Share

Bab 2

"Baiklah, Tuan Parker, ter-se-rah bagaimana anda menilai saya. Karena penilaian anda tidak penting bagi saya." ucap Clarisa.

"Baguslah kamu cukup sadar diri dengan posisimu saat ini." Sinis Aldo.

Tak ada jawaban dari Clarissa, ia memilih untuk diam dari pada meladeni pria arogan di depannya saat ini.

Setelah menemukan kesepakatan bersama, mereka pun keluar dari cafe. Aldo membawa Icha menemui Papanya yang masih di rawat Rumah sakit. Selama perjalanan menuju ke rumah sakit, suasana hening lebih mendominasi. Baik Icha atau pun Aldo sedang asyik dengan pikiran mereka masing-masing.

'Semoga dengan pernikahan ini, perusahaan Papa mendapat suntikan dana dan tidak mengalami kebangkrutan.' Batin Icha.

Icha justru memikirkan tentang perusahaan Papanya yang kini sudah berada di ambang kebangkrutan jika tidak mendapat suntikan dana. Ketimbang memikirkan tentang pernikahannya dengan Aldo. Tentang bagaimana nasib pernikahannya kelak, bagi Clarisa tidaklah penting.

Namun justru Aldo berpikir sebaliknya, Aldo berpikir keras bagaimana supaya pernikahan itu berjalan singkat, dan orangtuanya sehat kembali seperti sedia kala. Aldo tidak akan tahan hanya dengan satu wanita, baginya wanita hanya akan bertahan tiga hari dengannya, setelah itu Aldo akan mencari wanita lain sebagai gantinya.

Apa lagi keluarga Icha jelas-jelas mengincar hartanya untuk berlangsungnya perusahaan mereka. Sehingga membuat Aldo berpikir jika Clarissa juga wanita yang sama matrenya seperti wanita lain yang mendekati Aldo selama ini. Dengan mengatasnamakan negosiasi pernikahan, keluarga Clarisa menjual anak gadisnya kepada Aldo.

Kini Clarissa dan Aldo sudah berada di Rumah sakit untuk menjenguk keadaan William (Papanya Aldo). William meminta Aldo untuk keluar dan memberikan waktu pada Clarissa untuk berbicara dengannya. Kini di dalam ruangan VVIP itu hanya tinggal Clarissa dan William.

"Icha, bagaimana kabar Papa kamu? Sudah lama Om tidak bertemu dengannya." Tanya William dengan nada lemah karena kondisinya saat ini belum sepenuhnya pulih.

"Kabar Papa baik Om." Jawab Icha singkat, ia berdiri di samping ranjang dengan tersenyum.

"Syukurlah, jadi bagaimana dengan permintaan Om waktu itu? Apa kamu sudah setuju?" Tanya William.

Jantung Clarissa berdetak kencang mendengar perkataan William. Karena ia tahu apa permintaan William saat ini, William minta jika setelah menikah, tidak boleh ada kata perceraian di antara Dirinya dan Aldo.

Namun beberapa menit yang lalu, mereka telah sepakat akan cerai setelah 3 bulan usia pernikahan. Sungguh bagaikan makan buah simalakama, Icha tidak tahu harus bagaimana. Jika jujur pada William, maka kesehatan William adalah taruhannya, dan Icha tidak ingin di sebut sebagai penyebab kematian William hanya gara-gara dia mengakui kebenaran tentang kesepakatan tersebut.

"I-iya Om, Icha setuju, dan Al juga menyetujuinya." Jawab Icha terpaksa berbohong demi kesehatan William saat ini.

"Baguslah kalau begitu, Om jadi merasa tenang jika suatu saat Om di panggil oleh yang maha kuasa." Ucap William dengan perasaan lega.

"Om jangan bicara begitu, aku yakin Om akan sembuh seperti sedia kala." Ucap Icha memberi semangat pada William.

"Om senang punya calon menantu sepertimu, Icha." Ucap William dengan tersenyum.

"Makasih Om, Icha juga bahagia mendapatkan calon mertua sebaik Om." Jawab Icha dengan tersenyum.

"Setelah Om keluar dari Rumah sakit ini, pernikahan kalian harus segera di laksanakan, Om tidak mau mau menundanya lagi." Ucap William.

"Ba-baiklah Om, semua terserah sama Al." Jawab Icha.

"Icha, maaf kan om jika dengan cara seperti ini memintamu untuk menikah dengan Al. Kuharap kamu tidak membenci Om, karena betapa egoisnya Om memaksamu menikahi Aldo, tanpa memperdulikan perasaanmu terlebih dahulu." Ucap William.

