Itu pacar gue 'kan?" sela seseorang membuyarkan fokus milik Xena. Gadis itu berbalik. Sedikit terkejut sebab tak menyangka bahwa Nea akan menegurnya dengan ekspresi masam seperti itu.
"Ada yang salah sama lo hari ini?" tanya Xena dengan nada ragu. Memastikan bahwa raut wajah masam yang dilukiskan Nea di atas paras cantiknya itu bukan pasal kehadirannya yang datang bersama sang kekasih, Daffa Kailin Lim.
Sumpah demi apapun yang hidup di atas bumi bulat nan makmur yang ditempatinya sekarang ini, bahwa Xena sudah dengan rapi menutupi rasa kagumnya pada si ketua osis sekolahannya itu. Tak ingin memberikan sebuah rasa kecewa yang besar untuk si teman dekat yang terus berada di sisinya sekarang ini.
"Gue sama Daffa berselisih paham kemarin malam." Nea menerangkan dengan singkat. Memutar tubuhnya untuk kembali berjalan gontai menuju kursi tempatnya duduk bersama Xena Ayudi.
"Karena salah Daffa? Pasti bukan." Gadis bersurai panjang itu kini terkekeh kecil. Mencoba menghibur teman satu meja yang masih kokoh dengan lipatan nyata di atas bibir merah delima miliknya itu.
Nea menghela napasnya kasar. Meletakkan kepalanya yang terasa berat di atas dinginnya permukaan meja kayu yang ada di depannya. Tentang Daffa, selalu saja berakhir dengan pertengkaran besar hanya sebab masalah kecil nan sepele. Terkadang, Nea muak akan semua hal yang membuat kecurigaannya kian besar pada sang kekasih. Menjalin hubungan dengan nomor satunya idola kaum hawa di sekolah adalah beban tersendiri untuk gadis berambut pendek itu.
Memutuskan hubungannya? Tidak! Nea terlalu menyukai sosok Daffa Kailin. Segala yang ada di dalam diri remaja jangkung bertubuh sedikit krempeng itu adalah kesukaan untuk Nea Oktaviana.
"Apa masalahnya kali ini?" Xena bertanya dengan nada lembut. Ikut meletakkan kepalanya untuk menyamaratakan posisinya dengan si teman semeja.
Nea menghela napasnya kasar. Mendesis ringan sebab ia tak ingin membahasnya siang ini. Biarkan udara saja yang panas, hatinya tak boleh.
"Gak mau cerita?" Xena mengimbuhkan. Menarik posisinya untuk bisa kembali duduk dengan benar.
"Oke deh. Kalau mau cerita—"
"Dia selingkuh," tukas Nea dengan nada melirih. Singkat nan padat. Tak banyak basa-basi yang diselipkan gadis itu untuk mengutarakan kalimatnya.
Xena membulatkan sepasang mata indah miliknya. Menatap si teman semeja yang kini kembali mendesah kasar untuk mengungkapkan betapa kesal hatinya saat ini.
Selingkuh? Xena sedang tak salah dengar 'kan kali ini? Seorang Daffa Kailin Lim menyelingkuhi pasangannya? Dari sekian banyak alasan mereka berselisih paham, mengapa harus selingkuh?
"Lo yakin dia selingkuh sama cewe—"
"Clarisa Putri Arabela. Kelas IPS-3. Gadis sialan yang suka mengirimi pesan untuk Daffa. Bukankah dia keterlaluan?"
Xena tersenyum miring. Baiklah, ini yang disebut selingkuh oleh si teman dekat. "Dan Daffa? Menggubrisnya?"
Gadis berambut pendek dengan bibir merah delima itu kini kembali menegapkan badannya. Melipat rapi kedua tangannya tepat di atas perut datarnya kemudian tegas memincingkan matanua tajam. Mendengus kesal kala menyadari betapa naas takdirnya belakang ini. Jikalau bisa dihitung dengan benar, mungkin berpuluh-puluh kali banyaknya Nea dan Daffa berselisih paham satu tahun terakhir ini.
Salah siapa? Dalam tebakan Xena, Nea lah yang menjadi tersangkanya di sini. Melihat Daffa adalah si sabar yang tak akan pernah mau dan tega untuk menyakiti hati sang kekasih.
"Pas gue tanya, dia cuma menjawab dengan satu kalimat." Nea kini tegas mengacungkan satu jari telunjuk dan meletakkanya tepat di depan wajah cantik milik Xena.
"Dia emang cantik, tapi aku terlihat tertaik dengannya?" ucap gadis itu menirukan gaya bicara sang kekasih yang terkesan berkharisma dan penuh kewibawaan khas seorang Daffa Kailin Lim.
