Share

Steviana (Indonesia)
Steviana (Indonesia)
Penulis: kikigia

Sandal Jepit

"Apalah arti sebuah nama, namaku tidak penting buatmu."

Hah? Stevia melongo mendengar kalimat yang baru saja diucapkan gadis dengan gaya rambut ponytail di depannya ini. Jawaban yang tidak sesuai dengan harapan. Mungkin lebih tepatnya jawaban gadis itu sungguh anti mainstream, diluar dugaan.

Stevia maklum, bisa saja gadis ini kesal setelah kejadian yang baru saja mereka alami. Itu seperti adegan klise dalam film. Biasanya yang bertabrakan adalah seorang cewek dan cowok. Lalu mereka saling berargumen tentang siapa yang salah. Atau buku-buku yang diapait oleh sebelah tangan sang wanita berhamburan akibat peristiwa itu. 

Kini situasinya berbeda. Yang bertabrakan adalah dua orang cewek di gang sempit. Sebagai akibatnya sandal jepit gadis yang tak mau menyebutkan namanya tadi, putus. Stevia langsung minta maaf, tapi tidak digubris. Stevia akhirnya bertanya siapa nama gadis itu. Namun reaksinya malah bikin kesal.

Syukur saja isi plastik kresek yang dipegang gadis itu tidak berhamburan. Stevia yakin isinya bungkusan itu pasti tepung dan telur. Tanpa pikir panjang Stevia memungut sandal jepit yang sudah kelihatan tua itu.

"Tunggu di sini ya, sebentar saja!"

Gadis itu tidak menjawab, hanya menatap Stevia yang berjalan cepat dan menghilang di kelokan gang.

Tujuh menit kemudian ia kembali dengan membawa bungkusan berisi sandal jepit berwarna pink dengan motif bunga.

"Silakan pakai ini. Aku ganti sandal jepitmu yang tidak sengaja kupijak. Karena nggak mungkin kamu pulang pakai sandal itu."

Ia menatap Stevia dengan ragu. Tapi tak ada kalimat yang keluar dari mulutnya. 

"Udah pakai aja!"

Stevia tersenyum puas karena sandal jepit pink itu kini pas di kaki majikan barunya. Tak sengaja ia melirik jam tangannya. Ia terhenyak, hampir terlambat batinnya. 

"Aku permisi dulu. Omong-omong namaku Stevia. Da... Da..."

***

Setibanya di rumah ia langsung menuju dapur untuk meletakkan barang hasil belanjaannya tadi. Setelah meneguk segelas air putih ia kembali ke halaman depan, neneknya sedang duduk-duduk di sana.

"Sandalmu baru ya, Ta?" Neneknya bertanya setibanya ia di depan pintu. 

"Ya nek."

"Bukannya uangmu hanya cukup untuk beli tepung terigu dan telur?"

"Ada yang belikan Nacita sandal baru, nek."

"Baik sekali. Dia temanmu ya?"

"Bukan. Kami sengaja bertabrakan di gang sempit yang biasa aku lewati untuk menghemat waktu, nek. Sandalku terpijak olehnya dan putus. Jadi dia belikan untukku."

"Wah syukur ya, Ta. Sandalmu kan memang sudah usang. Lumayan nggak perlu keluar duit."

"Ya nek. Nacita bikin adonan donat dulu ya nek."

Gadis yang bernama Nacita itu pun langsung menuju dapur. Ia masih ingat wajah gadis tadi. Bisa dibilang gadis tadi adalah bukti nyata dari impian para gadis yang ingin dianggap cantik. Kulitnya bersih, cerah, tampak dirawat dengan baik dan teratur. Wajahnya bak pualam dengan bibir merah merona. Satu hal yang paling ia ingat dan sukai, gadis bernama Stevia tadi sangat ramah dan pemurah berbeda sekali dengan dirinya. 

Sayangnya ia keburu mengucapkan jawaban aneh dan mengejutkan tadi. Entah mengapa ia tidak marah pada Nacita. Tapi malah membelikannya sandal jepit yang bagus. Walaupun Nacita tidak suka warnanya yang terlalu cewek dan mencolok tapi ia cukup senang bisa pulang ke rumah dengan alas kaki. Tak bisa ia bayangkan rasa sakit yang harus ia tanggung jika berjalan tanpa sandal.

Wajah Stevia sepertinya pernah ia lihat tapi ia tidak begitu ingat. Ia mendesah karena waktunya terbuang akibat memikirkan Stevia. Segera ia melakukan tugas yang selalu ia lakukan hampir tiap, membuat donat.

***

Jovian mencoba memejamkan mata tapi usahanya sia-sia. Bukannya tertidur, sakit kepalanya malah makin menjadi-jadi. Karena alasan itulah tadi pagi ia tidak masuk sekolah. Ia benci hanya tinggal di rumah tapi ketimbang ia merepotkan orang lain jika ternyata sakit kepalanya makin parah dan ia harus diantar pulang.

Seandainya mama ada di sini

Tiba-tiba ia mendengar pintu kamarnya diketuk lalu sebuah suara menyusul. 

"Jo, mama boleh masuk?"

