Share

5. Pemilik Senyum manis, Nea Oktaviana

Itu pacar gue 'kan?" sela seseorang membuyarkan fokus milik Xena. Gadis itu berbalik. Sedikit terkejut sebab tak menyangka bahwa Nea akan menegurnya dengan ekspresi masam seperti itu.

"Ada yang salah sama lo hari ini?" tanya Xena dengan nada ragu. Memastikan bahwa raut wajah masam yang dilukiskan Nea di atas paras cantiknya itu bukan pasal kehadirannya yang datang bersama sang kekasih, Daffa Kailin Lim. 

Sumpah demi apapun yang hidup di atas bumi bulat nan makmur yang ditempatinya sekarang ini, bahwa Xena sudah dengan rapi menutupi rasa kagumnya pada si ketua osis sekolahannya itu. Tak ingin memberikan sebuah rasa kecewa yang besar untuk si teman dekat yang terus berada di sisinya sekarang ini.

"Gue sama Daffa berselisih paham kemarin malam." Nea menerangkan dengan singkat. Memutar tubuhnya untuk kembali berjalan gontai menuju kursi tempatnya duduk bersama Xena Ayudi.

"Karena salah Daffa? Pasti bukan." Gadis bersurai panjang itu kini terkekeh kecil. Mencoba menghibur teman satu meja yang masih kokoh dengan lipatan nyata di atas bibir merah delima miliknya itu. 

Nea menghela napasnya kasar. Meletakkan kepalanya yang terasa berat di atas dinginnya permukaan meja kayu yang ada di depannya. Tentang Daffa, selalu saja berakhir dengan pertengkaran besar hanya sebab masalah kecil nan sepele. Terkadang, Nea muak akan semua hal yang membuat kecurigaannya kian besar pada sang kekasih. Menjalin hubungan dengan nomor satunya idola kaum hawa di sekolah adalah beban tersendiri untuk gadis berambut pendek itu. 

Memutuskan hubungannya? Tidak! Nea terlalu menyukai sosok Daffa Kailin. Segala yang ada di dalam diri remaja jangkung bertubuh sedikit krempeng itu adalah kesukaan untuk Nea Oktaviana.

"Apa masalahnya kali ini?" Xena bertanya dengan nada lembut. Ikut meletakkan kepalanya untuk menyamaratakan posisinya dengan si teman semeja. 

Nea menghela napasnya kasar. Mendesis ringan sebab ia tak ingin membahasnya siang ini. Biarkan udara saja yang panas, hatinya tak boleh.

"Gak mau cerita?" Xena mengimbuhkan. Menarik posisinya untuk bisa kembali duduk dengan benar.

"Oke deh. Kalau mau cerita—"

"Dia selingkuh," tukas Nea dengan nada melirih. Singkat nan padat. Tak banyak basa-basi yang diselipkan gadis itu untuk mengutarakan kalimatnya. 

Xena membulatkan sepasang mata indah miliknya. Menatap si teman semeja yang kini kembali mendesah kasar untuk mengungkapkan betapa kesal hatinya saat ini.

Selingkuh? Xena sedang tak salah dengar 'kan kali ini? Seorang Daffa  Kailin Lim menyelingkuhi pasangannya? Dari sekian banyak alasan mereka berselisih paham, mengapa harus selingkuh?

"Lo yakin dia selingkuh sama cewe—"

"Clarisa Putri Arabela. Kelas IPS-3. Gadis sialan yang suka mengirimi pesan untuk Daffa. Bukankah dia keterlaluan?"

Xena tersenyum miring. Baiklah, ini yang disebut selingkuh oleh si teman dekat. "Dan Daffa? Menggubrisnya?"

Gadis berambut pendek dengan bibir merah delima itu kini kembali menegapkan badannya. Melipat rapi kedua tangannya tepat di atas perut datarnya kemudian tegas memincingkan matanua tajam. Mendengus kesal kala menyadari betapa naas takdirnya belakang ini. Jikalau bisa dihitung dengan benar, mungkin berpuluh-puluh kali banyaknya Nea dan Daffa berselisih paham satu tahun terakhir ini. 

Salah siapa? Dalam tebakan Xena, Nea lah yang menjadi tersangkanya di sini. Melihat Daffa adalah si sabar yang tak akan pernah mau dan tega untuk menyakiti hati sang kekasih. 

"Pas gue tanya, dia cuma menjawab dengan satu kalimat." Nea kini tegas mengacungkan satu jari telunjuk dan meletakkanya tepat di depan wajah cantik milik Xena.

