Share

Bab. 5 Aku Tak Percaya

Setelah Pak Haji pulang Natasha beranjak dari duduknya. Ia harus segera mandi kemudian tidur. Sebab, besok pagi Pak Haji berjanji akan mengenalkan Natasha dengan salah satu temannya yang baru saja membuka sebuah restoran baru bernuansa western.

Natasha pun memasuki kamarnya untuk mengambil baju ganti. Lalu sesaat ia pun menoleh ke arah Karen yang sudah tertidur pulas di atas tempat tidur. Sebuah senyuman pun terukir di bibir mungilnya. 'Karen keliatannya seneng banget hari ini. Sungguh, kami sangat beruntung bisa hidup di tengah-tengah orang baik seperti Pak Haji dan yang lainnya,' batin Natasha. Lalu sejenak ia pun teringat pada kejadian hari ini. 'Andai saja semua itu tidak pernah terjadi. Mungkin….' Natasha pun tidak melanjutkan ucapannya dalam hati. 'Ah, tidak. Tidak. Seperti yang pernah Pak Haji katakan. Gue nggak boleh suudzon sama Allah. Semua ini pasti sudah suratan takdir yang harus aku lalui,' tambah Natasha dalam hati. Kemudian ia pun melanjutkan gerakannya untuk meraih salah satu setelan baju tidur yang dia punya. 'Gue harus segera mandi dan tidur. Biar besok badan gue fresh. Jadi, nggak malu-maluin saat ketemu temen Pak Haji besok,' ujar Natasha dalam hati. Sambil melangkahkan kakinya keluar kamar.

Tak sengaja mata Natasha pun menangkap piring sate sisa makanan Karen barusan. Kruk! Kruk! Kruk! Seketika ia pun baru sadar jika perutnya belum diisi sejak tadi siang. Ia baru makan tadi pagi saat sarapan bareng Karen. Itu pun hanya sebungkus nasi kucing.

"Oh, iya. Perut gue belum diisi. Jadi laper liat sate itu," gumam Natasha sambil memegangi perutnya. Kakinya pun segera melangkah mendekati piring yang tergeletak di atas karpet itu. Lalu tanpa membuang waktu lagi. Natasha segera mengangkatnya. "Tapi tinggal sepuluh tusuk. Ini pun Karen sisakan untuk sarapan besok," lanjut Natasha masih bergumam. "Ah, gue ambil dua saja. Lagian gue menanak nasi tadi sebelum berangkat kerja. Kayaknya masih ada deh," tambahnya dengan girang. 

Natasha pun melangkahkan kakinya ke dapur. Kemudian segera mengangkat tutup magicom.

"Tuh, kan. Nggak berkurang," kata Natasha tetap bergumam.

Segera ia meraih piring lalu ia isi dengan dua centong nasi ke atasnya. Setelah itu Natasha mengambil sendok untuk memindah satu sedikit bumbu kacang yang mengumpul di bawah sate ke atas nasi tadi hingga rata.

"Gini aja cukup," ujarnya pada diri sendiri. Sebelum akhirnya ia menyendok isi piring itu dengan lahapnya. Bahkan, ia mengurungkan niatnya untuk mengambil dua tusuk sate seperti yang ia pikirkan tadi.

Natasha terus melahap isi piringnya dengan semangat. Entah kenapa makanan sederhana ini terasa lebih nikmat dibanding puluhan jenis makanan yang selalu tersaji di atas meja makan rumah mantan suaminya dulu. Bukan karena masakan sang ART di sana yang tidak enak. Hanya saja, suasana hatinya yang tidak mendukung. Gimana mau makan enak sih kalau tiap hari Natasha selalu stres dengan kelakuan sang suami di luar rumah.

Pernah Natasha memergoki Zulfikar, suaminya sedang bermain gila dengan seorang wanita di sebuah hotel bintang lima. Kebetulan saat itu Natasha yang ada janji untuk bertemu dengan teman SMAnya yang bernama Shelina di hotel yang sama, yaitu Hotel Nusa Indah. Lalu tanpa sengaja Natasha yang menangkap sosok suaminya di loby hotel, langsung membuntuti Zulfikar dari belakang. Sayangnya, ia kehilangan jejak lelaki itu ketika mereka masuk lift ke lantai enam belas. Ia pun masih mengikutinya ke lantai itu sebenarnya, tapi ia tidak bisa menemukan kamar mana yang telah mereka booking di antara puluhan kamar yang berjejeran.

Sampai di rumah, tentu saja Natasha tidak tinggal diam. Ia terus menuntut penjelasan dari sang suami tentang keberadaannya dengan seorang wanita di hotel Nusa Indah tadi. Dan lebih disayangkan lagi, Natasha tidak mempunyai cukup bukti untuk mengungkapkan kecurigaannya itu. Makanya, dengan gampang Zulfikar bisa menyangkal pertanyaannya.

Semenjak kejadian itu rumah tangga Natasha semakin retak. Banyak konflik terjadi antara Natasha dan juga Zulfikar. Padahal, Natasha sudah berusaha menguatkan diri untuk ikhlas dan memaafkan Zulfikar demi putri semata wayangnya Karen. Namun, takdir berkata lain. Tepat di hari ulang tahun pernikahan mereka. Natasha dijebak di sebuah kamar Hotel Ganesha dengan Samuel. Sahabat sekantor Zulfikar yang juga terkenal mata keranjang. 

Huft. Natasha menghembuskan nafas beratnya mengingat kejadian pahit yang terjadi satu setengah tahun yang lalu itu.  Bahkan, sampai sekarang ia pun tak tahu siapa yang tega memfitnah nya sampai ia harus bercerai dan terusir dari rumah suaminya. 'Mungkinkah Mas Zul yang tega melakukan itu semua? Tapi kenapa ia harus membawa-bawa nama Karen yang tidak tau apa-apa?' ujar Natasha dalam hati.

