Share

Bab. 4 Haruskah Seperti Ini

Srek! Srek! Srek! Suara langkah itu pun semakin mendekat. Membuat rasa takut Natasha kembali bangkit.

"Siapa disana? Tolong jangan mendekat!!" ujar Natasha setengah berteriak. Namun, orang itu seakan tidak mau memperdulikan ucapan Natasha. Ia terus saja melangkah mendekati tubuh Natasha yang sudah meringkuk ketakutan. Hingga saat badan orang itu terkena sorot lampu jalan. Mata Natasha pun seketika membulat sempurna. 

"Kamu?!!" ujar Natasha saat pandangannya menatap sosok bocah berumur tiga tahun di hadapannya. "Kamu kenapa ada disini?" tanya Natasha sambil merangkul putri semata wayangnya itu.

"Dia sedang saya ajak mencari makan. Sekalian  jalan-jalan," ujar Haji Boim dari belakang Natasha.

"Oh, sama Pak Haji. Saya kira dia sendirian sampai disini," balas Natasha pada pemilik kosan yang terkenal baik itu. Apalagi pada anak kecil seperti Karen. Dia sangat menyayanginya. Maklum, Pak Haji Boim hanya tinggal berdua dengan sang istri. Keempat anaknya sudah menikah dan tinggal bersama suami masing-masing. Makanya, Haji Boim sering mengajak Karen ke rumahnya.

"Kalau ada Karen rumah jadi ramai. Saya dan istri saya jadi terhibur," ujar lelaki yang sudah beruban itu beberapa saat yang lalu.

"Enggak dong. Tadi saya tanya dia pengen makan apa? Lalu dia bilang mau nungguin Bunda saja. Makanya saya ajak jalan-jalan sekalian cari makan. Biar dia nggak kepikiran kamu terus. Eh, nggak taunya malah ketemu disini," jelas lelaki yang umurnya sudah kepala lima itu.

"Ih, anak Bunda mau maem sama Bunda ya?" tanya Natasha pada Karen. Anak berwajah imut dengan bulu mata lentik dan pipi chubby itu pun langsung menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Iya, Bun. Habisnya Bunda nggak pulang-pulang. Bunda kan janjinya mau pulang lebih awal," ucap Karen dengan logat bocahnya yang lucu tapi tidak cadel. Natasha pun tersenyum kecut mengingat kejadian hari ini.

"Sayang, maafin Bunda ya. Bunda janji besok-besok Bunda akan menepati janji Bunda untuk pulang awal," kata Natasha.

"Tapi, nggak papa kok. Kata Kong Haji. Bunda itu keluar cari uang untuk Karen. Jadi, Karen harus setia nungguin Bunda. Bunda jangan khawatir. Ada Kong Haji, ada Nenek Imah dan juga teman-teman Karen yang selalu jagain Karen," kata anak yang baru masuk umur tiga tahun itu. 'Dia memang pintar, pandai bergaul dan menggemaskan. Makanya orang-orang di sekitar tempat kosan sangat menyayangi Karen,' batin Natasha sambil tersenyum manis. Bahkan tak terasa setitik air bening pun mengumpul di pelupuk mata Natasha sambil terus menatap anak gadisnya itu.

"Ya, sudah. Ayo kita pulang. Nanti satenya keburu dingin lho," ucap Pak Haji membuyarkan lamunan Natasha.

"Karen minta beliin Engkong sate?" tanya Natasha pada sang anak. Walau ia tau Pak Haji sangat menyayangi Karen, tapi ia merasa tidak enak jika terus menerus merepotkannya. Apalagi, ia tidak bisa membalas kebaikan Pak Haji.

"Iya," balas Karen sambil mengangguk mantap.

"Aduh. Harusnya kan Karen nungguin Bunda pulang saja kalau pengen sate. Kasihan dong sama Engkong kamu repotin terus," ujar Natasha.

"Hahaha. Kamu ini bicara apa Mbak Natasha. Karen ini kan cucu Engkong. Jadi, wajar saja kalau minta beli sate sama Engkong. Iya kan, Karen?"

"Iya, Kong. Kong Haji itu bai…k banget, Bun sama aku." Karen pun merangkul lutut Pak Haji dengan penuh kasih sayang.

"Iya deh. Bunda percaya. Ya, udah. Ayo kita pulang!" Natasha pun mencoba beranjak setelah sedari tadi hanya terduduk di atas setapak.

