Share

02

Tahun ajaran 2004 sudah dimulai. Kala itu Masa Orientasi Siswa atau yang dikenal dengan MOS masih menjadi ritual pembuka, setiap kali kegiatan belajar mengajar akan berlangsung setelah libur panjang.

Berbeda dengan sekarang, MOS bagi siswa baru angkatan tahun dua ribu ke bawah, merupakan salah satu momok yang tak bisa dihindari. Bahkan para wali murid pun ikut merasakan kerepotan, dampak dari kegiatan tersebut. 

Segala hal yang berkaitan dengan MOS, mampu menjungkir balikan hidup setiap calon siswa menengah atas di mana pun ia berada. Terlebih lagi Mia, seorang anak manja, anak mami, atau apapun sebutannya. Menurut Mia, kegiatan MOS tak ubahnya perundungan yang dilakukan hampir seluruh kaka kelas dengan maksud dan tujuan yang tidak jelas. 

Sambil merebahkan badannya di kasur, Mia menatap nanar tumpukan barang yang akan ia bawa esok hari. Entah seperti apa wujudnya nanti dengan kaos kaki belang, dan ember rumbai-rumbai di kepalanya. Mia merasa sedikit lega karena ayah tercinta siap mengantarkan hingga gerbang sekolah. 

Yaah ..., setidaknya aku tidak perlu memalukan diri di jalan, gumamnya dalam hati.

Mia menghela napas panjang, pertanda gelisah. Ingin sekali rasanya meminta perlindungan dari ke dua orang tuanya, seperti yang sudah-sudah, karena Mia tidak suka tantangan. Namun dia sadar betul bahwa dia tak bisa begini terus. Mau tidak mau, suka tidak suka, pertambahan usia mendorong Mia untuk mulai berani berdiri sendiri menghadapi dunia.

Sebagai anak bontot yang gagal menjadi kaka, Mia jelas sangat dimanja. Apalagi keluarga Mia tergolong mampu untuk mewujudkan apa saja yang Mia inginkan. Tidak hanya itu, mereka juga siap melakukan apapun untuk melindungi Mia dari semua yang bisa membahayakannya atau sekadar membuatnya tidak nyaman. 

Seperti saat Mia masih duduk di bangku SD. Kala itu kegiatan camping pramuka sedang berlangsung di Cibubur. Semua murid kelas 5-6 SD wajib ikut, dan Mia kecil termasuk di dalamnya. Kegiatan yang mengajarkan anak-anak untuk mandiri dan berani itu sebenarnya baik. Namun, tidak bagi Mia dan orang tua terutama ibu. Saking tak tega membayangkan Mia bermalam di alam terbuka--tidak sampai dua puluh empat jam--ke dua orang tua Mia datang ke lokasi, dan membawanya pulang. Mia? Ya, jelas senang bukan kepalang. Itu artinya dia tidak jadi malu karena menangis saat tengah malam nanti. Dia nyengir sepanjang jalan.

Pokoknya apapun akan dilakukan orang tua Mia agar anaknya itu selalu aman dan nyaman. Termasuk untuk kegiatan MOS ini. Sudah hampir satu jam Ibunda Mia yang bernama Ibu Yeni itu, memandangi kertas berisi tulisan tangan Mia. Dia tidak mengerti apa yang dimaksud isi kertas itu.

"Bayu! Sini turun!" seru ibunda Mia.

Dari kamar atas, laki-laki berusia tiga tahun lebih tua dari Mia turun dengan wajah ditekuk. Dia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Sebagai seorang kaka, Bayu harus siap kapan saja untuk dimintai pertolongan mengurus segala keperluan Mia.

"Coba sini tolongin Mama!"

"Mmm ...," jawab Bayu sekenanya.

"Besok adikmu kan mau MOS-MOS itu."

"Terus?" tanya Bayu ketus.

"Nah, tolong bantuin mama nyari tahu maksud dari barang-barang yang harus dibawa ini," jawab ibunya sambil menyodorkan buku tulis baru, milik Mia bergambar sailor moon.

"Ooh ...."

Bayu menerima buku itu kemudian membacanya. Ada sayur sop kering, nasi orang meninggal, permen tujuh belas plus, buah malam minggu, air mineral cap sekolah, pulpen cepat, lengket rapat, dan buku gunung. 

Sebagai anak yang cukup hits di sekolahnya, Bayu jelas mengerti semua yang dimaksud dengan mudah. Namun, otak jahilnya bekerja lebih cepat. Dia tersenyum tipis, membayangkan adik satu-satunya itu panik karena membawa barang yang salah. 

"Hehe ...."

"Heh! Kenapa kamu ketawa sendiri?" tanya ibu yang terkejut melihat Bayu--anak bujangnya--tiba-tiba tertawa sendiri.

"Eh, enggak, Ma! Hehe," jawab Bayu nyengir.