Xena terkekeh kecil. "Dan lo mikir dia selingkuh?"
"Hm! Dia bisa jelasin dengan panjang dan lebar sejelas-jelasnya. Tapi, kenapa dia memilih kalimat itu lalu pergi ninggalin gue?" decak Nea penuh kekesalan.
"Punya pacar itu ... sebuah anugerah. Gak semua orang bisa nemu jodohnya dengan cepat. Ada yang harus nunggu berpuluh-puluh tahun dengan sakit hati berpuluh-puluh kali banyaknya pula. Ada yang tak sempat merasakan—"
"Langsung ke pointnya, Xena." Nea menyela. Menatap malas gadis yang kini tegas mengembangkan senyum kuda di atas paras cantik miliknya.
"Lo mestinya bersyukur punya cowok kayak Daffa. Dia sabar dan pengertian."
"Semua orang pengen punya pacar kayak Daffa, tapi mereka gak bisa karena Daffa lebih milih lo," imbuh Xena mempertegas setiap kata yang keluar dari celah bibir ranum miliknya.
"Termasuk lo?" sahut sang gadis sukses membuat Xena cepat menoleh dan membulatkan matanya. Kalimat singkat itu, membuat jantungnya sejenak berhenti berdetak. Hatinya panas dan ada satu rasa aneh yang menyelimuti dalam dirinya. Khawatir? Tidak! Xena rasa itu lebih mirip rasa takut kalau-kalau benar Nea tahu pasal rasa suka dan kagumnya pada Daffa Kailin Lim. Gadis itu belum benar siap untuk mendapat hinaan, caci, dan maki kalau Nea mengetahui rasa bodoh yang ada di dalam hatinya saat ini. Mencintai kekasih teman dekat sendiri.
"Bercanda! Kenapa lo jadi serius gitu," tukasnya mengimbuhkan.
Xena melunak. Mencoba untuk memaksakan senyum merekah di atas paras cantiknya dengan senatural mungkin. Meskipun dalam batinya masih saja berkecamuk akan satu pertanyaan dengan jawaban yang tak pasti, benarkah Nea tak tahu pasal perasaannya? Ataukah gadis itu hanya sedang berpura-pura saat ini?
"Soal lo yang ditembak sama Malik, kenapa lo nolak dia?" Nea kini mengubah topik pembicaraan mereka. Menatap sejenak paras Xena yang berubah menjadi malas kala nama Malik disebut di hadapannya.
"Segitunya kalian berharap ditembak juga sama Malik?"
Nea menggelengkan kepalanya. "Bukannya lo sendiri yang bilang punya pacar adalah sebuah anugerah sebab tak semua orang bisa mendapatkannya?"
"Terus kenapa lo nolak anugerah?" imbuh Nea dengan nada sedikit memprotes.
Xena menghela napasnya kasar. Baiklah, Malik memang istimewa di mata teman-temannya. Mendapat pengakuan rasa dari remaja jangkung itu adalah sebuah anugerah luar biasa yang didapat oleh gadis beruntung. Namun, tatapan dan senyum Malik kala remaja itu menyatakan perasaannya pada Xena, tak benar-benar didapatnya dari dalam hati. Malik mempermainkan dirinya sebab dendam kemarin malam yang belum tuntas. Mengimbaskannya pada siang yang panas untuk menempatkan si saudara tiri dalam sebuah masalah besar seperti saat Xena mengadukan Malik menghabiskan akhir pekan di bar sisi sekolah tanpa sepengetahuan orang tuanya.
"Karena lo gak tertarik sama dia? Bukankah itu alasan yang klasik? Siapa yang gak suka sama Malik? Siapa yang gak bakalan tertarik sama dia? Hei! Xena. Please, wake up!"
Xena menoleh. Menatap sayu lawan bicaranya saat ini. "Gue punya alasan lain," tuturnya dengan nada melirih. Kembali meletakkan kepalanya di atas meja dan memejamkan rapat kedua matanya.
Jika saja Malik bukan saudara tirinya dan jika saja pengakuan cinta itu benar adanya, Xena mungkin akan menerimanya dengan tegas mengatakan bahwa ia juga menyukai malik dan menginginkan remaja itu untuk menjadi kekasihnya.
... To be Continued ...
