Share

3. Ob yang Beruntung

Malam ini Edward baru saja selesai makan malam dengan rekan bisnisnya di sebuah restoran Italia yang berada di salah satu sebuah mall.

Setelah bekerja seharian penuh, tubuhnya sangat lelah. Dengan langkah setengah diseret, ia ingin cepat sampai di apartemen untuk mengistirahatkan tubuhnya. Mata yang terasa berat karena lelah seketika membola, darahnya berdesir panas saat melihat Jenifer keluar dari bioskop sambil dipeluk pria yang lumayan tampan. Pria itu tertawa bahagia sambil sesekali mencium pipi chuby Jenifer, sedangkan Jenifer tersenyum malu-malu.

  

"Shít …." umpat Edward. Ia kesal, rencana untuk mendekati Jenifer harus pupus karena terpampang jelas, sekarang di depan matanya kalau Jenifer sangat bahagia dengan kekasihnya. Langkah kakinya tidak dapat dicegah untuk menghampiri pasangan yang sedang dimabuk cinta itu.

  

"Malam, Jen?"

   

"Malam juga, Ed."

  

"Sayang, kamu kenal dengan pak Edward? Kenalkan, Pak, nama saya Gustaf Alfonso, salah satu karyawan di perusahaan Bapak." Gustaf menyalami Edward.

  

"Emm … maaf saya tidak dapat mengingat Anda."

  

"Oh tidak apa-apa, Pak. Maklum saya cuma ob yang bekerja di lantai 9, sedangkan kantor bapak di lantai 10. Kecil kemungkinan kita bisa bertemu."

  

"Bukan begitu, setiap hari saya harus bertemu banyak orang yang berbeda. Jadi maaf kalau tidak bisa mengenali pegawai sendiri. Kalian …," Edward menunjuk tautan tangan mereka menggunakan sebelah alisnya. Jenifer segera melepaskan genggaman tangan Gustaf karena malu.

  

"Eh iya kenalkan, Ed. Gustaf kekasihku."

   

Terlihat tatapan mata Edward yang berubah sendu, berbeda dengan tatapan mata yang hangat dan ceria seperti kemarin.

   

"Sayang, kamu kenal Pak Edward di mana? Sejak kapan? "Gustaf setengah berbisik bertanya kepada Jenifer.

  

"Em … itu karena ka …."

  

"Saya penggemar kopi buatan Jenifer, itu sebabnya kami kenal dan berteman." Edward menjawab. "Baiklah sudah larut malam, kalau begitu saya permisi dulu, maaf mengganggu kencan kalian. Selamat malam."

  

"Selamat malam." Mereka menjawab bersamaan.

   

"Ayo aku antarkan pulang." baru beberapa langkah Gustaf mengajak pulang Jenifer, ponselnya berbunyi. Dengan terburu-buru, Gustaf menjauh untuk menjawabnya.

  

"Maaf, Sayang, ada sesuatu hal penting yang harus kulakukan. Kau pulang sendiri ya?"

  

"Baiklah." Jenifer menghela napasnya berat, Gustaf selalu begitu. Menomor duakan Jenifer. Ingin sekali ia protes, tapi ia tidak mau Gustaf merasa di kekang olehnya sebelum mereka menikah.

   

Di sisi lain, Edward menjalankan mobilnya pelan. Meninggalkan pelataran mall, matanya mengernyit tajam ketika melihat Jenifer, lewat kaca spion mobilnya yang sedang berusaha mencegat taksi. 'Bukankah kekasihnya bersamanya, tapi mengapa Jenifer sendirian dan mencegat taksi?' batin Edward. Akhirnya Edward membanting stir mobilnya, kembali menuju lobi mall untuk menghampiri Jenifer. 

  

"Butuh tumpangan, Nona?" Edward menggoda Jenifer.

  

"Mmm … terima kasih, tapi sebaiknya aku naik taksi saja."

  

"Ayolah, Jen, penolakanmu membuat hati temanmu ini terluka." Edward pura-pura menunjukkan wajah sedihnya.

  

"Tapi wajahmu kelihatan lelah, tidakkah mengganggumu, Ed?"

  

"Nope, sebaiknya cepatlah naik. Bukankah besok kau harus pagi-pagi sekali berangkat ke kafe?"

  

"Baiklah, kalau kau tetap memaksa, Tuan Williams." Edward tersenyum bahagia ketika Jenifer menerima tawarannya.

