Share

3. Lepas, Kau Akan Membunuhku

“Kenapa kau menikah dengannya?” tanya seorang pria yang baru saja datang kemudian memasak vodka.

“Kenapa masih bertanya. Aku ingin membuatnya menderita.”

“Dengan menikah dengannya, kemudian membuat Renata frustasi. Egois.”

Langit menatap ke arah pria di depannya, menggoyangkan gelas yang tengah terisi dengan bir serta beberapa potong es di dalamnya.

“Apa nggak cukup membuat keluarganya bangkrut, dan mengambil alih perusahaan itu?”

“Tidak, aku akan membuatnya lebih menderita, merangkak padaku, memohon belas kasihku.”

Pria di depan Langit hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin pria itu berpikir jika Langit adalah sebuah penjelmaan iblis di dunia, bagaimana bisa menyiksa seorang gadis cantik seperti Danas.

“Jangan memperlakukan wanita seperti itu, kau akan mendapatkan karma, Lang. Istrimu cantik, bahkan seorang desainer, mandiri lagi!”

“Diamlah, aku tidak ingin mendengarkan penilaianmu tentang gadis itu.”

“Jika kau tidak ingin, berikan saja padaku.”

Grep!

Langit mencengkram kerah baju pria di depannya. “Dia milikku!”

“Santai dong, aku hanya bercanda lagipula aku tidak mungkin mengambil milik seorang Raka Langit Maheswara,” kata pria itu sambil mencoba melepaskan tangan Langit yang tengah mencengkram bajunya itu.

“Baguslah, jika kau mengerti, Delta.”

Pria dipanggilnya Delta itu, menyesap vodka yang telah disajikan sejak tadi untuknya. “Thanks,” ucapnya untuk bartender yang tengah melap gelas.

Ilawana Delta Mahameru, seorang arsitek dan juga sahabat Langit. Pria itu yang menjadi perancang seluruh gedung milik Langit beberapa tahun terakhir. Pria yang telah tobat untuk mendekati para wanita, padahal Delta adalah pria yang terkenal playboy dengan mengencani hampir seluruh mahasiswa di kampusnya, saat kuliah dulu.

“Kalian memesan minuman tanpaku?” tanya seorang pria yang baru saja datang, menepuk pundak kedua temannya itu.

“Ingin minum?” tanya Delta.

“Tidak, jika aku ikut minum tidak ada yang akan menyetir pulang, benarkan? Lagi pula—“

“Alkohol tidak baik untuk kesehatan, kau selalu mengatakannya pada kami, dokter Se Jagad Raya,” ejek Delta sambil meneguk minumannya.

“Berani kau memanggilku seperti itu lagi, kubuat kau—“

“Kau seperti biasanya, Ja.”

Pria yang dipanggil Jagad itu hanya bisa merapikan jas miliknya.

Ilalang Jagad Rahwana, seorang dokter spesial bedah, tampan, karirnya bagus dalam bidang kedokteran, serta dia seorang pria single, sama seperti kedua temannya yang memiliki banyak penggemar wanita, namun hatinya belum menemukan gadis yang tepat mengisi hatinya.

“Jadi bagaimana dengan pernikahanmu?” tanya Jagad.

“Kau bahkan tidak hadir dalam pernikahanku, dan kini bertanya padaku sekarang.”

“Maaf, aku ingin hadir namun terjadi sesuatu yang mengharuskanku untuk melakukan operasi darurat.”

“Berjalan lancar,” jawab Langit sekedarnya saja.

Melihat raut wajah Langit seperti itu, membuat Jagad mengangkat sebelah alisnya. “Kenapa? Ada masalah?”

“Masalahnya adalah, dia menikah bukan dengan Renata.”

“Apa maksudnya itu?”

“Maksudku adalah dia tidak menikah dengan Renata, melainkan gadis yang dibuatnya menderita.”

“Gadis yang dibuatnya menderita?”

“Gadis itu, gadis yang keluarganya dibuat bangkrut itu.”

“Tunggu … tunggu … biarkan aku berfikir dengan benar. Langit tidak menikah dengan Renata, melainkan dengan gadis lain.”

“Benar sekali, Ja.”

Bukh!

Begitu cepat, pukulan melayang di pipi Langit, bahkan Delta pun terkejut dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Jagad pada sahabat mereka itu.

“Brengsek!” umpat Jagad. “Kau pacaran dengan Renata tapi menikah dengan gadis yang hidupnya kau buat menderita, di mana perasaanmu Langit? Huh?!”

Sudut bibir Langit luka, akibat pukulan yang diberikan oleh Jagad padanya. Dia tahu, dia pantas menerima hal itu. Jagad mungkin pria yang berbeda, lebih tepatnya, menghargai hati wanita.

Delta mencoba menenangkan Jagad yang tengah emosi saat itu.

