Share

Awal Untuk Menjauh

Jika kamu lelah bertahan, maka mundur adalah pilihan terbaik.

-Raga dan Lentera-

***

Derap langkah kaki kecil milik Ara terdengar menuruni tangga menuju ruang makan yang sudah pasti ada mama dan papa angkatnya. 

"Loh Ra, kok udah siap aja jam segini sayang?" tanya Laila pada putri angkat kesayangannya saat melihat Lentera yang sudah rapi dengan seragamnya. 

"Iya Ma, mulai hari ini Ara kesekolah mau pakai sepeda." jawabnya sambil mencium punggung tangan mama dan papanya, kebiasaan Ara yang tidak bisa di ubah membuat Ameta juga ikut terbiasa.

"Kenapa nggak bareng Bang Raga sama Meta pakai mobil?" tanya Rahardjo menatap Lentera penuh tanya yang kini sudah duduk dimeja makan dan menyantap roti buatan mamanya.

"Nggak papa, Pa. Ara cuma mau olahraga pagi aja. Lagian juga kalau bareng Bang Raga pakai mobil sering mepet waktu, Pa sampai sekolahnya karena macet" jawab Lentera setelah menelan habis roti yang ada di mulutnya.

"Tapi kan kamu pakai rok sayang? Apa nggak susah kalau kamu naik sepeda?" tanya Laila lagi sembari memberikan Lentera satu gelas susu.

"Ara pakai celana trenning kok, Ma." jawabnya dengan senyum menenangkan khas milik Lentera.

Laila dan Rahardjo saling pandang lalu mengangguk kecil untuk menyetujui keinginan putri angaktnya ini, tanpa curiga jika ini adalah awal Ara menjaga jarak dari mereka.

"Ara berangkat" ucap Lentera setelah menyelesaikan sarapan dan meninum susunya lalu mencium kedua orangtua angkat yang begitu menyayanginya. 

"Hati-hati sayang” pesan Rahardjo sambil mencium kening Lentera. Lentera mengangguk kecil sebagai jawaban.

"Jangan ngebut, pakai helmnya ya." Kini gantian Laila membuka suara sembari mengantar Lentera sampai depan pintu rumah tiga lantai yang mewah itu. 

"Iya, Ma." Jawab Lentera lalu pamit untuk mengambil sepeda yang ada digarasi. Setelah merasa cukup aman dengan perlengkapannya Lentera mengayuh sepeda keluar garasi dan tak lupa ia melambaikan tangan kearah Laila yang masih menatap kepergiannya dengan wajah khawatir. 

"Hati-hati." Itulah kata Laila ucapkan saat Lentera melihat gerakan bibir Laila sambil membalas lambaian tangannya. Lentera tersenyum sebagai respon lalu dengan pelan ia mengayuh sepedanya meninggalkan halaman luas kediaman Pradana.

*Arsi* 

"Ma, Ara belum turun ya?" tanya Ameta yang sudah rapi dengan seragamnya lalu mencium tangan kedua orangtuanya seperti yang Lentera lakukan begitu tiba dimeja makan. 

"Ara udah berangkat duluan sayang naik sepeda" jawab Laila sambil meletakkan roti serta segelas susu untuk Ameta dan Raga.

"Lah kok Meta ditinggal?" tanya Ameta dengan wajah tertekuk sambil menyunyah pelan rotinya. 

"Ara mau sekalian olahraga katanya" jawab Rahardjo menatap sayang putri kecilnya yang manja ini. 

"Seenaknya saja." ketus Raga disela obrolan mereka bertiga, lalu dengan tenang memakan sarapannya. Ketiga orang yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas lelah karena sikap Raga yang tidak pernah suka pada Lentera.

"Kenapa abang kesal, harusnya abang senang karena nggak perlu semobil sama Ara." ucap Ameta sambil menatap kesal Raga karena ucapannya. Semua tau Ameta begitu menyayangi Lentera. 

"Sudah Meta. Habiskan dulu sarapannya nanti kamu terlambat." Lerai Laila. 

