Share

02. Pertemuan

"Paket untuk Mr. Jason!"

Jason membuka pintu dengan cepat. Ia sangat antusias menunggu paketnya yang datang agak lambat. Ia segera menandatangani paket tersebut dan menutup pintu. Tak peduli pada kurir yang masih berada di luar.

"Pak, anda belum membayar."

Jason menghentikan langkahnya lalu berbalik menuju pintu. Alih-alih membuka pintu, Jason memberikan dompetnya melalui celah di bawah pintunya.

"Untuk mu, Pak," ujar Jason.

Tak terdengar sahutan dari luar sana, sudah bisa dipastikan sang kurir sudah pergi. Jason membuka paketnya yang berukuran cukup besar tersebut. Terdapat beberapa kostum beruang lucu di dalamnya. Jason bergegas menuju ke sebuah ruangan yang dilengkapi scan sidik jari. Jason menempelkan ibu jarinya pada alat pendeteksi tersebut. Lalu bau amis mulai menyeruak masuk ke dalam hidungnya. Ia sangat menyukai bau tersebut, menurutnya itu adalah bau yang paling indah.

Jason mulai melangkahkan kakinya menyusuri lorong yang cukup luas di dalam ruangan tersebut. Rumahnya memang cukup besar untuk membuat ruangan rahasia atau yang biasa ia sebut sebagai ruang kerjanya. Tak sembarang orang bisa masuk kesana. Ia hanya memperbolehkan ayah dan asisten rumah tangganya untuk masuk kesana. Entah sudah berapa banyak asisten rumah tangga yang pernah bekerja untuknya, namun hanya bertahan satu hari setelah diberikan tugas membersikahkan ruangan tersebut. Padahal asisten yang bekerja untuknya dibayar dengan gaji yang cukup besar. Mereka diberikan $300 setiap harinya, jika mereka membersihkan ruangan tersebut gajinya akan ditambah dua kali lipat. Namun tak ada yang bertahan dengan pekerjaan tersebut.

Jason tiba di ruangan yang menjadi sumber dari bau amis tersebut. Darah yang mengalir di lantai menjadi sebab bau yang sangat menyengat. Jason nampak tidak terganggu, ia menginjak darah tersebut dengan santai.

"Hei, jangan mengompol," ujar Jason pada salah satu anak yang terus menangis.

Anak itu hanya terdiam dan menahan tangisannya. Lalu Jason menarik lakban dari mulut ketiga anak di hadapannya. Mereka adalah ketiga anak pemberani yang menjadi hasil buruannya minggu lalu. Jason melepas rantai yang ada di leher ketiga anak tersebut. Mereka nampak sangat ketakutan hingga mulai meraung bersamaan. Jason merasa beruntung membuat ruangan itu kedap suara. Jadi teriakan lemah mereka tidak akan mengganggu nya saat tidur.

"Aku akan memindahkan kalian ke ruangan yang lebih layak," ujar Jason.

Ketiga anak itu menatap Jason dengan mata berkaca-kaca.

"Aku bukan pembunuh. Aku bahkan tidak pernah membunuh orang," jelas Jason sambil membantu ketiga anak itu bangkit.

Jason perlahan memapah ketiganya keluar dari ruangan tersebut secara bergantian. Kondisi kedua anak tersebut nampak normal, namun salah satu anak kehilangan banyak darah. Cairan merah segar itu terus mengalir dari tangannya. Jason bersyukur sempat kuliah di bidang kedokteran. Ia sedikit mengerti tentang bagaimana memotong, lalu menyambungkannya kembali. Ia juga pernah membedah anjing, namun hewan itu pun tewas. Ia sering menyebut dirinya sendiri sebagai dokter spesialis makhluk hidup.

Mereka akhirnya keluar dari ruangan kedap suara tersebut dan tiba di ruang tamu. Jason mengambil kotak P3K dan mulai mengobati ketiga korbannya tersebut. Jason mengambil jarum dan mulai menjahit lengan salah satu anak tersebut dengan bantuan obat bius. Jason melakukannya dengan sangat perlahan, persis seperti dokter pada umumnya. Jason masih ingat betul saat darah segar itu keluar dari lengan anak tersebut. Jason sangat menyukai warnanya.

"Sakit?" Tanya Jason pada anak tersebut.

Anak itu menggeleng.

Jason pun melanjutkan aktivitasnya. Setelah semuanya sudah diobati, mereka diberi makanan oleh Jason. Mereka nampak sangat kelaparan hingga makan seperti hewan buas. Jason tersenyum melihat pemandangan di hadapannya. Nampak seperti berada di hutan menyaksikan beruangan buas yang sedang menyantap hasil buruannya. Jason melangkahkan kakinya menuju paket yang baru ia terima.