“Jagad, tenanglah!”

“Aku tidak bisa membiarkan dirinya berbuat seenaknya, kalian berdua membuatku muak. Mempermainkan wanita, seperti tidak memiliki harga diri. Lihat dirimu, Delta, ketika Sea pergi darimu, penyesalan yang kau dapatkan, dan aku sangat yakin jika pria brengsek ini pun akan menerimanya, dia akan menyesal apa yang telah dia lakukan.”

“Diamlah, kau tidak tahu apapun. Kau tahu, dia bahkan tidak merasa bersalah setelah apa yang dia lakukan, dia bahkan bertanya padaku apa kesalahannya. Membuat hidupnya menderita adalah hal paling baik.”

Suasana makin tegang. Bahkan beberapa orang tengah melihat dua orang yang tengah bertengkar di depan meja bartender itu. Delta tidak tahu harus berbuat apa, dia hanya bisa melerai perkelahian dua orang sahabatnya itu.

“Aku tidak akan menyesal telah melakukannya,” kata Langit sambil mengambil jas miliknya dan memakainya kemudian pergi meninggalkan kedua temannya.

Pria itu menancap gas mobil dengan sangat kuat, membuat mobilnya melaju memecah jalanan Jakarta.

Beberapa kali dia memukul stir mobil, karena kesal.

“Aarrgh!” teriaknya, sambil menepikan mobilnya.

Perasaannya begitu kesal, dia mencoba menelpon namun panggilannya tidak terhubung sama sekali, membuatnya bertambah kesal.

“Ren, tolong angkat telfonku,” gumamnya sambil mencoba menghubungi kembali nomor yang sama namun tidak terhubung.

Seketika ponselnya dilemparkannya ke kursi mobil karena kesal.

“Semua ini gara-gara dia,” geram Langit sambil menyalakan mobil, dan menancap gas.

Tangannya mengepal setir mobil dengan sangat erat, membuat otot lengannya timbul.

Tidak membutuhkan waktu lama, baginya untuk sampai di Mansion miliknya.

Suara pintu mobil yang dibanting terdengar, ditambah dengan suara pintu yang tertutup begitu keras.

“Danas … Danas …” panggil pria itu penuh dengan emosi.

Jasnya dilemparkannya di atas sofa, sedangkan lengan kemejanya tengah diangkat sampai di lengannya.

“Danas …” panggilnya dengan suara keras, membuat pemilik nama tersebut sontak terbangun.

Mendengar namanya dipanggil, membuatnya segera turun ke lantai bawah dan mendapati Langit dengan wajah penuh dengan emosi.

“Ka—kau memanggilku?” tanya Danas dengan terbata-bata.

“Kenapa aku harus memanggilku berkali-kali, apa kau tidak mendengar aku memanggilmu.”

“Ma—maaf, aku tertidur.”

“Ma—maaf, katamu?”

Lagi-lagi pria itu menyiksa Danas, kali ini bukan mencengkram lehernya, namun mencekik gadis itu.

Wajah syok, ketakutan terlihat. Danas berusaha untuk melepaskan tangan Langit dari lehernya, pria itu ingin membunuhnya.

“Siapa yang menyuruhmu tidur jam seperti ini? Kau pikir aku membawamu datang ke sini, untuk tidur?”

“Le—lepaskan, ka—kau akan membunuhku,” ucap Danas terbata-bata.

Suaranya tercekat, dia begitu kesulitan untuk bernafas pria di depannya tiba-tiba marah padanya, tanpa dia tahu penyebabnya.

“Rupanya kau takut mati.”

Senyum devil seketika terlihat di wajah Langit, cengkramannya makin diperkuat, wajah Danas memerah, tangannya menepuk-nepuk tangan Langit agar melepaskan cekikan pria itu dari lehernya.

Pria di depannya, sangat jauh berbeda dari pria ramah yang dikenalnya dulu. Pria penuh dengan kebencian, tidak ada lagi belas kasih untuknya.

“Apa aku akan mati hari ini?” tanya Danas dalam hati. “Jika iya, aku minta maaf ibu, tidak bisa menjaga diriku dengan baik,” ucapnya lagi.

Kini dirinya pasrah dengan apa yang tengah dilakukan oleh pria itu padanya.

“Aku sangat membenci wajah yang sedang kau perlihatkan padaku,” geram Langit sambil mendorong tubuh Danas membuat gadis itu tersungkur ke lantai.

Hosh! Hosh! Hosh!

Gadis itu bisa kembali bernafas bebas, sambil memegang lehernya. Tubuhnya menegang ketika Langit mendekat ke arahnya, dia berusaha untuk mundur ke belakang untuk menjauh, namun pria itu tetap mengikutinya.

“Kau layak mendapatkan ini, kau layak menderita. Dasar pembunuh.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Saiful Bahri
Parah beut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status