*Arsi* 

"Ara!" teriak Ameta begitu sampai kelas X.1 dengan nafas ngos-ngosan karena berlari sepanjang koridor sekolah untuk segera sampai kelas.

"Aku dengar Meta. Nggak perlu teriak gitu" jawab Lentera ketika melihat Ameta yang sudah duduk di kursi sebelahnya. Lentera pun melepas headset yang ia pakai.

"Lo kok tinggalin gue" tanya Ameta, wajahnya kesal menatap Ameta dengan wajah cemberut khas milik Ameta jika sedang kesal dengan Lentera sembari melepas tas dan menyimpannya dilaci.

"Mulai hari ini dan seterusnya aku bakalan pakai sepeda ke sekolah, jadi biasakan berangkat sekolah tanpa aku." jawabnya tenang sambil menyimpan ponsel kedalam tas dan mengambil buku pelajaran karena sebentar lagi bel masuk berbunyi.

"Kenapa? Kita kan gak pernah telat, Ra walaupun bareng Bang Raga pakai mobil." tanya Ameta menatap Lentera dengan tatapan sedih.

"Cuma mau mandiri" jawabnya sambil tersenyum sayang pada Ameta. Lentera begitu menyayangi Ameta yang memiliki sifat manja tapi lembut. Meski mereka seumuran tapi Ameta masih telihat kekanakan karena sifat manjanya.

“Lagian bisa sekalian olahraga kan?” ucap Lentera, Ameta mengangguk membenarkan.

“Kalau gitu gue juga mau berangkat pakai sepeda bareng lo”

Lentera menggeleng tak setuju dengan ucapan Ameta “Kamu bareng bang Raga aja. Ta”

“Males nggak ada yang bisa di ajak ngomong kalau nggak ada lo. Mana enak ngoceh bareng Bang Raga tapi nggak pernah di tanggepin. Kayak ngomong sama patung” ucap Ameta kesal, Lentera hanya tersenyum tipis mendengar gerutuan Ameta.

"Pagi." Suara lembut Arumi mengalihkan perhatian dua remaja cantik ini. Arumi adalah sahabat Lentera dan Ameta. Mereka sudah bersahabat dengan Arumi sejak SMP.

Arumi menghampiri kedua sahabatnya dengan senyum cerah andalannya.

"Pagi, Mi." balas Ameta yang langsung berdiri memeluk erat Arumi dengan cengiran cantiknya. 

"Arum! Meta!" tegasnya sedikit mendelikkan mata kepada Ameta. Sudah berulang kali ia melarang Ameta memanggilnya seperti itu, tapi Ameta tidak pernah menghiraukannya.

"Memangnya kamu pikir aku Indomie" lanjutnya sambil melepaskan pelukan Ameta. 

"Aku suka panggil kamu Mi, kayak rambut kamu ini lucu" ucap Ameta sambil memainkan rambut ikal panjang yang indah milik Arumi.Arumi memutar bola mata malas lalu ia menuju kursinya yang berada di depan Ameta dan Lentera.

Setelah itu bel berbunyi menandakan jam pelajaran akan dimulai. 

*Arsi* 

"Nggak mau cerita?" Tanya Arumi saat mereka sudah duduk dimeja kantin. Ameta sedang memesan makana. Entahlah gadis itu yang selalu menawarkan diri untuk memesan makanan. 

"Cerita apa?" tanya Lentera balik lalu menatap mata Arumi. Ia tau menutupi sesuatu dari Arumi sangatlah sulit tapi kali ini ia akan menyimpan rapat untuk dirinya sendiri. 

"Kamu itu nggak bisa bohongin aku Ra. Aku bukan Ameta yang percaya aja kalau kamu bilang nggak papa" jawab Arumi. Jika Ameta mungkin akan percaya begitu saja jika Lentera mengatakan baik-baik saja, tapi tidak dengannya. Sifat mereka banyak memiliki kesamaan, jadi Arumi sedikit banyaknya tau apa yang sedang Lentera rasakan hanya dengan melihat raut wajahnya saja.

