Aldo Federick Parker begitulah semua orang mengenalnya. Seorang pebisnis muda yang terkenal dengan kepandaiannya dalam hal negosiasi bisnis. Karena hal itulah ia bisa sukses merajai dunia bisnis. Kegigihannya dalam mengurus perusahaan dapat terlihat dari hasil yang telah ia capai saat ini.
Orangtuanya tinggal di Indonesia. Sebagai orangtua tunggal, Papanya selalu meminta Aldo untuk pulang dengan berbagai alasan, tapi Aldo selalu menolaknya. Di usianya yang kini sudah menginjak di angka 28 tahun, Papanya sangat berharap Aldo segera menikah dan membina rumah tangga. Wajar saja jika orangtuanya mulai khawatir dengan masa depan Aldo, mengingat saat ini usianya sudah tidak muda lagi.
Karena terlalu di manjakan oleh sang Papa, kini Aldo tumbuh menjadi pribadi yang senang dengan kebebasan. Jangankan berpikir untuk menikah, dalam kehidupannya, wanita bagi Aldo seperti layaknya baju yang ia pakai setiap harinya, jika bosan ia akan membuangnya.
Tapi Aldo akan terlihat serius jika itu menyangkut urusan perusahaan atau pekerjaannya. Baginya tidak ada kata bermain dalam dunia bisnis. Semua akan ia tangani dengan seluruh kemampuannya.
"Maaf tuan, ada telepon dari Indonesia," ucap sekretarisnya.
"Ok, kamu sambungkan ke saya." Perintah Aldo. Karena Aldo tahu jika telepon dari Indonesia, pasti ada hubungannya dengan sang papa kesayangan.
"Baik tuan," jawab sekretarisnya, lalu ia menyambungkan telepon itu kepada bosnya.
"Aldo, ada kabar buruk yang menimpa Papa kamu. Sebaiknya kamu segera kembali ke Indonesia, karena papa kamu saat ini sedang di rawat di rumah sakit, beliau terkena serangan jantung." Ucap orang yang di seberang telepon.
"APA!! Ba-baik, baik paman, aku akan segera pulang ke Indonesia." Ucap Aldo panik mendengar kabar tersebut.
Aldo menyuruh Aditya untuk segera datang ke ruangannya. Ia meminta Aditya menggantikannya selama ia kembali ke Indonesia. Dan Aldo juga meminta Aditya menghubungi pihak Bandara untuk melakukan penerbangan dengan pesawat pribadinya.
Setelah terkonfirmasi, kini Aldo segera menuju bandara. Selama penerbangan menuju ke Indonesia Aldo sangat gelisah dan cemas akan keadaan Papanya. Ia takut terjadi apa-apa dengan satu-satunya orangtuanya yang masih ia miliki hingga saat ini.
"Semoga Papa baik-baik saja." Gumam Aldo dengan raut wajah cemas.
Penerbangan pun mendarat dengan mulus di Jakarta, Aldo yang sudah di jemput oleh sopir Papanya langsung menuju ke rumah sakit. Dengan tergesa-gesa Aldo berjalan ke Ruangan Dokter jantung yang menangani penyakit Papanya.
Setelah mengetahui keadaan papanya, kini Aldo berjalan menyusuri koridor rumah sakit menuju ke ruangan Papanya yang kini ada di ruang VVIP dengan di temani oleh asisten pribadi Papanya.
"Papa." Ucap Aldo yang langsung menggenggam tangan papanya.
"Al, akhirnya kamu datang juga." Suara papanya terdengar lemah di telinga Aldo.
"Papa istirahat saja, Al akan menemani Papa di sini." Ucap Aldo.
Lelaki paruh baya yang terbaring lemah di rumah sakit itu, menatap Aldo dengan tatapan penuh kerinduan. "Al, Papa senang akhirnya kamu menemui papa di sini. Sekalian Papa ingin mengatakan permintaan Papa," ucap William Parker.
"Apa Pa? Kalau Al bisa, Al pasti akan penuhi permintaan Papa." Ucap Aldo tanpa keraguan demi kesembuhan papanya.
"Papa ingin kamu segera menikah nak," ucap pak William.
Jantung Aldo seketika berdetak kencang mendengar permintaan Papanya. Karena di benak Aldo tidak ada niatan sedikit pun untuk menikah. Dia hanya butuh bersenang-senang bukan dengan ikatan pernikahan, baginya pernikahan hanyalah bullshit.
"Menikah? Menikah dengan siapa, Pa?" Tanya Aldo kemudian.
"Anak teman papa, namanya Clarissa Yasmin Pratama." Jawab pak William dengan nada lemah.
Aldo menghela nafas beratnya, "Apapun kemauan Papa, asal Papa cepat sembuh akan Al lakukan." Ucap Aldo.
