Pagi-pagi sekali Nicholas sudah berkutat di dapur. Bukan membuat kopi untuk dirinya sendiri, bukan. Dia sedang menyiapkan makanan untuk Amanda.
Yah, sejak dia mengetahui jika hamil muda itu masih rawan, Nicholas ingin menjaga kehamilan Amanda.
Sudah lama ia sangat ingin memiliki anak dan meskipun dengan cara seperti ini. Tetapi ia tak ingin mengabaikan calon anak yang ada di rahim Amanda.
“Kamu sudah bangun?” tanya Nicholas, ketika melirik ke belakang sekilas dan melihat Amanda sudah berdiri di dekat meja makan.
“Hmm, iya,” jawabnya singkat.
Kepalanya sedikit melongok dan penasaran dengan apa yang dimasak oleh Nicholas saat ini. Sampai dia menumpahkan semua perhatiannya panci yang ada di atas kompor.
“Kamu duduk saja, aku akan membuatkanmu makanan,” kata Nicholas lagi.
Tanpa banyak bicara lagi, Amanda duduk dan menunggu Nicholas yang masih sibuk memasak.
Ia memandang punggung itu dari tempatnya duduk. Kedua tangannya ia menumpu dagunya. Tanpa sadar Amanda tersenyum.
Ia berandai-andai, jika lelaki yang ada di depannya saat ini adalah suaminya. Bukan seorang klien yang sedang menggunakan jasanya.
Nicholas memang berbeda dengan keluarga sebelumnya. Mereka hanya menyuruh pembantu untuk memberikan makanan sehat untuk Amanda. Dan memberikannya beberapa fasilitas yang membuatnya agar tidak stress. Hanya itu.
Mungkin Nicholas tidak memberikan fasilitas mahal atau mewah. Tetapi dia memberikan rasa nyaman di rumah itu. Amanda sendiri sampai merasa jika rumah itu adalah miliknya.
“Tuan, biar saya saja,” kata pembantu. Dia sejak tadi hanya berdiri di samping Nicholas karena lelaki itu memaksa memasak untuk Amanda.
“Hari ini saja, mulai besok tolong lebih perhatikan makanan untuk Amanda.” Nicholas tersenyum pada pembantunya. Bukannya memberikan ujaran yang membuat nyali pembantunya itu menciut, tapi memberikan senyumnya yang menawan.
“Baik, Tuan,” jawab pembantu paruh baya itu. Dia tidak pergi, dia tetap berdiri di samping majikannya dan meralat jika ada sesuatu yang salah.
“Telur dan daging jangan ada yang mentah dan setengah matang, dan jangan memasak makanan seperti hati atau lain sebagainya,” ucap Nicholas mengingatkan.
“Sayuran juga penting, jadi jangan lupakan itu.”
“Baik Tuan, Anda sudah mengatakan hal itu sejak tadi pagi,” kekeh pembantunya.
“Benarkah? Mungkin aku lupa.” Nicholas meletakkan piringnya di atas meja. Menatap Amanda yang sejak tadi sudah menunggunya.
“Maaf lama, aku belum profesional dalam urusan dapur.”
Lagi-lagi ucapan Nicholas membuat Amanda tersipu sendiri. Ini sama seperti yang dikatakan oleh Nicholas ketika masih menjadi kekasihnya waktu itu.
Hanya saja dulu bedanya mereka makan di apartemen Nicholas.
“Aku sudah pernah mendengar kalimat ini sebelumnya,” sahut Amanda.
Entah mengapa, hatinya sedikit luluh dengan sikap Nicholas. Apalagi ketika melihat wajah khawatirnya tadi malam, kebencian untuk lelaki itu berangsur sirna.
Dan ketika dia melihat dengan matanya sendiri, ternyata pernikahannya memang benar tidak sebahagia yang ia sangka.
Pernikahan Nicholas tidak seperti yang ia bayangkan selama ini. Sempurna karena memiliki istri yang cantik, lalu—yah mungkin hanya itu.
Pernikahan Nicholas sepertinya selalu diwarnai pertengkaran kecil dengan Hana. Entah apapun itu, pasti bisa dijadikan bahan untuk mereka bertengkar.
“Istrimu?” tanya Amanda. Dia selalu saja merasa kalau Hana jarang ada di meja makan tepat waktu. Padahal dia sendiri yang mengatakan kalau jangan pernah telat sarapan.