  

"Ngomong-ngomong, kekasihmu tidak mengantarmu pulang?" seketika pertanyaan Edward membuat wajah Jenifer terlihat sendu.

  

"Mm … dia ada urusan penting."

'Sepenting apakah urusan seorang OB? Sampai meninggalkan kekasihnya begitu saja  sehabis nonton bareng?' Edward penasaran. Perlahan ia menepikan mobilnya, ingin tahu lebih jauh tentang kisah cinta Jenifer dan Gustaf.

  

"Kau boleh cerita, kalau ada beban di hatimu. Aku temanmu kau boleh berbagi denganku, karena wajah sedih tidak cocok untukmu." Edward meyakinkan Jenifer. "Itu kalau kau mau, aku tidak memaksa."

  

"Gustaf selalu begitu, tidak pernah memprioritaskanku, aku …, maaf aku tidak bisa cerita lebih." Jenifer mengusap air mata yang tiba-tiba mengalir di sudut matanya.

  

"It's okay, Jen, jangan dipaksakan. Sebaiknya lupakan sejenak tentang masalah romantikamu untuk malam ini. Bagaimana kalau kita dengarkan lagu-lagu lawas yang enak didengar untuk menghapus rasa sedih di hatimu?"

  

"Ide bagus, kau punya lagu you're still the one milik Shania Twain?" Jenifer menekan-nekan tombol audio di mobil Edward.

  

"Tidak menyangka selera kita sama, Jen."

"Itu berarti  kita sudah tua. Sudah karatan."

  

"Kamu saja yang karatan, aku belum." 

Mereka tergelak bersama. Malam ini mereka bercanda ria dan mengobrol tentang keseharian mereka. Ternyata mengembalikan mood Jenifer sangatlah mudah, hanya dengan candaan dan obrolan ringan dia bisa kembali ceria. Itu yang membuat Edward sangat nyaman bersamanya.

  

"Kau mau minum sesuatu, Jen? Di tolehnya Jenifer yang tak lagi bersuara. 'Ah ternyata Jenifer sudah ketiduran.' batin Edward.

  

Pelan-pelan diturunkan kursi mobil yang diduduki oleh Jenifer agar lebih nyaman, Edward melepas jasnya untuk menyelimuti tubuh Jenifer. Di elus pipi Jenifer dengan punggung tangannya, ibu jarinya mulai menyentuh bibir Jenifer yang séksi. Karena tidak tahan, Edward melumat pelan bibir Jenifer yang sedikit terbuka. Ingin sekali berbuat lebih kepada Jenifer sesuai imajinasi liarnya, tapi Edward masih bisa mengendalikan kewarasannya. Ia takut Jenifer akan marah dan menjauhinya.

  

Karena ingin menghabiskan malam bersama Jenifer, Edward bertekad untuk tidak membangunkan Jenifer. Lagipula ia tidak tahu alamat apartemen Jenifer berada. Itu akan ia jadikan alasan besok pagi, jika Jenifer menanyakan mengapa mereka tidur di mobil semalaman."

  

"Gustaf selalu begitu, dia tidak pernah memprioritaskanku." Sepenggal curhatan Jenifer tentang kekasihnya terngiang-ngiang di telinga Edward. "Sepertinya hubungan mereka tidak semanis yang terlihat ketika mereka baru saja keluar dari bioskop tadi. Ada celah dan itu akan ku manfaatkan dengan sebaik-baiknya." Edward bermonolog.

  

"Tony selidiki Gustaf Alfonso, OB lantai 9 di perusahaan kita. Aku ingin seluruh informasi akurat dan mendetail tentang kehidupanya di dalam dan luar perusahaan. Jangan sampai sedikit pun luput informasi apapun tentangnya. Aku tunggu secepatnya." Edward menelepon orang kepercayaanya untuk menyelidiki Gustaf.

  

"ibirnya menyunggingkan senyuman bahagia ketika melihat Jenifer tertidur dengan pulas di sampingnya. Diciumnya lagi bibir Jenifer yang ranum itu sebelum ia terlelap di samping Jenifer. Ia rela walau dengan resiko besok tubuhnya akan pegal-pegal karena tidur di mobil semalaman.

.

.

.

TBC

   

                  

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Miss Cilcen
baru 2x ketemu sdh bucin ajaa ni edward ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status