"Iya Om, gak pa-pa, Icha ikhlas kok menjalaninya, jadi Om jangan menyalahkan diri sendiri lagi." Jawab Clarissa

"Makasih Icha, besok sekretarisku akan menemuimu dan memberikanmu surat perjanjian jika kamu tidak akan bercerai dengan Aldo apa pun yang terjadi." Ucap William.

Seketika Icha tercekat mendengar perkataan William. Bahkan tubuhnya terlihat menegang dengan jantung yang berdetak sangat kencang. Bagaimana bisa ini terjadi pada dirinya? Sungguh dilema kini melanda Icha.

"I-iya Om." Ucap Icha gugup.

"Aku melakukan ini bukan tanpa alasan, aku tahu betapa susahnya mengikat Al untuk tetap tinggal di Indonesia, dan ini adalah cara satu-satunya yang aku anggap paling efektif saat ini." Ucap William.

"Iya Om, aku paham bagaimana perasaan om. Aku akan berusaha supaya Al tetap tinggal di Indonesia sesuai permintaan, Om." Jawab Icha sambil mengelus punggung tangan William.

'Kamu anak yang baik Icha, tapi sayang orangtuamu tidak menyadari jika berlian miliknya ini begitu murni dan berharga.' Ucap batin William dengan senyum tipis.

'Entah kenapa aku tidak tega melihat kesedihan di dalam matanya om Willi, entahlah bagaimana aku menghadapi Al nanti, yang terpenting saat ini adalah kesehatan Om Willi.' Batin Icha.

"Ternyata om tidak salah menilai kamu Icha, kamu anak yang baik." Ucap William.

"Makasih atas pujiannya Om, namun Icha tidak sebaik apa yang om lihat." Ucap Icha tulus sambil tersenyum.

"Semua manusia punya kekurangan dan kelebihan masing-masing Icha, dan jangan sampai kelebihan kamu ini tergantikan oleh sesuatu yang akan merugikan kamu sendiri nantinya. Dan betapa bahagianya Sekar di surga, dia mempunyai putri berhati malaikat sepertimu." Ucap William.

"Makasih Om." Ucap Icha merasa terharu dengan ucapan William.

Perlu di ketahui jika Ibu kandung Icha sudah meninggal. Alasan kenapa William ingin menikahkan Icha dengan putra semata wayangnya adalah ingin membalas budi ibunda Icha yang dulu pernah menyelamatkan Istri William.

Bahkan demi menyelamatkan istrinya, Sekar (mama Icha) sampai meninggal dunia mengalami luka tusuk dari perampok yang ingin merampok istri William.

Sebenarnya William tahu jika Papa Icha telah menikah lagi dengan seorang janda mempunyai satu orang putri yang usianya sebaya dengan Icha. Bahkan sebelumnya orangtua Icha memilih saudara tiri Icha untuk di nikahkan dengan Aldo.

Namun William menolaknya, dengan ancaman tidak akan memberi suntikan dana jika bukan Icha mempelai wanitanya. Akhirnya orangtua Icha pun hanya pasrah dengan di iming-imingi suntikan dana.

"Sudah selesai?" Tanya Aldo yang baru masuk dengan santai melangkah mendekati ranjang.

"Kamu dari mana saja, Al?" Tanya William.

"Melihat-lihat tempat ini saja, Pa." Jawab Aldo.

Setelah cukup lama dengan pembicaraan itu, akhirnya Icha meminta ijin untuk kembali pulang. Karena ini juga sudah malam. Dengan di antar oleh Aldo, kini mereka menuju ke tempat tinggal Icha saat ini.

Sesampainya di depan rumahnya, Aldo menurunkan Icha, kemudian ia melajukan kembali mobilnya, menuju ke rumah orangtuanya.

Sekretaris ferry yang selalu siaga di rumah sakit menunggu William di sana. Yah benar, jika sekretaris Ferry adalah orang kepercayaan William sampai saat ini.

"Huft, setelah menikahi wanita itu, aku tidak bisa bebas lagi, sebaiknya aku tidak boleh lama-lama terjebak pernikahan dengan wanita itu." Gumam Aldo.

Saat ini Aldo duduk di sofa kamarnya, kamar yang telah lama di tinggalkannya, dengan kedua tangan di rentangkan di kursi. Pikirannya kacau saat ini, sungguh ini adalah hal yang paling di benci olehnya.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status