Setengah jam setelah Tangan Kanan mengusulkan ide nya, kini mereka berada di luar rumah Holland. Dari bola mata mereka terlihat kobaran api yang besar. Ternyata mereka lebih memilih membakar bangunan itu daripada mengebom nya. Jean dan Tangan Kanan terus menatap rumah yang terbakar tersebut. Jean sudah menghubungi pemadam kebakaran 5 menit yang lalu. Orang-orang di sekitar juga sudah mulai berkerumun melihat kebakaran tersebut.
"Kau sudah menghafal dialog nya?" Bisik Tangan Kanan."Belum. Kau cukup menyamakan jawaban dengan ku, kan?" Jawab Jean dengan pelan.Tangan Kanan menganggukan kepalanya. Lalu ia melanjutkan melihat pemandangan si jago merah yang begitu gagah melahap bangunan tersebut. Tak lama kemudian mobil pemadam kebakaran tiba disusul dengan mobil polisi beberapa menit kemudian. Tangan Kanan menatap Jean sekilas sambil mengacungkan ibu jarinya. Jean juga mengacungkan ibu jarinya. 
Jason kembali ke lantai atas setelah bermalam di ruang bawah tanah. Ia bergegas menuju halaman rumahnya. Pagi ini Jason merasakan semua beban di tubuhnya menghilang. Ia bisa tersenyum lepas menatap matahari yang masih malu-malu menampakan dirinya. Jason memejamkan matanya, merasakan sensasi udara pagi yang begitu segar. Lalu Lusiana muncul dari pintu dengan kondisi yang masih berantakan. Nampaknya wanita itu baru saja bangun dari tidurnya.Jason menghampiri Lusiana yang tersenyum ke arahnya. Sebenarnya Lusiana sempat marah padanya sejak insiden penjagalan anggota tim alpha. Namun sepertinya Lusiana sudah bisa melupakan semuanya saat ini."Bagaimana tidur mu?" Tanya Jason.Lusiana melebarkan senyumnya. "Sangat tenang dan nyaman."Jason juga melebarkan senyumnya. "Bagus lah jika begitu."Jason berdeham pelan. "Bagaimana jika kita jalan-jalan hari ini?"
Jean tiba di depan rumah Jason dengan perasaan yang gelisah. Ia segera memasuki pekarangan rumah itu. Saat itu matahari sudah mulai berada cukup tinggi. Jean membuka pintu yang tak terkunci tersebut. Tapi ia sama sekali tak bisa menemukan Jason. Jean pun berkeliling di rumah itu sendirian untuk mencari keberadaan Jason. Tangan Kanan yang belakangan ini selalu mengikutinya itu sudah kembali ke rumahnya. Jean bahkan sudah berpamitan dengan Tangan Kanan. Mereka tidak akan bertemu lagi karena semua masalah sudah selesai, lalu Jean pun akan kembali ke San Francisco.Setelah cukup lama mencari, Jean pun mulai lelah. Ia sama sekali tak menemukan sosok Jason di rumah tersebut. Jean memilih bersantai di sofa ruang tamu yang begitu menggoda. Jean meraih ponsel Watt yang ada di sakunya. Kemudian ia membuka semua gambar di galeri nya yang berisi kenangan tersebut. Jean menghela nafasnya yang terasa berat saat melihat fotonya bersama Watt di taman Tangan Kanan. Saat it
Hari sudah berganti menjadi pagi. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean yang sudah tak bernyawa ke kabin yang dulunya laboratorium. Jean memang tak minta di makamkan disana, tapi Jason berinisiatif untuk memakamkannya disana. Jason juga sudah menyiapkan lubang di samping kabin untuk makam ayahnya. Jason membuka pintu kabin yang sudah rusak itu. Jason memasuki sebuah ruangan rahasia di dalam kabin tersebut. Lalu ia melihat sebuah peti yang sudah di siapkan oleh Jean bertahun-tahun lama nya. Rupanya peti itu yang pernah di ceritakan oleh Jean padanya. Jason ingin menggunakan peti itu, tapi terlalu berat untuk di angkat berdua dengan Lusiana. Akhirnya Jason dan Lusiana sepakat untuk mengubur Jean hanya menggunakan alas kain. Mereka tak bisa membiarkan siapapun tahu tentang kematian Jean. Jason dan Lusiana membawa tubuh Jean keluar dari mobil. Lalu mereka merebahkan tubuh Jean di atas sebuah kain. Jason menatap Jean yang sudah sangat pucat tersebut. Tubuh Jean
Di tengah dinginnya kota Buford, terlihat seorang anak berbaju lusuh tengah bersimpuh di atas gundukan salju. Beberapa anak datang mengenakan pakaian mewah dan mulai mengerumuninya. "Kau yang merusak sepedaku! Cepat akui kesalahanmu!" ujar salah satu anak yang bernama Ryan. Anak itu menggelengkan kepalanya. Ia masih terus pada pendiriannya. Hal itu membuat mereka menjadi geram. Salah satu dari mereka mulai melayangkan tendangan ke arah perut si anak berbaju lusuh itu hingga ia tersungkur. Anak-anak lainnya ikut berpartisipasi dengan mendaratkan pukulan dan tendangan kepada anak berbaju lusuh tersebut. "Kau hanya orang miskin. Tugasmu hanyalah bersujud dan memohon!" ujar Ryan. Anak berbaju lusuh itu lagi-lagi menggeleng. Bahkan ia melemparkan salju ke arah Ryan. Mendapat perlakuan seperti itu, Ryan segera mengambil sebatang kayu lalu menghantamkannya ke tubuh anak tersebut. "Mati kau, Jason!" Teriak Ryan. "Haaaah ...." Helaan nafas lolos begitu saja saat ingatan masa lalu nya tib