"Tapi aku beneran nggak papa" jawab Lentera dengan nada yang agak di tekankan.

Arumi mengangguk saja. Ia memilih untuk tidak lagi bertanya. Ia tau sahabatnya ini sedang tidak ingin cerita. 

Dan setelahnya, Ameta datang dengan tangan yang memegang nampan berisi penuh makanan.

"Makanan datang" seru Ameta antusias menyusun makanan diatas meja lalu duduk di kursinya.

Lalu ketiganya langsung saja menyantap bakso mereka masing-masing sambil sesekali melakuakn obrolan walaupun Ameta yang lebih banyak bicara.

"Ara makin lama makin cantik ya Ga, boleh ini aku titip dia sampai dewasa sama kamu terus aku lamar ketika aku udah sukses nanti." tutur Agil tiba-tiba disela menikmati makanan di kantin yang saat ini ramai dengan siswi centil yang mencuri-curi pandang menatap Raga penuh minat. Tapi sosok yang dipandang justru menatap lekat ketiga gadis remaja yang duduk berselang tiga meja didepannya, lebih tepatnya ia menatap Lentera dengan intens. 

"Udahlah Ga, jangan segitu bencinya sama Ara, gimana pun juga Ara itu adik lo" ucap Agil lagi yang keceplosan mengucapkan kata paling keramat bagi Raga. 

'Brakk!!!’

Semua mata pengunjung kantin langsung menoleh kearah sumber suara dengat tangan memegang dada karena terkejut. 

Raga menatap tajam Agil sebelum ia melenggang pergi dengan tatapan penuh amarah. Hal itu juga dapat dilihat oleh ketiga gadis itu namun begitu tau pelakunya adalah Raga dalam diam Lentera kembali menikmati makannya. 

"Udah tau kalau kata adik itu haram untuk Raga, lo masih aja cari mati, Gil." ucap Tyo lalu melenggang pergi menyusul Raga. Ia tidak habis pikir kenapa otak Agil tidak bisa menyimpan kata-kata itu. 

"Gue keceplosan." seru Agil sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal lalu menatap Aksa yang memiliki sikap dingin tapi tidak separah Raga.

"Otak lo emang lemot, Gil" ucap Aksa tak jadi menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutnya.

 “Nggak akan lama itu Raga marahnya. Paling bentaran lagi baik lagi moodnya” ucap Aksa sambil menepuk pelan bahu Agil lalu kembali menikmati makanannya. Ia harus menemani Agil karena Tyo telah menyusul Raga. 

"Bang Raga itu marah aja, kayak dia aja yang punya emosi." ucap Ameta kesal, lalu kembali menikmati baksonya setelah menyaksikan keributan yang dibuat oleh abangnya. 

"Tadi pagi kamu tau Ra, dia bilang kamu -Seenaknya aja-" ucap Ameta sambil menirukan gaya bicaranya Raga, tanpa menghiraukan perubahan raut wajah Lentera.

"Seenaknya kenapa?" tanya Arumi penasran yang menyadari perubahan raut wajah Lentera meski hanya sedikit. 

"Karena Ara berangkat sekolah pakai sepeda gak sama-sama kita." Jawab Ameta polos dengan mulut mengunyah bakso. 

"Makan jangan sambil ngomong, Ta." sela Lentera mengingatkan Ameta. Padahal ia hanya tidak ingin mendengar Ameta mengumpati Raga. Karena sekarang ia tidak lagi ingin tau apapun tentang Raga yang selama ini ia anggap sebagai sosok kakak yang luar biasa. 

Arumi sedikit memahami apa yang terjadi pada Lentera. Sudah pasti ada hubungannya dengan Raga Adi Pradana. Sosok Abang bagi kedua sahabatnya.

*Arsi*

Raga dan Lentera

14 Februari 2021

Ardha Haryani dan Siska Friestiani

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status