"Bunda aku mau bopong. Aku mau bopong," rengek Karen dengan manjanya. Namun, saat Natasha hendak berdiri sempurna. Kaki kanannya yang terkilir pun kembali terasa nyeri.

"Aw," pekik Natasha sambil memegangi lutut kanannya.

"Bunda kenapa?" tanya Karen cemas.

"Mbak Natasha. Kamu tidak apa-apa?" ujar Pak Haji tak kalah khawatir. Natasha pun berusaha menarik kedua ujung bibirnya.

"Nggak papa kok. Tadi Bunda hanya terkilir sedikit saat di kerja. Yuk! Kita pulang saja. Karen Bunda gendong besok ya."

"Kalau begitu Karen naik ke punggung Engkong. Biar Bunda yang bawain satenya." Pak Haji pun menurunkan badannya setelah memberikan bungkusan plastik yang ia tenteng sejak tadi.

"Yeee…. Karen dibopong Engkong," sorak Karen penuh bahagia.

"Makasih ya Pak Haji."

"Iya, Mbak Natasha. Sama-sama."

Sekitar empat puluh lima menit kemudian. Ketiga orang itu sudah berada di dalam ruang tamu kosan Natasha. Di depan Natasha Karen sedang makan sate plus lontong khas Madura dengan disuapi Kong Haji. Dia memang sudah sangat dekat dengan lelaki tua itu. Bahkan, kadang Pak Haji tidak boleh pergi sebelum Karen tertidur nyenyak.

"Ayo satu lagi lontongnya," ujar Pak Haji sambil menyodorkan potongan terakhir lontong yang ada di atas piring makan Karen.

"Huwaaa…." Karen malah menguap lebar-lebar. "Karen udah kenyang Kong. Karen udah ngantuk," tambahnya dengan lemas.

"Yah…. Terus yang habisin satenya siapa dong. Engkong?" goda Pak Haji sambil menguyah satu bagian sate yang baru ia gigit dari tusuknya.

"Eh, jangan dong. Kan ini buat sarapan Bunda sama Karen besok," balas Karen dengan polosnya. Natasha pun hanya tersenyum sekilas melihat sikap anaknya itu. Tanpa ada niat untuk membuka mulutnya. 

"Iya, deh. Engkong tau. Ya, udah. Engkong tau kamu udah ngantuk? Jadi, ayo kita tidur. Nanti Engkong ceritain kisah Nabi. Mau?"

"Mau???" sahut Karen dengan penuh semangat. 

"Ya, udah. Ayo kita tidur," ajak Pak Haji sambil membopong anak Natasha itu.

"Yeee…. Dadah Bunda aku tidur dulu ya," pamit Karen sambil dadah-dadah ria ke arah Natasha.

"Iya, sayang. Langsung tidur ya."

Beberapa menit pun berlalu Natasha masih duduk termenung di ruang tamu. Lalu tak lama kemudian Pak Haji keluar dari kamarnya.

"Udah tidur, Pak?" tanya Natasha.

"Iya. Sepertinya dia kelelahan. Karena seharian ini saya ajak dia main di empang. Duh, seneng sekali dia melihat ikan yang besar-besar," cerita Pak Haji panjang lebar.

"Hahaha. Dia memang sangat suka dengan binatang," balas Natasha dengan senyum yang mengembang dan menganggukkan kepalanya beberapa kali.

"Benar." Hening. Keduanya pun terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Ems…. Maaf, Mbak Natasha. Kalau boleh saya tau. Apa yang sebenarnya terjadi sama Mbak Natasha seharian ini?" tanya Pak Haji pelan-pelan. Selain sudah menganggap Karen sebagai cucunya. Pak Haji juga sudah menganggap Natasha sebagai anaknya sendiri. Makanya, ia sangat tau seperti apa sikap Natasha. Dia bukan wanita yang mudah menyerah dan mandiri.

"Ems…. Sebenarnya tadi Bos saya mau…." Kata-kata Natasha pun terhenti. 'Rasanya tak pantas juga kalau gue ceritain hal tadi kepada Pak Haji. Nanti dia mikir yang enggak-enggak lagi sama gue,' batin Natasha. "Tadi Bos saya memecat saya Pak Haji," jawab Natasha singkat.

"Dipecat? Kenapa?" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status