"Makasih nak, Papa senang mendengarnya." Ucap William terlihat bahagia.
Flashback-on
Setelah sampai di rumah sakit, Aldo langsung menuju ke ruangan dokter jantung yang bernama dokter Maya (dokter pribadi keluarga Parker). Aldo pun mendengarkan dengan seksama penjelasan tentang penyakit yang di derita Papanya.
"Al, kondisi Papamu sekarang akan sangat fatal kalau dia tidak siap mendengar hal-hal yang mengejutkannya. Karena kalau sampai terkena serangan jantung untuk kedua kalinya, nyawa papa kamu akan terancam." Jelas Dokter Maya memberitahukan bagaimana kondisi terbaru Papa Aldo.
Wajah Aldo terlihat murung saat mendengar penjelasan dokter Maya. "Baik Dok, saya mengerti." Jawab Aldo.
Setelah mendengar penjelasan tentang kondisi Papanya, Aldo pun pergi ke ruangan dimana Papanya di rawat saat ini. Dengan di temani asisten pribadi William sebagai penunjuk jalan.
Flashback-off
Walaupun Aldo keberatan untuk menikahi wanita pilihan Papanya, tapi demi kesembuhan Papanya, Aldo rela melakukannya. Aldo takut jika terjadi hal yang tak di inginkan jika ia menolak kemauan Papanya saat ini.
Setelah mendapat nomor HP wanita yang akan di jodohkan dengannya, Aldo langsung menghubungi dan membuat janji temu dengan wanita itu di sebuah cafe.
"Kenalkan nama saya Aldo Federick Parker, panggil saja Al." Ucap Aldo sambil mengulurkan tangannya.
"Clarissa Yasmin Pratama, Panggil saja Icha." Ucap Clarissa menyambut uluran tangan Aldo.
"Langsung saja, kamu pasti sudah tahu kenapa aku menghubungimu?" Ucap Aldo tanpa basa-basi terlebih dahulu.
"Iya aku sedikit memahami situasinya, kalau memang kamu keberatan untuk ..." ucap Icha.
"Aku akan menikahimu." Ucap Aldo memotong perkataan Icha.
"Hah!! Bu-bukankah kamu akan menolak perjodohan ini?" Tanya Icha yang terkejut mendengar perkataan Aldo.
"Demi Papaku, aku akan menikahimu, tapi ingat setelah tiga bulan pernikahan kita harus cerai secara diam-diam, jangan sampai orangtua kita mengetahuinya." Ucap Aldo.
"APA!!" Ucap Icha terkejut bukan main.
"Aku tahu kamu melakukan pernikahan ini demi bisnis keluargamu, jadi jangan berharap lebih padaku. Aku akan tetap menjadi investor utama di perusahaan keluargamu, dan tugas kamu hanya membantuku demi kesembuhan Papaku, jadi tidak ada yang di rugikan dalam hal ini." Ucap Aldo.
Icha tidak percaya mendengar perkataan Aldo yang kini duduk di depannya. Tapi dia tidak mempunyai pilihan lain selain menyetujui ucapan Aldo, karena apa yang di ucapkan oleh Aldo benar adanya. Bahwa pernikahan ini hanyalah sebuah negosiasi, tidak adanya cinta di dalamnya. Demi bisnis keluarganya Icha harus menerima perjodohan ini.
Icha sejenak berpikir apakah ia akan menerima kesepakatan ini atau tidak. "Baiklah, tapi aku ada dua syarat sebelum kita menikah," Ucap Icha.
"Apa? Katakan?" Ucap Aldo datar.
"Pertama, setelah menikah aku minta kamarku sendiri. Kita harus saling menghormati masalah pribadi masing-masing dan tidak ikut campur. Kedua, tidak adanya sentuhan fisik dalam hal apapun selama kita menikah." Tegas Icha
"Soal sentuhan fisik ada pengecualian, pegangan tangan atau ciuman di depan keluarga itu di butuhkan. Kalau tidak, mereka semua akan curiga dengan hubungan pernikahan kita." Ucap Aldo.
Icha menghela nafasnya, "Ok, hanya sebatas cium pipi dan pegang tangan." Ucap Icha.
"Aku setuju karena tidak mungkin juga wanita sepertimu bisa membangkitkan gairahku." Ucap Aldo dengan senyum meremehkan.
"Kamu!!" Icha menggeram kesal melihat sikap arogan Aldo yang seperti sedang meremehkannya.
"Sudahlah, tidak perlu merasa tersinggung. Kita saling membutuhkan. Kamu butuh uangku, dan aku butuh bantuan kamu untuk kesembuhan papaku. ini impas kan?" ucap Aldo.
