Share

8. Selalu Salah di Matamu

“Nona Renata adalah kekasih Tuan.”

Jantung Danas berdegup dengan sangat kuat, gelas di tangannya digenggamnya dengan erat. Hatinya terasa sakit, seakan ada sebuah duri yang di tembakan langsung menuju dasar hatinya.

Rahasia besar seperti ini, sangat menyakitkan baginya. Air mata tanpa terasa membasahi pipinya, dengan cepat dihapus olehnya.

“Nyonya, anda tidak apa-apa?” tanya Marvin yang melihat istri tuannya menangis.

“Ya, tidak apa-apa, lanjutkan.”

Sejenak Marvin menatap gadis itu.

“Tuhan, kenapa Engkau memberikan cobaan untuk wanita yang begitu tegar hatinya. Harusnya, Engkau membuatnya menikah dengan pria yang bisa menghargai dirinya lebih dari dia menghargai dirinya sendiri,” batin Marvin merasa iba.

Dia menceritakan seluruh apa yang dia ketahui sambil melihat respon Danas, dia tahu gadis itu sangat terluka dan terpukul mengetahui segalanya.

Hanya ada senyuman paksa yang terbit di bibir Danas, tapi matanya tidak bisa berbohong jika dia terluka dengan seluruh penjelasan itu.

Hatinya terasa di remas begitu kuat, di iris, dan ditaburi oleh garam, begitu perih terasa, tentunya ada rasa sesak di dalam hatinya.

“Terima kasih telah memberitahuku semuanya,” ucap Danas.

Kini dia tahu mengapa suaminya membenci dan ingin dirinya menderita, hal itu pun menjadi pertanyaan bagi dirinya sendiri. Siapa adik suaminya, siapa yang membuatnya difitnah telah melakukan pembunuhan itu.

Dia berusaha untuk bangun, tapi kakinya tidak sanggup berdiri membuatnya menopang pada meja.

Marvin yang terus mengamati dari kejauhan berniat untuk menolong, tapi pria itu mengurungkan niatnya, sambil terus memperhatikan istri tuannya.

Dalam hatinya, dia merasa kasihan.

Danas duduk di tepi ranjang, menatap pria yang kini menjadi suaminya. Ketika melihat wajah pria itu dia selalu terhipnotis dengan ketampanan.

Pesona pria yang dikenalnya, sebelum pria itu membuat keluarga bangkrut sangat jauh berbeda. Pribadi yang ramah, selalu tersenyum, sosok itu tidak ada lagi dia temukan.

Hanya ada sosok yang dingin, tidak bisa di sentuh, serta kasar yang kini ditemui olehnya, sosok yang ingin sekali membuatnya menderita terus menerus.

Hatinya, tidak bisa berbohong jika masih ada secuil rasa yang mungkin akan terus menerus tumbuh jika dirinya bersama dengan pria itu.

Air matanya mengalir di pipinya, seketika di seka olehnya.

“Renata … kau di mana,” racau Langit dalam mimpi membuat air matanya seketika tidak terbendung lagi.

Dia tidak pernah membayangkan, jika pria itu memaksanya menikah hanya karena kekasihnya pergi seminggu sebelum pernikahan. Dirinya tidak membayangkan, dalam pernikahannya ada orang ketiga, atau sebenarnya dirinyalah yang orang ketiga itu.

Rasa sesak, dan air mata yang terus menerus tidak berhenti mengalir membuatnya memutuskan untuk mengurung diri di dalam kamar mandi dan menyalakan shower, serta mulai menangis dibawah guyuran air shower.

Tangisannya berhenti ketika terdengar suara pintu yang digedor dari luar dengan sangat kuat.

“I-iya, aku akan keluar,” serunya sambil melepaskan pakaiannya yang basah, kemudian memakai baju mandi berwarna abu-abu.

“Apa yang kamu lakukan di dalam, kenapa begitu lama membuka pintu.”

“A-aku mandi,” jawabnnya dengan terbata-bata, kemudian terburu-buru keluar dari sana membiarkan suaminya memakai kamar mandi.

Langit hanya menatap aneh pada gadis itu, sekilas pria itu melihat ke arah pakaian basah yang terlihat di sana, bahkan peralatan mandi pun tidak tersentuh sama sekali.

Tapi pria itu tidak menghirau apa yang dilakukan oleh Danas, dia lebih memilih untuk membasuh wajahnya. Sesekali dia menghembuskan nafas, kemudian mengendusnya.

Jelas tercium aroma alkohol yang kuat dari nafasnya.

Danas segera memakai pakaian, ketika melihat suaminya berada di dalam kamar mandi, dia tidak ingin pria itu melihatnya tengah berganti pakaian.

