Share

7. Fakta Mengejutkan Di Balik Senyuman

"Lo suka sama Daffa 'kan?" Kalimat itu sukses membungkam rapat mulut Xena untuk tak lagi banyak berkata menanggapi gadis baik yang baru saja ditemuinya beberapa menit yang lalu. 

Bagaimana Hela Ileana mampu mengetahui apa yang ada di dalam hati Xena Ayudi Bridella saat ini? Jikalau mengingat dengan benar, Xena tak pernah menceritakan pasal rasa bodohnya pada si teman dekat Dania Arabela dan Nea Oktaviana. Apalagi, kalau sampai membongkar keluar rahasia yang disimpannya rapi di dalam hati terdalamnya itu. Hela seorang peramal? Ah! Xena rasa itu terlalu tidak mungkin untuk dibenarkan.

"Kenapa diem?" tanya Hela sedikit memiringkan kepalanya untuk bisa menatap perubahan paras cantik milik Xena Ayudi. 

Hela tersenyum ringan. Mengulurkan tangannya kemudian menepuk bahu gadis yang berjalan di sisinya itu. "Maksud gue, bukankah semua cewe di sekolah ini suka sama Daffa? Kalau gak Daffa, pasti Malik." 

Xena menoleh cepat. Sejenak membulatkan matanya kala tak menyangka bahwa yang ada di dalam pikiran Hela sangat berbeda jauh dengan apa yang ada di dalam pikirannya. Hela tak tahu, jikalau gadis itu benar-benar mengidolakan kekasih teman sebangkunya itu. Yang dikatakan oleh Hela barusan hanyalah sebatas bualan tak berdasar semata. 

"Hanya ada dua kemungkinan 'kan?" kekeh gadis bersurai panjang tergerai di atas punggungnya itu.

"Daffa adalah pacarnya temen sebangku gue." 

"Jadi lo satu kelas sama Nea?" Hela menyela. Sedikit meninggikan nada bicaranya untuk menanggapi satu fakta mengejutkan yang baru saja diucap oleh Xena Ayudi Bridella.

"Kita bahkan temen deket," tukas Xena melirih.

"Pasti berat 'kan?"

Xena terdiam. Lagi-lagi bungkam tak bersuara sebab tak mengerti apa yang sedang dikatakan oleh Hela untuk dirinya. Berat? Apanya yang berat?

"Lo punya sahabat yang pacarnya ganteng, itu pasti sulit."

Xena tersenyum aneh. Benar. Selepas mampu memahami apa yang dikatakan Hela untuknya itu, Xena hanya bisa menganggukkan kepalanya samar. Yang terberat bukan menahan untuk tetap setia dalam sebuah persahabatan dengan tak mengumbar aib yang diketahui kala sang sahabat berbagi cerita tabu dan pribadi padanya, akan tetapi yang terberat adalah kala menahan napsu untuk memiliki kekasih sang sahabat yang tampan dan mempesona. Sebab ada satu kalimat yang tegas membentengi segala rasa dan harapan Xena untuk memiliki Daffa Kailin Lim, si kekasih mempesona milik sang sahabat Nea Oktaviana. Kalimat itu berbunyi. "Sahabat memang harus berbagi suka dan duka bersama. Berjuang dalam menghadapi badai untuk menemukan indahnya pelangi dan menikmatinya bersama pula. Akan tetapi, kekasih tidak termasuk hal yang bisa dibagi dan diperjuangkan bersama-sama."

"Xena," panggil Hela lirih.

"Lo mau bantuin gue dapetin Malik 'kan?" tanya Hela menyambung kalimatnya. Sukses membuat Xena sejenak menghentikan langkahnya untuk mengikuti dan menyeimbangkan aktivitas baru gadis bertubuh tinggi dengan kaki jenjang yang menyempurnakan fisik indahnya. 

"Gue akan nglakuin apapun kalau lo mau bantuin gue. Bahkan kalau lo minta uang jajan gue—"

"Gue bukan preman." Xena menyela. Menatap gadis yang kini membulatkan sepasang kelopak mata ganda miliknya.

"Maksud gue, gue gak bisa janji. Selagi gue bisa bantuin ... gue akan bantuin lo." 

Sial! Ada apa dengan mulut Xena? Bisa-bisanya ia berucap kalimat demikian. Membantu Hela untuk mendapatkan Malik? Itu artinya dia sedang melakukan percobaan bunuh diri.

"Serius? Kalau gitu gue akan jadi temen lo." 

Xena mengerutkan dahinya. "Apa untungnya buat gue kalau gue jadi temen lo?"

