Jovian turun dari lantai dua menuju ke arah dapur. Ia ingin mengambil cemilan untuk menemaninya membaca buku. Saat hendak sampai ke tujuan, ia mendengar ibu tirinya sedang mengobrol dengan seseorang, tapi ia yakin itu bukan Mbak Evi. Ternyata tebakan benar. Namun, ia tak menyangka yang sedang ada di sana adalah Stevia.
Ia langsung mengubah haluan menuju ruang tengah, tapi ada yang sadar dengan tingkahnya. Tante Clara yang sejak beberapa hari yang lalu dipanggilnya mama itu, memintanya untuk bergabung bersama mereka.
Stevia memamerkan senyumannya tampak bahagia dan seolah tidak sedang ada masalah dengan dirinya.
"Boleh minta waktumu sebentar, Jo? Ada yang mau aku bicarakan," ucap Stevia.
"Boleh."
"Kamu mau Tante Clara dengar apa yang kita bicarakan?"
Jovian melirik ke arah Stevia yang sedang serius, sedangkan mamanya hanya tersenyum.
***
Mereka kini sudah ada di balkon lantai dua kediaman Jovian. Keputusan Jovian
Stevia terlihat duduk santai di kursi kayu dengan Leonard di sebuah ruangan kecil yang terpisah dengan cafe. Di depan bangunan kecil ini ada sebuah kolam ikan berukuran kecil yang bisa dilihat dari dalam karena ruangan ini tidak sepenuhnya tertutup. Stevia tampak sangat senang dengan kehadiran Nacita dan Jovian."Kamu nggak diculik, Stev?" tanya Jovian sambil memastikan kalau tangan Stevia tidak terikat."Seperti yang kamu lihat aku baik-baik saja. Lucu banget ngeliat ekspresi Nacita yang khawatir banget aku diculik. Keliatan banget dia sayang sama aku," jawab Stevia sambil tertawa."Jadi kami ditipu? Ojon, ayo kita pulang!" kata Navita sambil menarik lengan Jovian."Eh tunggu dulu! Kalian udah baikan ya?" tanya Stevia.Nacita langsung melepaskan genggaman tangannya dan tampak malu karena ia sadar dia dan Jovian sudah lama tidak akrab."Aduh... Kamu nggemesin banget dengan raut muka kayak gitu, Na," tambah Stevia.Muka Nacita berubah cemberu
"Apalah arti sebuah nama, namaku tidak penting buatmu."Hah? Stevia melongo mendengar kalimat yang baru saja diucapkan gadis dengan gaya rambut ponytail di depannya ini. Jawaban yang tidak sesuai dengan harapan. Mungkin lebih tepatnya jawaban gadis itu sungguh anti mainstream, diluar dugaan.Stevia maklum, bisa saja gadis ini kesal setelah kejadian yang baru saja mereka alami. Itu seperti adegan klise dalam film. Biasanya yang bertabrakan adalah seorang cewek dan cowok. Lalu mereka saling berargumen tentang siapa yang salah. Atau buku-buku yang diapait oleh sebelah tangan sang wanita berhamburan akibat peristiwa itu.Kini situasinya berbeda. Yang bertabrakan adalah dua orang cewek di gang sempit. Sebagai akibatnya sandal jepit gadis yang tak mau menyebutkan namanya tadi, putus. Stevia langsung minta maaf, tapi tidak digubris. Stevia akhirnya bertanya siapa nama gadis itu. Namun reaksinya malah bikin kesal.
Pemuda itu meliriknya lagi tapi ketika ia melihat kepadanya, pemuda itu pura-pura melihat ke arah lain. Ia putuskan untuk fokus memandang ke depan berupaya memperhatikan Miss Bianca, guru pelajaran bahasa Inggris mereka yang sedang menjelaskan pelajaran.Stevia tidak pernah mengerti mengapa Leonard, pemuda yang selalu meliriknya itu bersikap aneh. Di media sosial ia selalu ramah pada Stevia. Bahkan hampir setiap hari, Leon mengechatnya, membicarakan apa saja. Tapi jika mereka bertemu langsung, pemuda itu tidak pernah bercakap-cakap padanya. Ia malah terlihat acuh tak acuh seolah tidak mengenal Stevia.Bel istirahat pertama akhirnya berbunyi, Stevia langsung ke luar kelas. Ia berbelok ke arah kantin, bukan karena ia lapar, tapi ingin membeli teh dingin dalam kemasan. Ia jarang beli minuman kemasan khususnya soda. Mamanya selalu bilang bahwa minuman itu mengandung banyak gula yang membuat berat badannya bisa cepat naik. Salah satu hal yang tid