"Ya, tante." Sesungguhnya Jovian tidak suka memanggil wanita itu dengan sebutan mama. Tidak ada yang bisa menggantikan posisi mamanya.

Wanita itu membawa baki berisi makanan dan air putih.

"Kamu masih sakit?"

"Masih. Kalau nggak aku sudah pasti nggak di ruangan ini lagi." Jawabannya terdengar ketus.

"Nggak bisa tidur ya?"

Jovian tidak menjawab. Basi-basi wanita ini terlalu basi. Sebuah pertanyaan yang tidak penting karena ia bisa lihat sendiri kalau Jovian tidak sedang tidur.

"Mungkin karena kamu nggak minum obat. Ini ada mama bawakan paracetamol. Biasanya kalau minum obat bisa bikin ngantuk biar sakit kepalamu cepat sembuh."

"Tante nggak usah repot-repot. Aku nggak mau minum obat. Besok pasti sudah sembuh."

"Tapi Jo ini demi kebaikan kamu."

"Tante boleh keluar? Aku mau istirahat."

Wanita itu meletakkan baki yang ia bawa lalu keluar dan menutup pintu kamar Jovian. 

Kini ia bisa bernapas lega. Benar-benar tidak mengenakkan berbicara dengan orang yang tidak kita sukai. Jovian merasa hidupnya jenuh sekali. Setelah mencoba berkali-kali untuk memejamkan mata agar tertidur namun gagal, ia putuskan mengambil handphonenya. Mencari sebuah nama di kontak dan mencoba menghubungi seseorang.

Ia khawatir nomor yang dihubunginya ini tidak aktif. Akibat pemiliknya yang lupa mengisi pulsa dan akhirnya masuk masa tenggang lalu nomornya diblokir oleh operator selular. Andaikan sang empunya nomor ini punya gawai ia tidak perlu menelpon cukup mengirim pesan via whatsapp. Terdengar nada sambung di ujung sana. Setelah menghubungi dua kali, akhirnya teleponnya diangkat.

"Ya ampun lama amat sih baru diangkat? Kayak wanita karier aja."

"Nggak liat sekarang jam berapa?"

Jovian melirik ke arah jam dinding. Saat ini menunjukkan pukul 16 lewat sepuluh menit.

"Ya maaf. Habis kamu nggak nanyain sobatmu yang tampan ini kenapa nggak sekolah."

"Paling lagi PMS."

"Hah?" Jovian tidak percaya dengan apa yang baru saja didengar. 

"Pusing, malas, dan stress. Ciri khas Jovian Tarendra Adidjaja"

"Heh jangan suku nambah-nambahin nama orang lain ya. Kebiasaan buruk kok dibawa-bawa."

"Tapi benar kan jawabanku?"

"Ya cenayang. Aku curiga kamu pasang CCTV di rumahku ini biar bisa mantau peristiwa apa pun yang terjadi."

"Mending aku beli handphone terbaru. Lagian buat apa mantau tuan Jovian, kalau dikit-dikit langsung nelpon?"

"Emang nggak boleh, Ta? Sejak kapan Nacita jadi sensi begini?"

"Boleh aja sih. Asal besok isi pulsaku ya. Kayaknya udah mau habis masa aktifnya. Hahaha ... Nggak usah dijawab yang penting dilaksanakan. Oke bos? Marah sama ibu tirimu lagi ya? Kamu diapain sama Tante Clara?"

"Kok tahu lagi sih?"

"Kamu sadar nggak sih Ojon kalau isi otakmu itu transparan bahkan bisa dilihat dari jarak 3 kilometer."

"Huh sungguh sebuah penghinaan yang menyakitkan. Terserah deh. Dia nyuruh aku minum obat sakit kepala. Ya jelas-jelas aku tolak."

Nacita tertawa keras. Ia pasti tahu kalau Jovian tidak mau minum obat dalam bentuk kapsul atau tablet. Lebih tepatnya tidak tahu menelan benda itu. Menurut teori Nacita, lubang napas dan kerongkongannya terlalu dekat jadi bisa saja tablet itu menutup jalan masuk udara di lubang pernapasannya. Jovian tidak tahu pasti tapi itulah sebabnya jika ia lebih memilih minum sirup atau pil obat itu dihaluskan. Seperti anak-anak memang tapi ketimbang ia mati, lebih baik melakukan hal konyol itu.

"Ya udah istirahat aja. Mudah-mudahan besok sembuh biar bisa sekolah. Tenang saja tidak ada PR, kawan. Kamu bisa tidur nyenyak malam ini. Sebenarnya aku ada cerita menarik tapi adonan donatku nanti tidak akan selesai jika terus mengobrol dengan tuan muda. Jadi besok saja kita bahas di forum kelas. Hahaha ... Cepat sembuh Ojon!"

Gadis itu mematikan telepon. Sudah menjadi kebiasaan mematikan telepon terlebih dulu yang membuat Jovian kesal. Belum lagi tentang hal yang tidak jadi diceritakan oleh Nacita tadi. Ia memang pintar bikin penasaran. Jovian memutuskan untuk membaca buku saja, daripada berselancar di internet yang bisa membuat sakit kepalanya makin kambuh.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status