Renata seakan dihujam oleh ribuan batu ketika mendapatkan kenyataan jika Danas menikah dengan kekasihnya-Langit. Rasa menyesal meninggalkan Langit kini membuatnya frustasi. “M-mereka menikah?” batin Renata bertanya. Ia menatap Danas dengan intens, ia benci wanita itu. Mimpi buruknya selama ini menjadi kenyataan. Dadanya terasa sesak, emosinya meluap membuat rasa benci pada Danas semakin menjadi-jadi. Posisi yang dia inginkan selama ini, kini ditempati oleh orang lain. Keadaan begitu mencengkam, Danas memilih diam. Ia adalah korban di sini, tetapi semua orang menyalakannya. “Semua ini salahmu,” tuduh Renata membuat Danas melihat ke arahnya. “Kau membuatku tidak bisa menikah dengan Langit, kau mengambil posisi yang harusnya kumiliki,” ucap Renata lagi emosi. “Kita bicarakan ini nanti, biar aku antarkan kau pulang,” ucap Langit menarik tangan Renata kemudian dihempas kasar olehnya. “Tidak. Kau harus jelaskan apa yang terjadi. Kenapa kau bisa menikahi wanita ini. Kenapa?” Renata seda
“Diam kau jalang!” bentak Renata. “Jangan memasang wajah polosmu itu. Sangat menjijikan dengan apa yang kau lakukan.” Tamparan serta umpatan itu mengundang beberapa orang menyaksikan apa yang tengah terjadi di antara mereka. Danas menyentuh pipi yang baru ditampar oleh Renata, terasa perih. Entah apa yang membuat Renata berubah menjadi begitu membencinya, bahkan dia sendiri tidak lagi tertarik dengan Langit. “Kau telah mengambil apa yang harusnya menjadi milikku,” ucap Renata geram. Dia ingin menampar Danas sekali lagi tetapi dihentikan, begitu banyak yang melihat apa yang mereka lakukan. “Aku tidak mengambilnya darimu, dia yang memaksaku menikah,” bela Danas. Apa yang dia katakan memang benar, ia tidak berbohong. Langit sendirilah yang datang serta mengancam orang tuanya. Namun, percuma wanita di hadapannya tidak akan menerima apa yang dia katakan walaupun itu kebenaran. “Memaksa? Kau pikir Langit akan memaksamu menikah dengannya? Kau pasti merayunya,” tuduh Renata. “Kenapa kau
Langit baru saja kembali ke rumah, tubuhnya begitu lelah membuatnya segera ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Ia tertegun sejenak ketika melihat kamar mandi yang dipenuhi oleh lilin aroma terapi yang membuatnya merasa nyaman, bahkan air yang berada di bathtub pun masih hangat. “Apa dia yang melakukannya?” tanya Langit melihat sekelilingnya. Handuk pun berada di sana, serta peralatan mandi sangat lengkap, tidak lupa dengan baju mandi yang berada di sana. Rasa lelah yang menyelimuti tubuhnya membuatnya segera masuk ke dalam bathtub dan menikmati sentuhan air hangat tersebut. Langit sedikit terkejut ketika air yang dipakainya berendam terasa asin, membuatnya ingin segera beranjak dari sana tapi ia mengurungkan niatnya karena rasa lelah dan sensasi yang ia rasakan berbeda dari biasanya. Pakaian mandi berwarna silver dipakainya kemudian melemparkan tubuh kekar di atas tempat tidur, seketika Langit memejamkan mata sesuatu tengah mengganjal dipikirannya. Tubuhnya begitu lelah, tap
Mata Langit mencari keberadaan Danas tetapi tidak menemukan keberadaan wanita itu. “Tuan, mencari Nyonya?” tanya seorang maid seakan tahu apa yang tengah dicari oleh Langit. “Nyonya telah berangkat ke kampus, dia membuatkan sarapan untuk Tuan,” tambah Maid sambil melihat ke arah meja. Langit menganggukan kepala sambil memberikan isyarat wanita itu pergi. Sangat jarang, dia melihat Danas di pagi hari, wanita itu seakan menghindar darinya. Dan, mungkin akan terus menghindarinya, mengingat dia telah memaksa wanita itu untuk melayani. Tidak ada satu kalimat yang keluar dari mulut Langit saat menikmati hidangan itu. Hingga, terdengar suara derapan langkah kaki menuju ke arahnya. “Sayang. Aku menghubungimu tapi kau tidak mengangkat teleponku.” Suara Renata terdengar menghampiri Langit yang tengah makan. Dia duduk tanpa menunggu Langit memerintahkannya, bahkan menyambar makanan yang tengah dimakan oleh pria itu. “Aku belum sarapan, kau tidak mengangkat teleponku.” Langit sama sekali tida