Bahagia datang menghampiri bersama nyaringnya bel yang berdering tegas mengudara. Membiarkan seluruh siswa dan siswi untuk berhambur keluar ruang kelas dan kembali ke peraduan mereka di dalam nyamanya rumah bersama ayahanda juga sang ibunda tercinta.Gontai sedikit malas langkah sepasang kaki jenjang milik gadis berjaket merah maroon yang kini memutuskan untuk lekas kembali ke rumahnya selepas bel pulang dibunyikan. Memangnya Xena ingin berbuat apa lagi sekarang? Bersua dan bercengrakama ringan dengan kekasih hati atau laki-laki yang menjadi idamannya layaknya teman-teman sebaya dengannya sekarang ini? Jika Xena punya orang istimewa seperti itu, maka ia akan melakukannya.Malik? Tidak! Remaja sialan itu akan mengacaukan banyak hal kalau-kalau Xena datang dan bersua dengannya.Netranya sayu menatap jalanan yang ada di depannya. Beberapa langkah lagi, Xena bisa dinyatakan keluar dari lingkungan sekolah selepas garis gerbang di depannya itu ia lewati mengg
"Lo suka sama Daffa 'kan?" Kalimat itu sukses membungkam rapat mulut Xena untuk tak lagi banyak berkata menanggapi gadis baik yang baru saja ditemuinya beberapa menit yang lalu.Bagaimana Hela Ileana mampu mengetahui apa yang ada di dalam hati Xena Ayudi Bridella saat ini? Jikalau mengingat dengan benar, Xena tak pernah menceritakan pasal rasa bodohnya pada si teman dekat Dania Arabela dan Nea Oktaviana. Apalagi, kalau sampai membongkar keluar rahasia yang disimpannya rapi di dalam hati terdalamnya itu. Hela seorang peramal? Ah! Xena rasa itu terlalu tidak mungkin untuk dibenarkan."Kenapa diem?" tanya Hela sedikit memiringkan kepalanya untuk bisa menatap perubahan paras cantik milik Xena Ayudi.Hela tersenyum ringan. Mengulurkan tangannya kemudian menepuk bahu gadis yang berjalan di sisinya itu. "Maksud gue, bukankah semua cewe di sekolah ini suka sama Daffa? Kalau gak Daffa, pasti Malik."Xena menoleh cepat. Sejenak membulatkan matanya kal
Daffa mulai menelisik setiap bagian ruangan yang kini melindunginya dari sengatan sinar senja yang agung datang untuk menutup hari. Sesekali menoleh pada Malik yang baru saja mengambil satu kursi kecil untuk duduk dan menemaninya sembari menunggu Xena keluar dengan membawa nampan berisi jajaran gelas serta beberapa makanan ringan untuk menyambut kedatangan Daffa Kailin Lim.Remaja kerempeng yang baru saja melepas jas almamater kebanggaannya itu kini kembali menatap aneh penampilan Malik sore ini. Celana pendek selutut yang dibuat dari kain bermotif kotak-kotak, satu kaos tipis berkerah O tanpa motif atau corak yang menghiasi. Sepasang sandal jepit menghias di bawah kakinya. Tak ada seragam atau jaket serta tas punggung yang menghiasi penampilan ala kadarnya saat ini. Seakan fakta sudah memberi tahu Daffa, bahwa Malik adalah tuan rumah bersama gadis cantik Xena Ayudi Bridella."Lo beneran tinggal di sini?" tanya Daffa akhirnya menyela. Menarik fokus milik Malik dan
"Lo beneran ngusir Daffa dari rumah gue?" Xena terus saja menghujani pertanyaan yang sama untuk remaja jangkung di depannya. Berusaha mengabaikan adalah hal yang dilakukan oleh Malik kala sang saudara tiri sudah mulai dengan sikap cerewet nan menyebalkan miliknya."Malik!" bentak Xena kala jengkel mulai dirasa sebab sikap tak acuh dari remaja yang baru saja ingin masuk ke dalam ruang kamarnya di lantai atas."Hm. Gue ngusir dia. Puas?" Malik akhirnya menyahut. Menatap Xena yang tegas memincingkan matanya sebab remaja jangkung di depannya itu menjawab dengan nada enteng bak tak ada dosa selepas mengusir tamu istimewa miliknya.Jika diingat dengan baik, Daffa tak pernah sekalipun datang hingga mampir masuk ke dalam rumah Xena. Duduk sebagai seorang tamu baik yang disuguhkan dengan segelas minuman dingin buatan sang tuan rumah.Hari ini fakta itu terpatahkan. Daffa datang dan duduk di atas sofa tengah ruangan. Bahkan, Xena menyambutnya dengan senyum
