Share

Tidak Bisa Pulang

Pembicaraanku dengan New York berjalan lancar, kantor pusat setuju dengan keputusan yang aku ambil, iklan yang berjalan yang menyesatkan publik itu akan ditarik dan akan kami buat baru lagi, walau akan keluar biaya baru, tapi pihak pusat akhirnya tidak keberatan. Aku sangat suka bekerja dengan perusahaan ini yg memiliki integritas ini.

Setelah selesai bicara aku merasa lapar, wanita ini pasti juga lapar sudah hampir jam 11 malam dan kami belum makan malam. Aku memandang ke arahnya untuk menanyakan apakah ia lapar, tapi pemandangan yang aku lihat lebih menakjubkan.

Gaunnya ternyata robek jahitannya dari dada sampai ke pinggang, walaupun aku tak ada bermaksud melihat tetapi naluri kelaki-lakianku langsung muncul dan menatap tubuhnya yang terlihat sedikit itu, walaupun dalam sinar yang temaram, jantungku berdebar-debar ketika aku melihat kulitnya yang seputih susu, dadanya penuh dan pinggangnya ramping. Dia sedang menatap air hujan yang jatuh di jendela tanpa menyadari aku bisa melihat semua itu.

Jadi dia ternyata tadi diam tidak keluar lagi dari mobil karena bajunya robek? karena tarikan tanganku kah bajunya ini bisa robek? tiba-tiba aku merasa harus bertanggung-jawab.

"Hmm!" seruku setelah bisa menguasai diriku.

"Panggil aku dengan...-" ucapannya terpotong karena melihat jariku menunjuk robekan gaunnya, dia langsung menggenggam robekan gaunnya itu.

Aku segera membuka jasku, setidaknya dia bisa mengenakannya sepanjang jalan, daripada dia harus menggenggam gaunnya terus menerus. Aku mendekatinya untuk memakaikan jas itu kepadanya.

"JANGAN!" jeritnya sambil mendorongku dengan kasar, Eh... dia pasti berpikir macam-macam ya, dasar wanita aneh! pikirku kesal.

"Apaan sih!" seruku melempar jas itu ke pangkuannya saja.

"Jangan dekat-dekat, kamu mau apa!" teriaknya dengan panik, bola matanya coklat mudanya menatapku ketakutan, hahaha, dia pasti berpikir kalau aku akan menyerangnya, hahaha, justru karena kelakuannya seperti ini aku jadi malah kepikiran, pikirku sambil menatap bibirnya yang mungil.

"Ya sudah kalau ga mau pake!" Aku menarik lagi jasku dari pangkuannya.

"Eh, ... mau!" jawabnya sambil langsung menarik jas ku lagi, seperti baru tersadar, dia segera memakainya dan terlihat senyuman tipis di wajahnya yang mungil itu.

Aku mendengus geli, lalu menjalankan mobil kembali, ada perasaan aneh menyusup dalam hatiku ketika melihat senyumannya itu, tapi aku kembali memfokuskan pandanganku kepada jalan.

"Kita mau kemana?" tanyanya bingung sambil menengok kanan kiri, memperhatikan jalan sekitarnya.

"Makan." jawabku.

Perutku sudah bergetar-getar dari meeting tadi. Aku melirik jam yang ada di dasbor mobil sudah jam 11.23, jam segini yang pasti buka hanya restoran fast food, aku segera mengarahkan mobil menuju salah satu restoran andalanku karena aku selalu makan terlambat.

Restoran berlambang M besar berwarna kuning itu sudah di depanku, dan aku segera masuk ke dalam layanan drive through, dan membuka jendela, angin hujan langsung masuk ke dalam.

Ah pasti dia kecewa diajak makan disini, wanita seperti ini pasti maunya makan mewah di restoran italia, pasti dia tidak menyangkalnya akan diajak ke restoran model begini, pikirku sinis dalam hati.

"Mau makan apa?" tanyaku singkat, mengujinya.

"Paket double cheese minum ganti teh, makasi," jawabnya lantang, aku yang tadi menghadap speaker langsung memutar tubuhku dan menatapnya dengan kaget.

Aku menatapnya yang menatapku kembali dengan bingung, kok bisa sama? kenapa pilihan makanannya bisa sama? tapi pasti banyak orang yang menyukai menu itu di sini, pikirku menenangkan diriku lalu kembali menatap speaker dan segera memesan.

Kami segera makan dengan diam, Aku segera memakan kentang gorengku, aku lapar sekali tetapi sepertinya ada yang lebih kelaparan, wanita itu menghabiskan makanannya dalam sekejap bahkan sebelum aku menyelesaikan makanku.

