Share

8 :: Tamparan Meera.

Meera dan Reya sangat terkejut saat melihat banyaknya pengawal yang menyambut mereka di Bandara. Zyan satu mobil dengan Zia sementara Via,Meera dan Reya di mobil yang satunya. Ada sekitar lima mobil yang mengiringi mereka tiba di Kerajaan.

Pintu gerbang istana terbuka begitu plat mobil kerajaan dikenali, Reya dan Meera menahan kekaguman mereka. "Ayo turun, kita sudah sampai." Via tersenyum mengajak Meera dan Reya masuk kedalam istana megah itu.

Mereka masuk ke sebuah gedung yang sangat megah dan banyak pengawal yang menjaga setiap sisi. "Selamat datang untuk kalian," sambut Ratu yang bernama Zira. Wanita anggun itu tak lain adalah ibu dari Zyan. Pria yang duduk di satu kursi megah memeluk Via dan Zia bergantian lalu tersenyum kepada Meera juga Reya.

"Sepertinya kalian sangat lelah, lebih baik kalian beristirahat. Kita akan kembali bertemu di acara makan malam." Zira menyetujui apa yang dikatakan suaminya itu. Dia mengajak Reya dan Meera mengikutinya menuju kamar mereka masing-masing. Reya mendapatkan kamar yang khas kerajaan timur tengah di pavilion para putri disebelah kamar Meera. Dia langsung beristirahat dikamar itu sementara Meera terjebak dengan Zira dikamarnya.

"Sudah berapa usia kandunganmu nak ?"

"Sudah masuk dua bulan yang mulia Ratu," jawab Meera sedikit sungkan.

"Jangan sungkan. Kau akan menjadi bagian dari Kerajaan ini jadi tidak perlu takut seperti itu." Zira sepertinya sosok Ratu yang baik hati.

"Aku minta maaf atas apa yang terjadi padamu," ucap Zira dan Meera menggelengkan kepalanya.

"Tidak Ratu. Zyan tidak sepenuhnya salah, kami hanya tidak sengaja melakukannya dan itu juga karena kebodohan saya. Saya tidak bermaksud apa-apa mengatakan hal ini kepada Zyan, selain saya hanya ingin dia tahu kalau saya mengandung anaknya." Meera mengatakan hal yang sama seperti yang dia katakan kepada Zia di pesawat.

"Kau wanita yang kuat, aku bisa melihat hal itu." Zira tersenyum mengusap bahu Meera.

"Kita akan membahas masalah ini nanti malam Bersama Yang Mulia Raja dan Zyan. Bagaimanapun anak yang kau kandung adalah anak Zyan, dan kita akan mencari solusinya bersama. Jangan sampai anak yang tidak berdosa itu menjadi korbannya." Meera mengangguk paham dan dia mengantarkan Zira sampai kedepan pintu kamarnya.

Zira langsung mendapatkan kabar dari Zia lewat telpon, dan untuk tahu hal yang sebenarnya Zira dan Alvian sudah menyewa seseorang untuk menyelidiki tentang Meera, dan ternyata Meera bukan sengaja menjebak Zyan dan keluarganya. Zira dan Alvian juga sudah tahu kehidupan yang Meera jalani serta bagaimana bisa Meera dan Zyan berakhir bersama.

****

Malam itupun tiba, selesai makan malam Zyan dan Meera serta Alvian dan Zira duduk Bersama diruangan Alvian.

"Meera," kata Alvian membuka percakapan.

"Aku dan istriku sudah tahu yang sebenarnya. Bahkan mungkin hal itu tidak kau ketahui," ucapan Alvian membuat Meera bingung.

"Malam itu, pelayan café memberikan minuman yang salah kepadamu dan minuman itu sudah diberikan obat perangsang dari tamu yang sepertinya ingin menjebak orang lain. Dan anakkku yang bodoh ini awalnya hanya ingin mengantarkanmu kembali, tapi nyatanya dia tidak bisa meninggalkanmu sendirian. Dan Zyan sadar sepenuhnya akan apa yang dia perbuat padamu." Jelas Alvian membuat Meera baru mengerti semuanya.

"Maka dari itu aku tidak akan menikahinya," suara Zyan terdengar sangat lantang.

"Kau tidak ingin bertanggung jawab atas apa yang kau perbuat begitu ?" tanya Zira kesal kepada anaknya sendiri.

"Untuk apa aku bertanggung jawab sementara dia sendiri yang menyodorkan tubuhnya padaku Ibunda !" Meera menekan kuat-kuat hatinya untuk tidak emosi dengan perkataan kasar Zyan.

"Bisa saja dia sudah tidur dengan pria lain sebelum atau sesudah dengan ku. Kenapa Ayah dan Ibunda langsung percaya dengannya." Satu tamparan kuat mengenai pipi Zyan.

"Aku bukan pelacur, mengerti ! Dan aku sangat yakin kau tahu hal itu." Meera saling adu tatap dengan Zyan. "Aku juga tidak ingin menikah denganmu. Aku mampu menghidupi anakku seorang diri." Meera tidak gentar sama sekali dengan tatapan tajam Zyan.

"Raja, Ratu. Saya berterima kasih atas kemurahan hati kalian untuk mengenal dan mengetahui tentang anak saya. Tapi saya sudah memutuskan untuk merawat anak ini seorang diri. Saya akan merahasiakan ini semua dari Dunia luar. Saya mohon pamit, besok pagi saya dan teman saya akan kembali ke Indonesia."

Meera keluar dari ruangan itu begitu saja setelah kalimatnya selesai. Zira menarik napas gusar sementara Alvian tidak percaya Zyan bisa sepengecut ini.

"Apa yang kau lakukan Zyan ? Kau tidak pantas berbicara seperti itu." Alvian menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Ayah, Ibunda. Aku tidak sengaja melakukannya dan jika wanita itu ingin mengurus anaknya sendiri itu lebih baik. Aku juga memiliki Melisa yang harus aku jaga hatinya."

"Dasar anak tidak berguna !" cerca Zira. "Wanita yang kau hina itu sedang mengandung darah daging mu, itu anakmu. Jika kau tidak perduli dengan dengan Meera setidaknya kau perduli terhadap anak yang dia kandung, karena itu darah dagingmu. Kau malah lebih memikirkan Melisa, aku bahkan yakin kau tidak mengenal calon istrimu itu sepenuhnya."

"Apa maksud Ibunda ?" tanya Zyan.

"Buka matamu lebar-lebar Zyan. Dia wanita yang kau hina itu adalah yatim piatu dan kami sudah menyelidiki tentang dirinya, aku tidak ingin kau memikirkan Melisa saat ini. Karena cucuku lebih penting darinya. Kau harus bertanggung jawab dan menikahi Meera."

"Ibunda tapi aku tidak mencintainya. Bagaimana bisa aku menikah dengannya."

"Harusnya kau pikirkan itu sebelum menidurinya Zyan." Alvian dengan tegas mengatakannya.

"Ayah dan Ibunda akan berbicara dengan Meera malam ini. Ku harap kau tidak membuat kerajaan ini malu Zyan," ucap Alvian menepuk bahu putranya. Dia dan Zira pergi menemui Meera dikamarnya.

Tbc....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status