Ketika Langit keluar, mata pria itu melirik ke arah Danas yang tengah mengeringkan rambutnya, memperlihatkan leher jenjangnya.

Ada perasaan kesal, ketika melihat hal itu.

“Apa dia sedang menggodaku saat ini?” batinnya melihat istrinya yang tengah duduk di meja rias.

Langit berjalan mengambil air mineral di dalam kulkas, tapi matanya tidak lepas melihat Danas.

“Sial, apa aku tergoda dengannya?” umpatnya sambil membuka penutup botol dengan keras.

Malam hari, sangat ramai tapi mereka memilih untuk tidak keluar. Bahkan selama semalam, mereka tidak berbicara sepatah katapun, Langit yang sibuk dengan gadgetnya, sedang Danas yang sibuk dengan menonton tv.

Bahkan mereka pun tidur terpisah. Danas tidur di sofa, sedangkan Langit tidur di ranjang.

Mini dress, rambut tergerai, serta topi bulat adalah style yang dipakai oleh Danas saat ini. Marvin memberitahunya, jika mereka akan jalan-jalan, karena itu dia memilih pakaian yang simple dipakai. Mini dress yang digunakan pun, dibelinya tiga tahun lalu sebelum ayahnya bangkrut, tapi masih pas dipakai olehnya.

Senyuman terbit, ketika menyusuri jalanan yang dilewati oleh mereka, sedangkan Langit yang melihat hal itu berdecak kesal.

Segala tentang Danas, tidak disukainya, senyumnya, bahkan kegembiraan yang tengah dirasakan oleh Danas.

Pikirannya tengah melayang mengingat kenangannya bersama dengan Renata, gadis pujaan hatinya, memikirkan gadis itu membuatnya tersenyum dan sedih disaat bersamaan.

Setelah puas mendatangi tempat wisata, mereka pun memilih untuk beristirahat sambil mengisi perut mereka di sebuah restoran.

Danas memesan makanan menggunakan bahasa Jerman, membuat Langit dan Marvin merasa heran bagaimana gadis itu begitu lancar menggunakan bahasa Jerman.

Mengingat Danas yang sejak tadi sering mengobrol saat di jalan, membuat Marvin mengerti jika istri tuannya menguasai bahasa Jerman.

“Tuan Langit?” sapa seseorang mendekat ke meja mereka.

Danas melihat ke asal suara yang menyapa suaminya. Seorang pasangan suami istri yang tengah bergandengan tangan. Seorang pria lanjut usia, bahkan rambutnya pun telah dipenuhi dengan uban.

Langit tidak merespon, pria itu baru merespon ketika Marvin memperkenalkan pasangan itu, jika mereka adalah klien penting perusahaan mereka.

“Apa anda sedang perjalan bisnis?” tanya pria itu.

“Tidak.”

Pandangan mata pria itu terlihat ke arah Danas yang duduk di depan Langit.

“Apa dia adik anda? Aku dengar anda memiliki seorang adik, aku tidak tahu jika dia sangat cantik,” ucap pria tua itu membuat raut wajah Langit berubah. “Apa dia memiliki pacar? Jika belum, aku ingin memperkenalkan—“

“Tidak, dia istriku, bukan adikku.” Langit memotong perkataan pria itu.

“I-istri? Wah, aku minta maaf. Aku tidak tahu, jika anda telah memiliki seorang istri, dia cantik sekali, sangat cocok menjadi pendamping anda.”

Langit tersenyum paksa.

“Kami belum lama menikah, kami datang untuk bulan madu,” jelas Langit. “Benarkan sayang?” Pria itu melihat ke arah Danas membuat gadis itu ikuti tersenyum, tentunya senyum paksa.

“K-kami minta maaf, jika telah mengganggu waktu kalian. Kami permisi, silahkan nikmati bulan madu kalian,” ucap pria itu kemudian beranjak dari sana.

Danas melihat wajah suaminya yang jelas tengah emosi. Makan siang pun batal karena itu.

“Siapkan penerbangan malam ini.”

Perintahnya seketika membuat Marvin membulatkan matanya.

“A-apa anda serius, ingin kembali?”

“Ya.”

“Baik, aku akan mempersiapkan semuanya.”

Danas menundukan pandangannya, sambil mengepal erat tangannya yang berada di bawa meja.

“Kau puas, menghancurkan hidupku?” tanya Langit membuat gadis itu melihat ke arahnya.

Sejenak mata mereka saling bertemu, sebelum Danas kembali menunduk.

“Aku akan selalu salah di matamu,” batinnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status