"Dia emang cantik, tapi aku terlihat tertaik dengannya?" ucap gadis itu menirukan gaya bicara sang kekasih yang terkesan berkharisma dan penuh kewibawaan khas seorang Daffa Kailin Lim.

Xena terkekeh kecil. "Dan lo mikir dia selingkuh?"

"Hm! Dia bisa jelasin dengan panjang dan lebar sejelas-jelasnya. Tapi, kenapa dia memilih kalimat itu lalu pergi ninggalin gue?" decak Nea penuh kekesalan.

"Punya pacar itu ... sebuah anugerah. Gak semua orang bisa nemu jodohnya dengan cepat. Ada yang harus nunggu berpuluh-puluh tahun dengan sakit hati berpuluh-puluh kali banyaknya pula. Ada yang tak sempat merasakan—"

"Langsung ke pointnya, Xena." Nea menyela. Menatap malas gadis yang kini tegas mengembangkan senyum kuda di atas paras cantik miliknya.

"Lo mestinya bersyukur punya cowok kayak Daffa. Dia sabar dan pengertian." 

"Semua orang pengen punya pacar kayak Daffa, tapi mereka gak bisa karena Daffa lebih milih lo," imbuh Xena mempertegas setiap kata yang keluar dari celah bibir ranum miliknya.

"Termasuk lo?" sahut sang gadis sukses membuat Xena cepat menoleh dan membulatkan matanya. Kalimat singkat itu, membuat jantungnya sejenak berhenti berdetak. Hatinya panas dan ada satu rasa aneh yang menyelimuti dalam dirinya. Khawatir? Tidak! Xena rasa itu lebih mirip rasa takut kalau-kalau benar Nea tahu pasal rasa suka dan kagumnya pada Daffa Kailin Lim. Gadis itu belum benar siap untuk mendapat hinaan, caci, dan maki kalau Nea mengetahui rasa bodoh yang ada di dalam hatinya saat ini. Mencintai kekasih teman dekat sendiri.

"Bercanda! Kenapa lo jadi serius gitu," tukasnya mengimbuhkan.

Xena melunak. Mencoba untuk memaksakan senyum merekah di atas paras cantiknya dengan senatural mungkin. Meskipun dalam batinya masih saja berkecamuk akan satu pertanyaan dengan jawaban yang tak pasti, benarkah Nea tak tahu pasal perasaannya? Ataukah gadis itu hanya sedang berpura-pura saat ini?

"Soal lo yang ditembak sama Malik, kenapa lo nolak dia?" Nea kini mengubah topik pembicaraan mereka. Menatap sejenak paras Xena yang berubah menjadi malas kala nama Malik disebut di hadapannya.

"Segitunya kalian berharap ditembak juga sama Malik?" 

Nea menggelengkan kepalanya. "Bukannya lo sendiri yang bilang punya pacar adalah sebuah anugerah sebab tak semua orang bisa mendapatkannya?"

"Terus kenapa lo nolak anugerah?" imbuh Nea dengan nada sedikit memprotes.

Xena menghela napasnya kasar. Baiklah, Malik memang istimewa di mata teman-temannya. Mendapat pengakuan rasa dari remaja jangkung itu adalah sebuah anugerah luar biasa yang didapat oleh gadis beruntung. Namun, tatapan dan senyum Malik kala remaja itu menyatakan perasaannya pada Xena, tak benar-benar didapatnya dari dalam hati. Malik mempermainkan dirinya sebab dendam kemarin malam yang belum tuntas. Mengimbaskannya pada siang yang panas untuk menempatkan si saudara tiri dalam sebuah masalah besar seperti saat Xena mengadukan Malik menghabiskan akhir pekan di bar sisi sekolah tanpa sepengetahuan orang tuanya. 

"Karena lo gak tertarik sama dia? Bukankah itu alasan yang klasik? Siapa yang gak suka sama Malik? Siapa yang gak bakalan tertarik sama dia? Hei! Xena. Please, wake up!"

Xena menoleh. Menatap sayu lawan bicaranya saat ini. "Gue punya alasan lain," tuturnya dengan nada melirih. Kembali meletakkan kepalanya di atas meja dan memejamkan rapat kedua matanya.

Jika saja Malik bukan saudara tirinya dan jika saja pengakuan cinta itu benar adanya, Xena mungkin akan menerimanya dengan tegas mengatakan bahwa ia juga menyukai malik dan menginginkan remaja itu untuk menjadi kekasihnya.

... To be Continued ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status