak iya, gue ngrokok sih, Ris? Elo pikir gue cewek apaan?""Hehehe … iya sih, mungkin hormon kehamilan nih bikin gue sensitif sama bau-bau tertentu. Ngomong-omong, lo lihat nggak laki gue di mana? Dia juga nggak kelihatan dari tadi."Lho Mas, dari mana?" Risa melihat Danu masuk dari pintu samping rumah."Biasa Sayang, abis ngrokok." Danu berkata dengan santai."Kalian berdua kayak janjian. Karin juga abis dari luar, teleponan ama temen. Baju kalian berdua juga bau rokok. Hehehe … emang rumah kita terlalu minimalis, ya? Sampai-sampai ba
"Haruskah kuakhiri sekarang? "Risa merasakan sakit pada perutnya. Selalu saja begini, ketika ia ingin menyelesaikan masalah rumah tangganya. Janin yang ada di dalam kandunganya seolah mencegahnya, rasa sakit di perutnya selalu datang seiring dengan kata hatinya yang ingin menggugat cerai suaminya.Sebenarnya Risa sudah menangkap gelagat aneh di antara Karin dan Danu, ketika mereka bertemu di kafetaria hotel. Risa hanya pura-pura tidak tahu, ia ingin melihat sejauh mana instingnya terbukti. Nyatanya dengan kedua belah matanya ia melihat sendiri tangan Karin dan suaminya saling menggenggam mesra, rasa sakit hati menderanya ketika suaminya tidak menolak ataupun menghindar dari godaan Karin, sedangkan Risa yang notabene berstatus istri sahnya berada dihadapan mereka berdua."Ternyata elo Rin, orangnya. Tak kusangka, jadi ini alasannya elo menghilang setelah pernikahan gue. Dan buat kamu Mas, kenapa mengejarku dan melamarku kalau yang Mas cinta dari dulu itu Karin. Apa alasannya? Apakah kar
"Mas lagi ngapain di situ?" Danu terperanjat kaget dengan suara Risa yang sudah ada di belakangnya."Eh, Sayang, sudah bangun ya?""Dari tadi, Mas.""Dari tadi, sejak kapan?" tiba-tiba wajah Danu kelihatan memucat."Karin baru saja pergi ya?" Risa pura-pura menanyakan keberadaannya Karin."Emang, Sayang nggak lihat keberadaan Karin?" Danu kembali berdusta."Nggak lihat, emang mas tahu keberadaan Karin di mana?""Nggak tuh." Danu menggidikkan bahunya. "Mas juga baru bangun, Sayang.""Semalam itu aneh banget, tiba-tiba aku ngantuk dan nggak ingat apa-apa sampai pagi. Sekarang, Karinnya udah pergi, padahal belum cerita apa-apa huft ….""Mungkin Sayang terlalu capek, kemarin dari pagi sibuk sampai malam. Jadi nggak sadar ketiduran. Nggak pa pa, lain kali kan masih ada waktu ngobrol. Kapan-kapan janjian dulu. Kalau Karin mau nginap lagi juga nggak pa pa. Mas, seneng kok, kalau kamu ada temen ngobrol.""Mas seneng?" Risa menatap tajam Danu."I-iya seneng, Karin kan teman baik kamu, Sayang. S
Enam bulan kemudian.Sayang, kapan tanggal HPL nya? Mas mau siap-siap ambil cuti supaya bisa nemenin kamu saat lahiran nanti." Danu mendekati Risa yang sedang duduk di ruang tamu sambil membaca buku tentang kehamilan."Satu minggu lagi, Mas." Risa sebenarnya malas untuk memberitahukan tanggal HPL kelahiranya karena selama ini waktu periksa kandungan juga, Danu seolah tak peduli karena bila berjanji selalu tidak ditepati. Tapi sebagian sudut hati kecil Risa, ia ingin ditemani oleh suaminya disaat proses bersalinya nanti. 'Ah mungkin ini keinginan sang jabang bayi.' batin Risa dengan senyum getirnya."kenapa Sayang, sakit lagi perutnya?""Nggak pa pa, Mas, pegel aja punggungnya." Risa ingin sekali menangis, tapi air matanya sudah mengering sejak ia mengetahui perselingkuhan suaminya. Baginya pantang untuk menangisi seorang suami yang menusuknya dari belakang. 'Bahkan dia tidak tahu bahwa sakit di perutku karena ulah dari tendangan bayi kami yang akan sebentar lagi lahir ke dunia. Kamu j