Renata begitu kesal karena Danas mulai berani untuk menentangnya. Apalagi sampai mengancamnya. “Siapa dia, berani-beraninya mengancamku? Sialan.”Perempuan itu mengumpat. Wajahnya terlihat merah padam. Matanya menyimpan dendam yang luar biasa. Dia tak akan pernah membiarkan orang lain melawannya.Renata pulang ke apartemennya. Dibukanya pintu dengan kasar lalu dibantingnya. Suaranya berdebam membuat kaget yang mendengarnya. Renata tak peduli.Dilemparkannya tas yang berada di tangannya dengan sembarangan dan mendarat di atas ranjang. Renata lalu berjalan ke arah wastafel dan mencuci wajahnya.Berulangkali dia mencuci wajah dan membasahi rambutnya, berharap kekesalannya pada Danas hilang. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bayangan Danas mengancam dirinya berseliweran di kepalanya tanpa jeda.“Aaaarrghh. Sial!”Renata kembali berseru keras. Satu tangannya tak sadar memukul kaca yang tergantung di depan wastafel. Retak. Pecah. Tangan Renata berdarah.Namun, Renata tak memperdulikann
Danas hanya bisa tegar dengan apa yang tengah dihadapinya. Bohong kalau Danas hidupnya baik-baik saja. Nyatanya dia seperti terjepit keadaan. Kini seolah ada dua kubu yang terus menyerangnya dari dua arah.“Seandainya aku bisa memilih, ingin rasanya aku pergi ke tempat yang jauh agar tak bertemu dengan orang-orang yang terus menekanku ini,” ucap Danas dalam hati.Saat itu, dia sedang masuk di kampus dan membayangkan akan bertemu dengan Renata. Memikirkannya saja sudah membuat kepalanya pusing dan langkah kakinya terasa berat.Gerbang kampus tampak menjulang tinggi dan angkuh. Mahasiswa berseliweran keluar masuk sambil bercanda dengan teman-temannya. Danas merasa iri. Mereka terlihat tak memiliki beban kehidupan yang berat seperti dirinya.“Seandainya aku bisa seperti mereka, hidup bebas tanpa beban. Ugh!”Danas mengeluh tapi cepat-cepat dia menarik nafas dan berusaha untuk menegarkan dirinya. Tak ada gunanya pula terus meratapi nasib.Mengikuti jadwal perkuliahan yang padat membuat Da
Sepulang dari kantor, Langit tidak langsung pulang ke rumah tetapi dia memilih untuk pergi ke apartement Renata. Malam belum terlalu larut ketika mobil yang dikendarai Langit sampai di basement parkiran.Malik memarkir mobilnya di tempat yang agak tersembunyi. Dia memilih lokasi di ujung dan terlindung oleh tiang-tiang basement. Tentu ada maksudnya Langit melakukannya. Dia tak ingin diketahui sedang berada di tempat itu.Apartement yang menjadi tempat tinggal Renata dikenal sebagai apartement yang kurang bersih namanya. Banyak transaksi prostitusi terselubung yang sering digerebek di sana. Meski begitu, para penghuni sama sekali tak jera.Langit ke luar dari dalam mobil setelah dia mematikan mesin dan memasang kunci stang. Pengamanan berlapis dia lakukan, karena takut mobilnya jadi korban jarahan tangan-tangan jahil. Tingkat kriminalitas lain di tempat itu juga terkenal cukup tinggi.“Ah, Renata, kenapa pula kau pilih tempat jelek begini? Sebenarnya malas setiap kali aku ke sini,” kel
Lewat tengah malam Langit keluar dari apartemen Renata. Kekasihnya itu sebenarnya memintanya untuk menginap sampai pagi, tetapi Langit beralasan besok pagi-pagi sekali dia harus kembali bekerja.“Sayang, aku kan masih kangen. Kanapa buru-bur banget sih?” tanya Renata cemberut. Tubuhnya yang hanya berbalut handuk tipis menggelayut manja memeluk Langit dari belakang. Kedua tangannya melingkar di pinggang Langit seolah tak ingin melepaskannya.“Don’t worry, babe. Besok aku ke sini lagi. Aku nggak mau buru-buru aja, besok pagi aku ada meeting pagi-pagi. Kalau aku menginap di sini besok aku bisa telat.”Alasan Langit bisa diteriman oleh Renata. Kalau sudah alasan pekerjaan, sudah pasti dia tak bisa melawannya. Pekerjaan dan juga kekayaan yang dimiliki oleh Langit tentu saja menjadi alasan utama Renata ingin mendapatkan lelaki itu.“Janji ya, besok ke sini lagi. Aku selalu kangen dan rasanya kesepian kalau kamu tidak ada di sini,” ucap Renata sembari mengendurkan pelukannya. Langit berbalik