"Awas, ya! Jangan jahil kamu!" ketus sang ibu. Beliau paham betul bahwa kedua anaknya itu persis seperti Tom and Jerry versi manusia. Ya, tentu saja Mia tikusnya.

"Sudah tahu belum, apa maksudnya semua itu?"

Bayu mengembuskan napas kekecawan,karena niat jahilnya telah terbaca oleh ibu. "Sop kering itu artinya bakwan, Ma," jawabnya dengan nada lesu.

"Oalaaahhh ..., ada-ada aja anak jaman sekarang. Terus-terus apa lagi?"

Kemudian Bayu menjelaskan semua yang dimaksud dengan baik dan benar kepada ibunya meski sedikit kesal karena rencananya gagal. 

"Ya sudah, sekarang tolong beliin semuanya ya, Ka!" perintah ibu yang tentu saja membuat Bayu semakin kesal. 

Sekembalinya membeli semua barang yang Mia butuhkan, Bayu masuk ke kamar Mia dan mendapati adiknya sedang membaca majalah Animonster kesukaannya. Tanpa sepatah kata, Bayu mengambil majalah itu dengan kasar dan secepat kilat membawanya keluar kamar.

"Iiiihhh, Kaka! Apaan sih?!" teriak Mia. Dia ingin mengejar kakaknya, namun dia mengurungkan niat itu karena tak ingin mood-nya semakin berantakan.

Bayu memang sangat senang mengganggu Mia. Apalagi Mia juga tak kalah iseng juga cengeng. Mereka kaka beradik yang sangat akrab(?). Walau terkadang Bayu merasa iri karena semua kebutuhan Mia pasti terpenuhi hingga berlebih. Namun, dia tetap sayang sama Mia. 

Tak sampai lima menit, Bayu kembali ke kamar mia dan melempar sebuah majalah ke atas meja belajar. "Tuh! Sekali-sekali baca majalah yang kaya gitu!"

Mia yang sedang membuat name tag--karena majalahnya diambil--hanya melirik dengan mata yang berkilat. Melihat ekspresi adiknya itu, naluri jahil Bayu kembali tergelitik. Dia langsung merebut kertas karton berwana merah muda yang ada dihadapan Mia.

"Hahaha! Jelek banget!" ejek Bayu ketika melihat foto Mia yang terpasang diatasnya.

"Iih, kenapa sih, Ka?!" Mia bangkit dari kursi dan berusaha merebut kertas karton itu. Namun karena kalah tinggi, dia tak bisa meraihnya.

"Eits! Gak bisa!"

"Mamaaa! Kaka nih gangguin terus!" teriak Mia ketika melihat ibunya melintas di depan kamar.

"Ambil pisau satu-satu di dapur!" sungut sang ibu. "Yang satu jahil yang satu cengeng, heran!" 

"Makanya cepet punya cowok. Jadi gak ngerepotin gue terus." Bayu mengembalikan kertas karton milik Mia ke atas meja.

"Tuh, baca! Biar cepet gede," perintah Bayu sambil mengusap kepala Mia dan menunggalkannya.

Setelah memastikan Bayu benar-benar keluar dari kamar, Mia mulai meliirik ke arah majalah yang masih terbungkus plastik itu. Pupil matanya membesar ketika membaca tulisan pada cover. Ternyata itu adalah majalah khusus gadis remaja yang tak pernah dilirik Mia, setiap kali dia mampir ke penjual koran dipinggir jalan.

Mia tertegun sejenak, karena terheran-heran mendapati sang kakak dengan predikat terjahil di semesta raya itu, membelikannya sebuah barang yang tak terduga. Namun, tetap saja tak bisa dihindari, hatinya tersentuh juga dengan perhatian kecil dari kakaknya. Lalu perlahan Mia mulai merobek plastik yang membungkus majalah kemudian membacanya.

Memang dasar Mia. Baru saja membaca halaman pertama, dia sudah tidak tahan. Menurutnya majalah seputar gadis remaja itu sangat membosankan. Dia pun memilih untuk melanjutkan membuat name tag konyol yang tadi sempat tertunda. 

"Huuuffff!" Mia menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Ini mimpi buruk! Rasanya pengin menghilang aja!"

Meski bukan pertama kalinya mengikuti MOS. Namun Mia sangat yakin, bahwa kegiatan yang sama sekali tidak relevan dengan proses belajar mengajar kali ini, pasti yang terburuk yang akan Mia alami.

Apalagi Mia bukan anak yang pandai bergaul di awal perkenalan. Dia juga lebih senang menyendiri di lingkungan baru. Walapun sebenarnya dia anak yang periang, akan tetapi Mia tidak mudah beradaptasi. Itulah yang membuat dia tidak suka dengan kegiatan MOS.

"Malam ini pasti bakal mimpi buruk!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status