"Darimana kamu mas, semalam?" Risa memandang Danu dengan tajam, kekecewaan yang besar terlihat dari sorot matanya. "Maaf, semalam mas------ "Sudahlah, tidak penting sama sekali semalam kamu ada dimana." Danu tersentil hatinya dengan jawaban sarkastik dari Risa. "Biar mas bantu." Danu segera meraih tangan Risa, ketika Risa berusaha turun dari ranjang. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Risa ketika Danu memapahnya berjalan ke kamar mandi. Danu cuma menebak, dan sepertinya tebakannya benar karena Risa tidak protes ketika ia menggiringnya masuk ke dalam kamar mandi.Setelah selesai, Danu kembali membantu Risa naik ke atas ranjang dan menggantungkan kembali botol infus ke tiang gantungan. "Mas keluar dulu, mau beli sarapan dan keperluan kamar mandi buat kamu. Sayang mau makan apa? Atau ada sesuatu yang mau dibeli?" &
Dua bulan kemudian."Oek …oek … oekk."Suara tangisan Satria membangunkan Risa, sejak sore hari bayi tampan itu rewel tanpa Risa tahu apa penyebabnya. Risa bangun memeriksa popoknya dan ternyata masih kering. Ia mengangkat bayi gembul itu lalu dipangkunya untuk diberi ASI. "Kamu lapar, Sayang." Risa membuka kancing atas piyamanya, diarahkan püting süsu ke mulut mungil Satria, namun bayi itu menolak dan menangis semakin kencang."Sayang, kenapa dengan Satria?" Danu mengucek matanya karena ikut terjaga dari tidurnya. Dua bulan ini, Danu benar-benar membuktikan janjinya. Tidak ada lagi drama berangkat pagi, pulang telat atau lembur di kantor. Ia menjadi suami dan ayah yang siaga.Dan untuk hati Risa, sebenarnya sudah tidak sama lagi rasa cintanya kepada Danu. Namun Risa tidak ingin, Satria tumbuh tanpa keluarga yang lengkap. Risa tahu bagaimana rasanya hidup dengan orang tua tunggal, walaupun ayahnya sangat menyayanginya. Namun masih ada kekosongan di ruang hatinya tanpa bisa tergantikan k
"Sayang, sudah bangun." Danu merasakan tubuh Risa bergetar di sela-sela tidurnya.Risa tergugu, menangis dalam diam. Buliran air mata tak terhitung, seberapa banyak yang telah keluar dari mata sembabnya. Ia sudah lelah berpikir, ia cuma bisa menyalahkan dirinya sendiri. Mungkin karena saat mengandung Satria, ia terlalu banyak pikiran. Seharusnya ia tidak usah peduli dengan perselingkuhan suaminya, seharusnya ia lebih peduli kepada janin yang sedang dikandungnya. Seandainya, seandainya beribu andai terus berputar di otaknya."Ini salahku, ini semua salahku. Seandainya waktu mengandung lebih memperhatikanya." Risa kembali menangis sesegukan sambil menatap langit-langit rumah sakit."Sayang, jangan menyalahkan diri sendiri, ini sudah takdir. Yang pantas disalahkan adalah Mas, Mas yang sibuk dengan pekerjaan dan mengabaikan kalian berdua selama ini. Bahkan, Mas tidak pernah mengantarmu cek kandungan. Maafkan Mas, Sayang, tolong jangan begini. Satria butuh kita, terutama Kamu." Danu menggen