Share

Ethan Samuel

Aku mengabaikan lagi panggilan telepon yang berulang kali berbunyi, dan mendengus dengan kesal, telepon itu sudah berulang kali aku angkat dan matikan tapi kakek tua itu pantang menyerah, dia masih terus menerorku sepanjang hari.

Aku mencoba mengetik di laptopku, dan membaca tulisan kecil itu dengan hati-hati. Konsentrasi Ethan, kamu harus fokus! perintahku dalam hati. Tapi telepon itu terus berdering, aku mengangkat dengan kesal gagang telepon itu dan langsung menaruhnya di meja. Terdengar suara Daniel memanggil, tapi aku tidak ada waktu untuk menghiraukannya, aku tersenyum senang, kenapa cara ini tidak terpikirkan olehku dari tadi.

Aku segera mengalihkan jemariku kembali ke laptop, beberapa menit lagi, selesai, aku memandang dokumen di hadapanku dengan puas, akhirnya selesai, dokumen yang dibutuhkan besok.

Baru saja aku mau membuka file yang baru, handphone-ku berdering, nomor opa lagi, dengan kesal aku langsung mematikan handphone-ku, selesai, aku tidak akan diganggu lagi, pikirku senang.

Jemariku kembali mengetik dengan cepat di atas laptop, ada masalah sedikit di bagian pemasaran, tidak masalah, aku bisa menghubungi bagian marketing, semua selesai, pikirku senang. Tiba-tiba sekretaris ku mengetuk pintu. Emily, hanya muncul di depan pintu tanpa berani masuk.

"Ah... begini pak, saya terima telepon,-" ucapnya takut-takut tak berani menatapku. Aku segera memotong ucapannya yang tak penting itu.

"Saya sudah bilang saya tidak mau diganggu!" ujarku kesal, berharap dia segera keluar dari ruanganku. Tapi dia malah masuk kedalam walau kepalanya masih tertunduk.

"Tapi pak..." sergahnya sambil menatapku, dia berjalan ke tengah ruanganku, berdiri di samping sofa.

"Apa lagi?" Aku meliriknya kesal karena dia mulai menggangguku.

"Tapi ini ada telepon dari Singapura?" ucapnya mendesak. Aku menatapnya kaget, telepon dari Singapura yang dari kemarin aku tunggu?

"Saya sudah bilang kalau ada telepon dari Singapura segera kasih tau saya!" seruku dengan gusar. Dia segera menunduk takut.

"Saya sudah coba memberitahu bapak, tapi teleponnya sibuk." Wajahnya mengkerut karena takut sambil menunjuk telepon kantorku yang kuletakkan di meja.

Aku menatap telepon yang aku taruh di sampingku itu, ada sedikit rasa bersalah menghinggapi hatiku, tapi aku tetap memasang wajah datar, dan memandang Emily sekretarisku itu.

"Baik, ... hubungkan segera!" seruku cepat, Emily segera keluar dan menghubungkan telepon itu. Semua ini karena kakek tua itu, dia berulang kali menelepon ku dari pagi tadi mengingatkan diriku agar muncul ke makan siang keramat yang dia sudah tunggu-tunggu.

Sejak dari kecil kakekku sudah menceritakan berbagai kisah cintanya dengan cinta pertamanya, Anya, anehnya kakek walau cintanya direbut oleh sahabatnya, dia tetap mencintai wanita itu.

Yang lebih menyebalkannya lagi, hal itu berbuntut padaku, entah apa alasannya kedua kakek tua itu malah berjanji untuk menikahkan anak mereka, tapi karena kedua anak mereka perempuan, jadi Aku yang terkena imbasnya. Aku yang harus menikah dengan keturunan wanita itu.

Aku segera mengangkat telepon penting itu pada dering pertama. Fokus, tetap fokus Ethan! seruku dalam hati.

Matahari yang bersinar terik kini sudah digantikan oleh sinar bulan yang temaram, aku akhirnya menyelesaikan seluruh dokumen yang masuk ke mejaku hari ini. Aku segera menutup laptopku dengan puas. Aku berdiri dan merenggangkan tubuhku yang pegal karena duduk seharian. Aku melirik ke arah keluar, kantor telah sepi, sudah saatnya aku kembali ke apartemenku.