Malam datang menghampiri bersama gelap dan hawa dingin yang khas. Suara kerikan jangkrik memecah keheningan yang ada. Menyita fokus gadis yang kini menyandarkan tubuhnya di jajaran pagar besi penyangga yang berdiri tegap mengelilingi sisi balkon rumahnya. Ini adalah hobi Xena kalau malam sepi dan membosankan datang menyapa. Tak ada film atau drama korea dengan aktor tampan penyejuk mata dan pikirannya yang sedang 'amburadul' malam ini. Bukan pasal Malik, namun pasal kehidupan remaja miliknya yang amat sangat membosankan sebab datar tak ada gunung, lubang atau genangan yang bisa diibaratkan sebagai tantangan dalam dirinya menjalani kehidupan masa remaja.Jikalau kata orang, masa muda adalah masanya orang-orang bisa menggila. Berlaku ini itu dengan tingkah konyol nan aneh yang kadang meresahkan. Darah muda adalah darahnya orang berjiwa bebas dengan jiwa semangat motivasi yang tinggi. Mencoba ini itu untuk bisa menjadikannya sebagai pengalaman yang akan diceritakan k
Remaja jangkung di depannya menghela napas ringan. "Karena hanya itu yang bisa gue lakuin sekarang."Xena terdiam. Bahkan seorang Abian Malik Guinandra pun mampu mencintai seseorang dalam diam. Memilih untuk tidak mengubah apa-apa yang sedang berjalan saat ini dengan satu alasan pasti, bawah Malik takut akan banyak hal yang berubah jikalau ia mengatakan hal yang menjadi fakta dalam perasaannya sekarang ini."Kenapa lo tanya kayak gitu?"Gadis yang tadinya tegas menatap luas bentangan cakrawala kini memutar posisi duduknya. Berhadapan dengan si saudara tiri dengan posisi duduk bersila rapi seakan sedang mempersiapkan posisi ternyaman untuk mulai berbincang serius dengan remaja jangkung di depannya itu."Sebenernya gue menyukai seseorang." Xena mulai membuat pengakuan. Memancing reaksi lain sedikit berbeda ditunjukkan oleh Malik saat ini. Terkejut? Sedikit. Hidup bertahun-tahun dengan seorang gadis cantik bernama Xena Ayudi Bridella dan menjabat sebagai saudara
Fajar datang membawa hangatnya sinar sang surya. Bersama dengan riuhnya suasana sekolah kalau bel masuk untuk mengumpulkan berbagai macam bentuk dan sifat siswa siswi sekolah menengah atas Cakra Binanta. Tegas gadis itu melangkah menyusuri lorong sekolah. Lelah selepas berdesakan dengan para penumpang bus yang membawa tubuhnya menyusuri padatnya jantung negara kemudian berhenti tepat di halte bus sebelah sekolahnya. Selepas itu, Xena harus kembali berjalan sedikit jauh memutar untuk sampai ke depan gerbang utama yang biasa menjadi akses seluruh warga sekolah untuk keluar dan masuk lingkungan sekolah.Kini hanya tinggal menyusuri satu lorong saja, Xena sudah bisa dinyatakan sampai ke dalam kelasnya sebelum bel berbunyi dan menyisakan lima belas menit pertama. Sebenarnya ada Malik yang siap menghantar dan menjemputnya pulang menggunakan moge yang diberikan sang papa satu tahun lalu genap di hari ulang tahunnya. Akan tetapi, mengiyakan tawaran si saudara tiri sama dengan X
Bel sekolah nyaring berbunyi. Menyentak seluruh penghuni sekolah untuk berhamburan keluar menemukan tujuan baru mereka. Untuk Nea Oktaviana, tujuannya selepas pulang sekolah adalah menyambangi kafe favoritnya dengan sang kekasih ditemani oleh dua teman guna meramaikan suasana. Gadis berambut pendek dengan poni tipis itu kini menyandarkan tubuhnya di dinding sisi pintu kelas yang terbuka lebar. Menunggu Xena untuk datang sebelum akhirnya memutuskan berjalan menyusuri lorong untuk keluar dari lingkungan sekolah.Untuk Hela? Siapa yang peduli dengan orang baru sekarang ini? Toh juga, Hela sudah menyetujui ajakan dari Nea tadi pagi. Jadi, Hela yang harusnya mencari Nea juga Xena. Bukan Xena dan Nea yang harus mencari gadis cantik si 'dewinya' sekolahan itu."Xena," panggil Nea kala gadis yang ditunggu menampakkan batang hitungnya.Xena menoleh. Mengubah arah langkah kakinya untuk mendekat pada si teman dekat yang melakukan aktivitas sama dengannya."Gue mau k