Hela Ileana tersenyum ringan. Mengulurkan tangannya kemudian menunggu Xena untuk mengambil uluran tangannya. "Karena gue adalah Hela Ileana. Nomor satu di sekolah ini."

***LnP***

"Hela Ileana, nomor satunya sekolah yang menjadi idola banyak kaum adam, termasuk gue." Seseorang menjelaskan dengan kalimat singkat. Terkekeh kecil menutup kalimat yang baru saja diucapkan olehnya itu.

"Lalu nomor duanya?" tanya Xena sembari tegas menaikkan ke dua sisi alis cokelat miliknya. Bertahun-tahun menjadi seorang siswi di SMA Cakra Binanta, Xena tak tahu jikalau ada yang disebut si nomor satu, nomor dua dan nomor-nomor selanjutnya yang sukses membuat dahinya berkerut samar saat ini.

"Nara Chalondra Eri." Singkat suara berat nan tegas menjawab. Sukses mencuri segala fokus gadis yang kini membulatkan matanya sempurna. Nara? Gadis sialan yang sudah menganggunya tadi?

"Cewek yang gangguin lo tadi," tukasnya mengimbuhkan. Xena hanya terdiam sembari mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.

"Ketiga?" tanyanya lagi. Membuat remaja yang berjalan beriringan dengannya selepas berpisah dengan Hela dan turun dari halte bus itu tersenyum lepas. Melirik paras cantik milik Xena yang tegas melukiskan semburat keingin tahuan.

"Namanya Dela. Dia udah pindah sekolah tahun kemaren."

"Keempat?" 

Ia kini menghentikan langkahnya. Memaksa Xena juga harus mengimbangi aktivitas baru remaja yang kini menyerongkan tubuhnya untuk menatap paras ayu nan jelita milik Xena.

"Xena Ayudi Bridella, dan yang kelima adalah Nea Oktaviana. Pacar gue." 

Xena tersenyum miring kala namanya disebut dengan tegas oleh si ketua osis yang akan tahu segala yang ada di dalam lingkungan tempatnya menjawab sebagai ketua itu.

"Gimana ceritanya gue bisa masuk ke urutan keempat? Padahal gue aja gak ada menarik-menariknya dan cantik-cantiknya sedikit pun." Xena memprotes. Kembali berjalan untuk sampai ke depan gerbang rumahnya yang sudah terekam jelas oleh kedua lensanya. Mengabaikan Daffa —remaja bertubuh krempeng yang sudah dengan baik hati menghantarnya sampai ke depan rumah—. Bukan tanpa sebab Daffa melalukan hal baik seperti itu. Sebab katanya si remaja ini akan mampir di rumah teman lama yang jaraknya hanya beberapa meter dari gang komplek rumah milik Xena.

"Lo cantik." Daffa menyela kala gadis yang tadinya berjalan ringan di sisinya itu kembali terhenti dan memutar tubuhnya untuk memberi salam perpisahan pada remaja di depannya itu.

"Lo cantik, Xena," ulangnya. Membuat jantung gadis yang ada di depannya itu kini berdetak kencang tak karuan ritme dan iramanya. 

Daffa, sungguh sialan dengan kalimat singkatnya itu. Membuat Xena kini mulai membesarkan rasa dan harapan teruntuk kekasih dari sang sahabat itu.

"Gue jadi penasaran, apa alasan orang secantik lo bisa nolak Malik," sambungnya mengimbuhkan.

"Karena lo—"

Klek! Suara gagang pintu gerbang tegas ditekan. Menyita fokus Xena yang kini sigap memutar tubuhnya juga fokus milik Daffa yang kini mulai menatap lurus ke depan. Menunggu siapa yang akan keluar dari dalam rumah Xena Ayudi Bridella.

Jikalau itu adalah orang tua Xena, maka Daffa akan memberi salam dengan membungkukkan badannya dan tersenyum ringan. Jika itu adalah saudara Xena, maka Daffa akan tersenyum ramah sembari menyapa dengan penuh kehangatan dan keakraban.

"Malik?" sela Daffa sembari membulatkan matanya kala tak menyangka siapa yang baru saja menampakkan wajah dan batang hidungnya. Pakaian yang dikenakan Malik sekarang ini, mendukung fakta bahwa ia tak sedang berkunjung di rumah Xena. Namun, tinggal bersama Xena.

... To be Continued ... 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Aisha Arkana
Thor ini kok ngga nyambung ketemu Hela pulang sekolah, terus sampe pintu gerbang rumah yg nganter Daffa..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status