Kalau bukan karena dirinya mendapatkan posisi yang tidak menguntungkan seperti ini, Clarisa tidak akan mau menerima perjodohan ini.
"Baiklah, Tuan Parker, ter-se-rah bagaimana anda menilai saya. Karena penilaian anda tidak penting bagi saya." Ucap Clarisa.
Bersambung ...
"Baiklah, Tuan Parker, ter-se-rah bagaimana anda menilai saya. Karena penilaian anda tidak penting bagi saya." ucap Clarisa."Baguslah kamu cukup sadar diri dengan posisimu saat ini." Sinis Aldo.Tak ada jawaban dari Clarissa, ia memilih untuk diam dari pada meladeni pria arogan di depannya saat ini.Setelah menemukan kesepakatan bersama, mereka pun keluar dari cafe. Aldo membawa Icha menemui Papanya yang masih di rawat Rumah sakit. Selama perjalanan menuju ke rumah sakit, suasana hening lebih mendominasi. Baik Icha atau pun Aldo sedang asyik dengan pikiran mereka masing-masing.'Semoga dengan pernikahan ini, perusahaan Papa mendapat suntikan dana dan tidak mengalami kebangkrutan.' Batin Icha.Icha justru memikirkan tentang perusahaan Papanya yang kini sudah berada di ambang kebangkrutan jika tidak mendapat suntikan dana. Ketimbang memikirkan tentang pernikahannya dengan Aldo. Tentang bagaimana
Saat ini Aldo duduk di sofa kamarnya, kamar yang telah lama di tinggalkannya, dengan kedua tangan di rentangkan di kursi. Pikirannya kacau saat ini, sungguh ini adalah hal yang paling di benci olehnya.Pernikahan yang menurutnya hanyalah Bullshit, apa lagi cinta. Di dalam kamusnya tidak ada yang namanya cinta, karena kata-kata cinta yang keluar dari mulut wanita hanyalah omongan sampah yang tidak ada gunanya bagi Aldo.Sejak cinta pertamanya kandas, dan hanya mengincar hartanya semata, mulai dari situlah Aldo tidak pernah lagi percaya akan namanya cinta. Hubungannya dengan para wanita hanyalah sebatas penghangat ranjang, tanpa ada cinta di dalamnya.Karena baginya wanita yang bilang cinta kepadanya hanya butuh hartanya saja. Selayaknya pelacur yang meminta upah atas jasanya memberi kepuasan kepada setiap pelanggannya.Kini Aldo harus berpikir keras bagaimana dengan pernikahan yang di minta oleh sang Papa. Haruskah A
Aldo memasuki sebuah Club malam, dan tentu saja club malam tersebut adalah langganannya ketika ia berada di Indonesia. Tapi sebelumnya Aldo sudah menghubungi para sahabatnya untuk bergabung dengannya di Club tersebut.Sebuah ruangan VIP di lantai 5 menjadi ruangan paling terfavorite bagi Aldo, karena selain suasananya tenang, di ruangan tersebut sangat terjaga privasinya dengan fasilitas kedap suara yang dimiliki oleh club tersebut."Hay Dude, lama tidak bertemu? Bagaimana kabar London saat ini?" tanya Sean pada Aldo yang baru saja datang."London masih pada tempatnya yang aman. Setelah 2 tahun kita tidak bertemu, apa selera wanitamu masih tetap sama, Sean?" tanya Aldo seakan mengejek selera Sean."Cih, aku bukan dirimu, yang harus setiap hari gonta ganti wanita," jawab Sean malas menanggapi teman lamanya tersebut yang memang terkenal akan playboynya. Sedangkan tunangan Sean hanya tersenyum mendengar candaan k
Aldo menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, pandangan mata Aldo melihat ke langit-langit ruangan VIP club tersebut, "Ini juga demi kesembuhan Papa, aku belum siap jika harus kehilangan Papa," gumam Aldo pelan namun masih terdengar oleh Bima yang duduk di sampingnya. Bima hanya terdiam mendengar itu, ia tidak menyangka jika Aldo akan mengalami hal semacam ini. Dan Bima tahu jika Aldo sangat menyayangi Papanya.Bima melihat sekilas ke arah Aldo, kemudian pandangannya kembali ke depan, menatap gelas minuman yang ada di tangannya. "Cepat atau lambat kita semua pasti akan menikah, entah kamu mencintai pasanganmu atau tidak. Terlepas apapun latar belakang yang mendasarinya. Tetap saja pada kenyataannya pernikahan pasti akan terjadi, suka atau tidak suka bukanlah jawaban. Tapi semua tergantung bagaimana kita akan menyikapi pernikahan kita ini ke depannya nanti," ucap Bima terlihat serius. Aldo menoleh ke arahnya, seolah mencari makna dari perkataan lelaki tersebut.Dan
Jason terjatuh sambil memegang pergelangan tangannya yang sakit akibat tendangan kaki Clarissa, yang mengenai salah satu tangannya. "Sudah aku katakan sebelumnya, jika kamu tidak bisa mengkondisikan tangan kamu. Jangan salahkan aku jika aku mematahkannya." Ucap Clarissa yang kemudian berjalan mendekati Aldo yang sepertinya tak percaya dengan apa yang baru saja di lihatnya."Tangan kamu terluka? Ayo keluar dari sini dulu. Aku akan mengobatinya." ucap Clarissa menarik Aldo supaya meninggalkan club malam tersebut.Aldo hanya mengangguk dan mengikuti langkah kaki Clarissa keluar dari club malam itu. "Kamu bawa mobil, kan?" Tanya Clarissa. Dan di angguki oleh Aldo. "Sini kuncinya, sekalian aku antar kamu pulang."Aldo merogoh saku celananya untuk mengambil kunci mobil miliknya. Setelah mendapatkan kunci dari saku celananya, ia melempar kunci mobil tersebut ke arah Clarissa. "Ini, jangan sampai mobilku rusak setelah kamu mengemudikannya." ucap Aldo.