Benar-benar wanita aneh, seharusnya ada rasa malu, jika makan dengan calon suami...eh kenapa aku berpikir begitu ya, dia hanya calon yang dijodohkan oleh opa Jacob, jadi dia bukan calon istriku, pikiranku mulai aneh-aneh sepertinya aku sudah lelah, pikiranku mulai melantur kemana-mana, kataku dalam hati memperingatkan diriku.

"Cepet aja, laper ya?" tanyaku menyindir kata-kata itu meluncur cepat sebelum aku sempat menahan diriku. Dia menghabiskan teh kemasannya dan melirik ke arahku dengan sebal.

"Sudah pasti, aku nungguin Opa dari siang sampai malam ini, kalau aku sih khawatir ya kalau Opa ku kenapa-kenapa, nggak kaya seseorang yang sok sibuk, sampai nggak bisa di telepon." Eh wanita ini berani-beraninya malah menyindirku kembali.

Aku menatapnya dengan kesal, baru mau membalas kata-katanya tapi handphone-nya berbunyi.

Aku, Ethan Samuel harus berhenti bicara saat dia mengangkat tangannya menyuruhku berhenti, dan anehnya aku menurut. Orang dari New York tadi menungguku untuk bisa berbicara, tapi wanita ini seenaknya memberikan telapak tangannya agar aku berhenti bicara? pikirku dengan kesal.

"Ya, Mama aku dah jalan pulang kok, iya aku aman, aku naik taksi kok." jawabnya sambil melirik, cih sejak kapan aku jadi taksi, pikirku kesal.

Aku memandangnya ingin mengambil handphone-nya dan berteriak sama siapa pun yang dibalik telepon itu kalau aku yang mengantarnya, bukan taksi, jadi dia pasti aman. Tapi dia meletakkan jari telunjuknya di bibirnya yang mungil itu, bibir yang dari tadi menggodaku, lalu tanpa aku sadari pikiranku kembali ke bayangan tubuhnya tadi yang aku lihat sekilas. 

Aish, aku harus segera mengalihkan pikiranku, terdengar ada suara perintah dari kepalaku dan aku mulai menjalankan mobil dengan kesal.

"Mama tidur aja, aku kan bawa kunci, dah malem Mah," ucapnya sambil memandang keluar, air hujan masih turun dengan derasnya. Aku menyetir dengan hati-hati karena hari juga sudah makin pekat, dia sungguh beruntung diantar olehku malam ini.

"Oke Mama sayang," ucapnya mematikan handphone sambil tersenyum tipis lagi. Aish aku harus berhenti memperhatikannya dari kaca spion, kenapa aku jadi sangat peduli dengan apa yang dia lakukan sih? pikirku kesal.

"Rumahku di Akasia TV3 nomor 1." ucapnya memberi tahu, aku mendengus kesal, benar-benar merasa seperti supir taksi dibuatnya. Aku segera mengarahkan mobil ke sana.

Hujan deras ini awet sekali, Akasia itu komplek dimana ya? aku sebenarnya agak bingung, seingatku komplek Akasia berada disini, tapi tidak ada blok TV3, tapi aku tak mau bertanya kepadanya, dia nanti akan menyindirku lagi. dia malah sibuk memperhatikan air hujan yang jatuh di jendela.

Setelah lama berputar-putar, aku akhirnya menyerah, sepertinya aku harus bertanya kepadanya. Aku teringat pepatah tua yang Opa Jacob sering katakan dulu, malu bertanya sesat di jalan, sepertinya benar, aku tersesat.

"Hei... hei..." Aku memanggilnya asal. Tapi tidak ada tanggapan. Ah... dia paling tidak suka dipanggil hei, aku baru teringat.

Anna!" panggilku mengulang, tapi tetap tidak ada tanggapan.

"Anna, aku sudah memanggilmu dengan namamu. A..nna, jangan sok nggak dengar deh!" gumamku kesal.

Aku segera meminggirkan mobil, dan mencoba melihatnya, aah... pantas dia tak menyahut ternyata dia tertidur! Aku benar-benar dibuatnya seperti supir, pikirku kesal.

Bagaimana ini, aku tidak tahu rumahnya dimana? sekarang juga sudah hampir jam 1 malam, aku juga harus istirahat karena besok ada meeting lagi dengan Singapura.

Aku memandangnya yang tidur sangat lelap dalam jasku yang kebesaran, dia tampak sangat damai, sehingga aku tak kuasa untuk membangunkannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status