Stevia baru saja merebahkan diri di tempat tidurnya setelah selesai membaca pelajaran untuk besok. Sudah menjadi kebiasaannya untuk mempersiapkan segala sesuatu dengan baik. Bahkan jika ada PR beberapa hari ke depan, ia sengaja menyelesaikannya secepat mungkin agar pekerjaannya tidak menumpuk.Saat ia hendak mengambil alat-alat perawatan wajah dan kulit yang selalu ia pakai setiap hari, handphonenya berbunyi. Ada sebuah panggilan masuk.Nama kontak yang tertera adalah Leonard."Halo!""Halo Via!"Berbeda dengan kebanyakan orang yang memanggilnya Stev atau Stevi, pemuda itu punya sebutan khusus. Stevia curiga jangan-jangan namanya di kontak Leonard adalah Via Vallen. Tapi sepertinya tidak mungkin."Kamu lagi ngapain?"Sejak zaman VOC masih ada di Indonesia sepertinya pertanyaan itu yang selalu diajukan seseorang untuk memulai percakapan. Seperti yang baru saja Le
Ia merasa detak jantungnya bisa terdengar dari jarak 5 meter saking kencangnya. Nacita kini semakin mendekat ke arahnya. Namun, setelah sampai di depan Stevia, gadis itu malah segera masuk tanpa berkata apa-apa. Stevia kecewa, baginya lebih baik mendengar celotehan atau bahkan kemarahan Nacita ketimbang dicuekin begini. Gadis itu seperti kehilangan pita suara saat bertemu dengan Stevia."Nacita, sapa temanmu dulu! Kamu seperti tidak punya sopan-santun."Yang ditegur malah duduk santai di kursi seolah tidak mendengar ucapan neneknya."Maaf ya, nak Stevia! Nacita memang sering begjtu.""Nggak apa-apa, nek. Stevia pulang dulu ya. Hari sudah mulai gelap."Jovian ternyata belum pulang, ia masih berdiri di dekat sepeda motornya. Saat Stevia hendak mengayuh sepedanya, pemuda itu mengeluarkan suara."Hati-hati ya!"Stevia mengangguk sambil tersenyum. Entah mengapa
"Jadi aku harus nunggu setengah jam ya, pak? Oke. Terima kasih!"Stevia menutup telepon dengan lemas. Sebuah pemberitahuan yang tidak menyenangkan, ia tidak bisa langsung dijemput karena ada masalah pada mobilnya. Sekolah sudah mulai sepi karena bel terakhir berbunyi sepuluh menit yang lalu.Stevia kini duduk di kursi yang dekat dengan tempat parkir. Enggan rasanya menuju kantin, toh ia tidak lapar ataupun haus. Hanya saja seperti yang semua orang rasakan, menunggu itu benar-benar tidak mengasyikkan. Solusi terbaik adalah berselancar di internet. Tiba-tiba ada sebuah suara menyapanya. Suara yang sudah tidak asing lagi baginya."Kenapa belum pulang?"Ternyata Jovian. Pemuda itu kini duduk di sebelahnya."Mobil jemputanku lagi ada masalah jadi mesti ke bengkel dulu. Omong-omong Nacita mana?""Kami udah kayak kembar siam ya? Kalau pisah langsung pada ditanyain orang-orang."
Rekaman telepon itu sudah dimatikan namun Nacita masih tetap bungkam. Ia tampak menimbang-nimbang dan menganalisis apakah kata-kata Stevia benar."Direspon kek. Ini malah diam aja."Nacita menoleh ke arah Jovian lalu tersenyum."Dijawab woi bukan disuruh senyum!""Berisik amat sih! Apa benar gitu ya, Ojon?""Kenapa? Ragu? Kayaknya Stevia benar deh ini ulah Leonard.""Tapi kenapa dia gitu ya?""Naksir kali sama Stevia. Kamu nggak dengar tadi di rekaman itu dia bilang mereka sering komunikasi lewat media sosial?""Naksir kok nggak bilang langsung ya? Aneh! Biasanya cewek yang susah dimengerti. Ini malah kebalikannya.""Mungkin dia berjiwa cewek. Hahaha ... "Nacita ikut tertawa mendengar ucapan Jovian. Tiba-tiba dua botol minuman dingin diletakkan di dekat kursi mereka."Minum dulu, jangan ngobrol-ngobrol aja!""Hai Stev! Mantap banget nih, mumpung lagi panas kayaknya sore nanti ujan. Makasih ya!" Jovian lan
Jovian baru saja membeli tiga botol air mineral dingin untuk Stevia, Nacita, dan dirinya sendiri. Cuaca sore ini memang cukup panas. Kini ia sudah tiba di tempat mereka berkumpul. Kedua gadis itu sedang merebahkan diri di atas tikar piknik yang dibawa oleh Stevia dari rumahnya. Di bawah sebatang pohon yang rimbun. Jovian mengambil handphonenya dari saku celananya dan segera memotret mereka. Hasilnya cukup bagus karena kedua gadis itu sepertinya tidak sadar sedang difoto."Enak banget ya rebahan di bawah pohon? Sedangkan aku harus beli minuman." kata Jovian pada mereka yang kini sudah mengubah posisi dari berbaring menjadi duduk."Nggak ikhlas banget sih!" seru Nacita.Stevia menerima sebotol minuman sambil mengucapkan terima kasih. Ia tersenyum menyaksikan perdebatan kedua sahabat itu."Oh ya aku tadi ambil foto kalian yang lagi rebahan. Bagus lho!"Nacita dan Stevia langsung melirik ke layar handphone Jovian."Betul banget. Ini sih keren!" ucap S