Pagi ini Clarissa tampak tergesa-gesa keluar dari apartemen miliknya. Hingga ia tidak sempat untuk memakan sarapannya dengan baik. Sebuah roti berisi selai nanas kesukaannya memenuhi mulut. Sambil berlari ia mengunyah roti tersebut menuju ke arah lift."Tunggu!" teriaknya saat pintu lift akan tertutup."Makasih." ucap Clarissa sejenak mengambil roti dari mulutnya agar bisa bicara dengan jelas."Kesiangan lagi?" suara seseorang yang berada di lift yang sama dengan Clarissa."Iya, efek semalam ga bisa tidur." jawabnya.Orang itu hanya tersenyum mendengar jawaban Clarissa. Karena sepertinya ia harus terbiasa dengan hal itu. Melihat Clarissa selalu saja kesiangan saat berangkat kerja. Dan mereka sering bertemu dalam keadaan seperti ini setiap paginya."Mungkin hari ini, hari terakhir aku pergi ke kantor itu mas." ucap Clarissa."Loh kenapa? Bukannya kamu sudah lama bekerja disana?" tanya lelaki itu penasaran.
"SAH." ucap para saksi yang hadir di sebuah hotel berbintang. Para tamu yang hadir bertepuk tangan mendengar ucapan tersebut, lalu di lanjut dengan doa untuk kedua mempelai. "Nah sekarang silahkan mempelai wanitanya untuk mencium tangan suami sebagai tanda bakti." ucap pak penghulu. Clarissa hanya bisa mengikuti serangkaian acara yang sudah tersusun rapi walau dalam hatinya merasa kesal. Sama halnya dengan Aldo, dia tidak banyak membantah seperti biasa, ia hanya bisa pasrah menuruti keinginan Papanya. Setelah selesai dengan acara sakralnya, kini di lanjut dengan foto keluarga. Setelahnya acara makan bersama untuk para tamu undangan yang hadir. Walaupun hanya keluarga inti dan sahabat dekat saja yang hadir, tidak membuat acara itu terasa sepi. Kehangatan sangat kental terasa. "Akhirnya kamu bisa juga mengucapkan kata itu dengan sangat lancar, dude. Bahkan terdengar begitu sempurna dan juga merdu." ucap Bryan yang juga hadir di
Setelah menginap semalam di rumah mewah pemberian dari William. Kini Clarissa berniat untuk pulang ke apartemennya. Setidaknya dia akan melihat bagaimana kondisi apartemen saat dia tidak pulang tadi malam.Di tambah lagi sudah menjadi kesepakatan bersama kalau setelah menikah mereka tidak akan saling mencampuri urusan masing-masing. Jadi sepertinya kalau pun Clarissa pulang ke apartemen tidak akan jadi masalah, bukan?"Mau kemana?" tanya Aldo yang kini sedang duduk di kursi dekat meja makan menikmati sarapan, saat melihat Clarissa sudah rapi keluar dari kamar tamu."Pulang." jawab Clarissa dengan santai sambil berjalan mendekat kearah Aldo. Lalu dia duduk di kursi tidak jauh dari Aldo.Aldo mengerutkan keningnya mendengar jawaban Clarissa. "Pulang? Apa kamu sudah gila?" tanya Aldo."Kenapa?" tanya Clarissa tidak mengerti, lalu dia mengambil sepotong sandwich yang ada di meja lalu menyuapkan ke dalam mulutnya. Belum juga ia menelan sandwich di