Yap! Benar sekali. Saat itu Zulfikar juga mengatakan jika Karen bukan anak kandungnya. Melainkan anak hasil hubungan gelap antara Natasha dengan Samuel. Tentu saja keluarga besar Zul percaya dengan bualannya itu. Kemudian, dengan serta merta mereka mengusir Natasha dan Karen tanpa ampun. 'Kalau benar Mas Zul yang memfitnahku. Apa alasannya membuang aku dan Karen seperti ini?' tambah Natasha lagi. Tak terasa air matanya pun mengucur deras. Tak bisa dibendung lagi.

Ia memang tak pernah sekalipun kembali atau sekedar mengintip keadaan rumah mantan suaminya itu. Sebab, baginya Zul adalah rasa sakit yang harus segera disembuhkan. 'Biarlah. Biarlah ini semua terjadi. Kalau tidak begitu. Mungkin aku tidak akan semandiri ini. Dan juga tidak bisa bertemu dengan orang-orang baik dan tulus seperti orang-orang di sekitar sini,' kata Natasha sambil mengusap kedua matanya yang sudah berlinangan air mata. Lalu ia pun segera mengangkat piringnya yang sudah kosong ke tempat cucian piring. Kemudian ia baru saja masuk ke dalam kamar mandi dan menyelesaikan tujuan awalnya.

********************

"Perkenalkan nama saya Natasha Azalea. Umur saya dua puluh lima tahun. Pernah bekerja di Growber sebagai pengantar makanan," ujar Natasha di depan sepasang suami istri yang terlihat sebaya dengan umur Pak Haji. Walaupun, sang istri tetap terlihat cantik dan anggun dengan gamis tosca yang ditutupi kerudung besar itu.

"Hahaha. Tidak usah seformal itu. Kami hanya ingin tahu siapa namamu saja," ucap si lelaki berjenggot putih itu sambil tertawa renyah.

"Iya, Mbak Natasha. Lagian, ini kan hanya restoran kecil bukan sebuah perusahaan besar," tambah si wanita merendah. 

Padahal, restoran yang dimilikinya cukup luas. Serta gaya arsitekturnya sangat menawan. Persis seperti gaya restoran-restoran mahal di Jerman. Maklum, setelah haji mereka tinggal negeri Nazi itu sampai puluhan tahun. Walaupun, makanan yang tersaji di sini sudah dipastikan seratus persen halal. Sebab, sang pemilik sangat menyeleksi bahan makanan dan jenis masakan yang tersaji di dalam restoran bernuansa kebarat-baratan ini.

"Baik, Bu. Pak," balas Natasha canggung.

"Dia ini semangat kerjanya tinggi, orangnya rajin. Pokoknya rekomendasi gue mah nggak pernah salah," ucap Pak Haji sambil tersenyum bangga.

"Hahaha. Elo ini Im. Udah tua masih saja suka sombong. Walaupun kenyataannya banyak benernya. Hahaha," sahut teman akrab Pak Haji Boim sejak mereka datang ke Mekkah bersama itu.

"Tuh, kan. Elo nggak perlu ngeraguin kemampuan gue lagi. Oh, ya Mud Ngomong-ngomong nih. Si Mbak Natasha ini bisa bekerja mulai hari ini, kan?" tanya Pak Haji dengan nada yang kembali serius.

"Oh, iya. Silahkan. Kami memang sedang merekrut banyak karyawan baru hari ini," kata Pak Haji Mahmud dengan senang hati. Pak Haji pun tak langsung membalas, ia malah menyeruput teh panas yang diberikan teman dekatnya itu. Karena lidah tuanya sudah terlalu cinta Indonesia. Jadi, dia lebih milih teh manis daripada minuman lain yang belum tentu cocok dengan lidahnya.

"Bener deh. Kalau gitu gue pulang dulu. Kasihan sama anak dia sendirian di rumah. Bini gue lagi ke pasar. Entah udah pulang belum," balas Pak Haji sambil berdiri.

"Ya udah. Hati-hati ya elo di jalan. Kalau jatuh. Berdiri sendiri. Hahaha," canda Pak Haji Mahmud sambil merangkul sahabatnya itu beberapa saat.

"Sialan. Elo doain gue," timpal Pak Haji sok nggak terima.

"Hati-hati ya, Bang," ucap Istri Pak Haji Mahmud dengan halus.

"Iya. Tuh, jagain suami elo. Biar nggak nyasar-nyasar," kata Pak Haji membalas candaan Pak Haji Mahmud.

"Hati-hati ya Pak Haji. Terima kasih udah kasih aku pekerjaan." Natasha pun ikutan membuka suara sebelum Pak Haji pergi dari hadapannya.

"Iya, nggak papa. Gue pulang dulu. Elo kerja baek-baek disini," pesannya.

"Baik, Pak Haji."

Beberapa jam setelah kepergian Pak Haji. Natasha pun sudah bekerja seperti para Waitress yang lain. Dengan ramah dan sopan ia mendatangi setiap tamu yang baru saja datang. Tak terkecuali dengan sepasang kekasih yang berpakaian formal ala-ala orang kantoran. Dengan langkah tegap ia pun mendekati  sepasang kekasih yang terlihat bak ABG yang sedang dimabuk asmara itu.

"Selamat siang. Mau pesan apa? Silahkan," ucap Natasha ramah. Sambil membungkuk ia meletakkan dua buku menu di depan kedua insan itu. Dan saat ia menegakkan badannya lagi. Tiba-tiba matanya pun terbelalak. Menatap kedua sosok yang tak asing lagi di matanya.

"Mas Zul?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status