Aku segera keluar dan mematikan lampu ruanganku, lalu mencari handphone ku, aku harus memberi tanda pada to do notes ku, semua pekerjaan hari ini selesai, pikirku senang. Aku lupa kalau aku tadi mematikan handphone ku, dengan segera aku menyalakannya.

Berbagai pesan, email masuk berebutan di handphone ku, aku membiarkannya bergetar sambil berjalan menuju mobilku.

Tiba-tiba masuk telepon dari nomor Kakek lagi, sebaiknya aku mengangkatnya sekarang daripada dia menggangguku lagi besok.

"Apa lagi kakek tua?" tanyaku sedikit bercanda.

"Kamu cucunya kan? Segera kemari kami membutuhkan tanda tanganmu!" Suara dingin perempuan yang menjawabnya. Aku melirik kembali layar handphone ku, ini benar handphone Opa? tapi kenapa yang menjawab malah perempuan aneh ini?

"Kamu siapa?" betakku kasar, jangan-jangan ini penipuan? pikirku dalam hati.

"Kakekmu ada di UGD RS Jantung Harapan Kami, segera datang!" balasnya lagi tidak menjawab kata-kataku. Terdengar suara mesin konstan di belakangnya, seketika rasa panik masuk kedalam hatiku.

Tidak mungkin Opa sakit? Kemarin saat dia datang ke kantor dia tampak sehat saja, dia pasti berakal lagi, dia sering melakukan segala tipu daya agar aku melakukan apa yang dia kehendaki, tapi kali ini aktrisnya berhasil membuatku panik. Aku segera masuk ke mobilku dan mengarahkannya ke rumah sakit.

Pasti bercanda, tidak mungkin, pikirku ketika memasuki ruang UGD, mendengar suasana UGD dan sedu sedan orang yang ada di sana membuat hatiku sedikit bergetar. Aku baru mau menghampiri tempat suster, Daniel segera menghampiriku.

"Ada apa ini? becandanya ga lucu?" ujarku kepada sekretaris Opa ku. Pria itu tidak bergeming, tapi dia membawaku menuju tempat tidur Opa.

Hatiku mencelos ketika melihat Opa Jacob ku yang terbaring disana, tubuhnya penuh kabel dan infus sudah masuk di tangannya. Ada seorang wanita berbaju kuning duduk disebelahnya, menangis.

"Ada apa? ucapku panik kepada Daniel.

"Mereka baru saja melakukan EKG, tapi hasilnya kurang baik," ucap Daniel lirih, Ada suster datang untuk melepaskan kabel-kabel yang menempel di tubuh Opa ku.

"Sepertinya mereka harus melakukan echo," bisik Daniel lagi.

Aku memandang tubuh Opa yang tertidur, lalu pandangan ku tertuju pada wanita berambut panjang itu.

"Siapa dia?" tanyaku bingung karena wanita itu masih menangis dalam diam.

"Dia... calon istri mu." jawab Daniel berbisik lebih lirih ke telingaku.

"Istri...?" Ah dia kah turunan dari cinta pertama Opa? Cih buat apa dia menangis seperti itu, kenal juga tidak? Apakah dia sedang berakting agar semua jatuh hati kepadanya? Sayang aku tidak akan terpengaruh, pikirku dalam hati.

"Kenapa dia menangis, dia kan ga ada hubungan apa-apa dengan opa?" tanyaku kesal ke arah Daniel.

"Opa jatuh sakit ketika dia menolak pernikahan ini, mungkin dia merasa bertanggung jawab." jelas Daniel kembali berbisik. 

Entah kenapa ucapan Daniel membuatku marah, wanita mana yang berani menolak dinikahkan oleh Ethan Samuel? Siapa dia, bisa-bisanya dia menolak menikah denganku! pikirku gusar.

Aku mendekati tempat tidur Opa, wanita itu menyangga wajahnya dengan tangannya di keningnya, rambutnya yang panjang menutupi separuh wajahnya, hanya air mata yang mengalir di pipinya.

"Hmm," kataku menunjukan kehadiranku. Tapi wanita itu tetap tidak bergeming.

"Ehem!" Aku mengeraskan suaraku, wanita itu tersadar lalu menatapku.

Raut wajahnya yang kecil hampir tertutup dengan rambutnya yang tebal kecoklatan, badannya kurus dan kulit nya putih pucat, bibirnya kecil dengan hidung mungil, tetapi yang mengejutkan adalah bola matanya yang bulat kecoklatan. Tanpa sadar aku menahan napas saat dia menatapku

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status