Setelah ketiga anak itu menghabiskan makanannya, Jason pun mendekati mereka. Secepat kilat, Jason menyuntikan obat bius kepada mereka hingga ketiganya tumbang tak sadarkan diri.

~~~

Jason tak henti-hentinya bersenandung di dalam mobil kesayangannya tersebut. Ia sudah melakukan pencapaian yang lebih baik dari sebelumnya. Jason berencana untuk menjenguk calon adiknya dirumah sakit. Dia adalah anak yang Jason selamatkan dari ketiga bocah pemberani tersebut. Jason berniat untuk merawat anak tersebut dan menjadikannya partner untuk melancarkan aksinya. Jason membelah jalan bersama BMW nya menuju rumah sakit Chicago Lakeshore. Jason memarkirkan mobilnya di sudut parkiran. Langkah besarnya mulai menyapu koridor rumah sakit tersebut.

Setelah tiba di tempat tujuannya, Jason memasuki ruangan itu tanpa ragu. Ia dapat melihat Han tengah memandang jendela yang berada cukup jauh dari ranjangnya. Jason menarik kursi roda yang berada di sampingnya. Kondisi kaki Han begitu mengenaskan hingga harus di amputasi. Tulang di lutut ke bawahnya remuk karena pukulan balok yang cukup keras. Han menoleh ke arah Jason, nampaknya ia menyadari kehadiran Jason.

"Selamat siang, Paman," sapa Han.

Jason mengangguk dan memberikan paperbag berisi makanan kepada Han.

"Makanan rumah sakit rasanya seperti sampah," ujar Jason pada Han.

Sedangkan Han menanggapinya dengan sebuah senyuman. Ia menerima paperbag itu dan mengeluarkan kotak makan dari sana. Ia hanya bisa melihat sayuran mentah di dalam kotak makan tersebut.

"Hanya sayuran? Tidak ada daging?" Tanya Han.

Jason berdecak pelan. "Aku alergi. Melihat daging membuatku ingin bunuh diri."

Han mengira itu hanya lelucon, jadi ia hanya tertawa mendengar hal tersebut. Ia mulai melahap sayuran mentah tersebut walaupun tidak nafsu.

"Jadi kapan aku boleh pulang?" Tanya Han.

Bukan jawaban, Jason berbalik memberi pertanyaan. "Kau punya rumah?"

Han menggeleng sambil terus fokus pada makanan mentahnya tersebut.

"Lalu mengapa kau ingin pulang? Kau bisa tinggal disini dan terus makan makanan sampah," ujar Jason.

Bersamaan dengan itu, pintu kamar terbuka. Nampaklah sosok dokter muda berparas cantik memasuki ruangan. Jason sedikit menggeser tubuhnya agar tidak mengganggu aktivitas dokter tersebut. Dokter itu mulai mengecek kondisi Han dengan saksama.

"Anda walinya?" Tanya dokter itu tiba-tiba.

"Ya," jawab Jason seadanya.

Dokter itu sedikit melirik ke arah Jason. "Anda bisa menuju ruang administrasi untuk mengisi data anda."

Jason hanya mengangguk dan keluar dari ruangan tersebut. Ia sudah membayar seluruh biaya perawatan Han di rumah sakit tersebut. Tapi kini ia harus ke ruang administrasi untuk mengisi data yang sangat tidak penting. Ia membenci hal seperti ini.

Saat ia tiba di ruang Administrasi, ia diberikan selembar kertas. Jason sama sekali tak berniat membacanya.

"Tolong isikan ini untukku," ujar Jason pada petugas wanita disana.

Petugas itu mengangguk dan mengambil kembali kertas yang ada di tangan Jason. Petugas itu mulai memberikan pertanyaan yang sesuai dengan isi kertas.

"Nama anda?"

"Niko Alexander."

"Usia?"

"Kosongkan itu," ujar Jason.

"Anda memiliki kartu identitas semacam kartu tanda penduduk atau SIM?"

Jason mengambil dompetnya dari saku, lalu mengeluarkan Kartu Tanda Penduduknya. Namun saat petugas ingin mengambilnya, Jason segera memasukan kartu itu ke dalam dompetnya kembali.

"Ini privasi. Tolong kosongkan semuanya kecuali nama. Aku tidak suka memberitahu orang lain tentang diriku. Jadi jangan banyak bertanya," Ujar Jason dengan tatapan yang begitu menusuk.

Petugas wanita itu hanya diam menatap punggung Jason yang hampir menghilang. Namun langkah Jason terhenti karena dokter muda yang ia temui di ruangan Han, sudah berada di hadapannya.

"Tolong isi data wali dengan benar. Data ini di perlukan jika terjadi sesuatu dengan pasien," jelas dokter tersebut.

Jason tidak berniat menanggapi dokter tersebut dan memilih untuk pergi. Namun usahanya digagalkan saat kerah bajunya tertarik ke belakang. Untuk pertama kalinya ada seseorang yang berani melakukan ini kepadanya. Jason menolehkan kepalanya dan menatap tajam ke arah dokter tersebut

"Hindari aku jika kau menyayangi hidupmu," ujar Jason pelan.

Dokter tersebut membalas tatapan Jason tak kalah tajamnya. "Dalam mimpimu."

Bibir Jason tertarik hingga membentuk lengkungan.

"Aku suka wanita pemberani."

To be continue..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status