"Paket untuk Mr. Jason!" Jason membuka pintu dengan cepat. Ia sangat antusias menunggu paketnya yang datang agak lambat. Ia segera menandatangani paket tersebut dan menutup pintu. Tak peduli pada kurir yang masih berada di luar. "Pak, anda belum membayar." Jason menghentikan langkahnya lalu berbalik menuju pintu. Alih-alih membuka pintu, Jason memberikan dompetnya melalui celah di bawah pintunya. "Untuk mu, Pak," ujar Jason. Tak terdengar sahutan dari luar sana, sudah bisa dipastikan sang kurir sudah pergi. Jason membuka paketnya yang berukuran cukup besar tersebut. Terdapat beberapa kostum beruang lucu di dalamnya. Jason bergegas menuju ke sebuah ruangan yang dilengkapi scan sidik jari. Jason menempelkan ibu jarinya pada alat pendeteksi tersebut. Lalu bau amis mulai menyeruak masuk ke dalam hidungnya. Ia sangat menyukai bau tersebut, menurutnya itu adalah bau yang paling indah. Jason mulai melangkahkan kakinya
Jason tiba di rumah saat matahari sudah terbenam. Hal itu disebabkan karena dokter tidak memperbolehkannya pulang sebelum mengisi data dengan benar. Kartu identitasnya juga harus ditahan di rumah sakit tersebut. Ia baru akan mengambilnya saat Han diizinkan pulang. Jason menepikan mobil di halaman rumahnya. Sudah ada mobil yang serupa dengan miliknya sedang terparkir dengan indah. Ia sudah bisa menebak siapa yang datang ke rumahnya. Ia langsung masuk ke dalam, keadaan sudah sangat rapih. Tidak seperti biasanya, saat ia memasuki rumah tersebut sudah tidak tercium bau amis. "Mom?" Panggil Jason. Tidak ada sahutan dari siapa pun. Ia hanya menemukan ruang rahasianya terbuka. Ia memasuki ruangan tersebut dan menemukan sosok yang sudah lama tidak ia jumpai. Sosok itu sudah sangat tua setelah sudah lebih dari 10 tahun tak bertemu. "Lama tidak berjumpa, Jason," ujar sosok itu. Jason memandang lurus sosok di hadapannya tersebut. "Jangan mengunjungi ku l
Seminggu setelah terakhir kali Jason mengunjungi Han, kini bocah itu sudah diperbolehkan pulang. Jason hendak menjemput anak tersebut dan membawanya ke rumah. Ia sebenarnya tidak ingin menambah orang menjadi keluarga. Ia sudah terbiasa hidup seorang diri. Walaupun ada keluarga, mereka bahkan enggan menoleh ke arah Jason.Jason memasuki mobilnya yang terparkir indah di halaman rumah. Kemudian ia melajukan BMW kesayangannya tersebut membelah kota Chicago. Banyak pemandangan yang ia lihat di sepanjang jalan. Jason kembali melihat sekumpulan anak remaja tengah beradu pukul di sebuah gang sepi. Ia ingin bermain sebentar, namun waktu sudah menunjukan pukul 12 siang. Han pasti sudah menunggu nya disana."Tunggu aku anak anak manis." Gumam Jason.Jason sedikit menaikan kecepatan mobilnya agar segera tiba di rumah sakit. Tak perlu waktu lama, ia sudah berada di parkiran yang cukup luas. Bangunan berwarna coklat yang menjulang tinggi sudah ada di depan matanya. Jason sege
"Selamat datang di rumah, Xenovia!"Seorang wanita muda berdiri di depan pintu rumah Jason. Eliza dan Jason menyambut wanita tersebut dengan wajah gembira. Hanya Eliza, tidak dengan Jason yang menekuk wajahnya. Di belakang mereka berdiri Han yang tidak mendapat tempat untuk berbaris. Xenovia menatap keluarga tiri nya sambil tersenyum. Sudah lebih dari lima tahun mereka tidak bertemu, karena Xenovia harus menjalani kehidupan gandanya di Washington DC. Xenovia memasuki rumah yang cukup luas tersebut."Huh, bau nya tidak berubah." Ujar Xenovia sambil menutup hidungnya.Jason berjalan mendahului kakak tirinya lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa. "Apartemen mu berbau seperti bangkai.""Aku memang senang menyimpan bangkai." Ujar Xenovia."Siapa anak itu, Nik?" Tanya Xenovia sambil menunjuk ke arah Han yang masih berdiri di depan pintu.Jason menghampiri Han lalu menggiringnya ke depan Xenovia. Wanita itu meneliti Han dari ujung kepala hingga ujung kaki. H