“Seperti biasanya—dia masih tidur di dalam kamar karena lelah bermain dengan teman-temannya.”
“Dan kamu diam saja?”
“Untuk apa? Sarapan seperti ini lebih damai, bukan?” Nicholas menyuapkan nasi goreng buatan pembantunya ke dalam mulutnya.
“Sepertinya enak,” gumam Amanda.
“Kamu mau?”
Amanda mengangguk.
Nicholas terkekeh, untuk beberapa saat ia seperti tak merasa jika dia sedang berhadapan dengan seorang ibu pengganti.
Dia seperti bersama dengan kekasih yang sudah ia kecewakan beberapa tahun yang lalu.
Nicholas mengambilkan nasi yang ada di depannya, menaruhnya sedikit di atas piring Amanda.
“Sedikit saja, untuk menjawab rasa penasaranmu.”
Amanda tersenyum, ia menyendoknya sedikit. Tetapi belum sampai ke mulutnya, bau kuning telur itu membuatnya terasa sangat mual.
Amanda buru-buru berlari ke arah wastafel dan mengeluarkan cairan bening dari mulutnya.
Ia tampak tersiksa. Nicholas yang tak bisa membiarkannya, bergerak menghampirinya lalu mengurut leher Amanda.
Matanya menatap wajah Amanda dari samping, dengan raut wajah yang khawatir.
“Kamu tak apa-apa?” tanya Nicholas.
Amanda mengangguk. “Ini wajar kok,” jawab Amanda.
“Kamu tak boleh makan nasi goreng,” ujar Nicholas.
“Tapi aku mau.”
Nicholas kemudian melihat di sekitarnya, ia mencari keberadaan pembantunya.
“Bik! Tolong buatkan nasi goreng tapi tanpa telur,” perintah Nicholas dan langsung dijalankan oleh pembantunya.
Amanda tertegun, entah mengapa rasanya sangat menyenangkan bisa mendapatkan perlakuan seperti ini dari Nicholas.
“Kamu harus minum susu juga, aku sudah membelinya tadi malam,” kata Nicholas. Ia kembali duduk di kursinya.
Mata Amanda membulat sempurna. Kapan Nicholas pergi ke supermarket untuk membeli susu untuknya? Padahal tadi malam dia masuk ke dalam kamar bersamaan dengan lelaki itu.
“Kapan kamu pergi?”
“Tadi malam, kamu masuk ke dalam dan aku keluar lagi untuk membeli susu.”
“Dengan istrimu?”
“Tidak, aku sendirian.”
Tetapi Amanda mulai berpikir, mungkin saja perhatian itu hanya demi anak yang ada di dalam perutnya. Bukan untuk dirinya.
Namun mengapa Amanda merasa seperti menyesal?
Bukankah dia yang mengatakannya dulu, kalau ia ingin bekerja dengan profesional? Tetapi mengapa saat ini hatinya goyah, dan mengharapkan lebih dari Nicholas?
“Amanda,” bisik Nicholas, ketika melihat perempuan yang ada di depannya itu melamun. “Nasi gorengmu sudah jadi,” lanjutnya.
Amanda kemudian mengambilnya, dan hanya menyendoknya beberapa suap.
“Kenapa, tidak enak?” tanya Nicholas.
“Hmm, sepertinya memang cuma perasaanku saja.”
“Apanya?”
“Melihat milikmu tadi sepertinya enak, tapi ketika aku dibuatkan sendiri. Rasanya biasa saja. Sepertinya benar kata orang.”
“Kalau milik orang lain itu lebih enak.” Amanda menatap wajah Nicholas. Lelaki itu balas menatapnya, ada kesedihan tersorot dari matanya.
“Maaf,” kata Nicholas. Hanya itu yang bisa ia katakan untuk Amanda.
Tak berapa lama kemudian. Hana keluar dari kamar, langkahnya pelan menuju ke meja makan.
Dia memberengut melihat Nicholas yang meninggalkannya sarapan pagi itu.
“Kenapa kamu tidak membangunkanku?” Hana duduk dengan wajah yang kesal.
“Untuk apa? Kalau hanya makan apel, kamu bisa melakukannya kapan saja, kan?”
Tetapi Hana cuek, mana peduli dia dengan ucapan meyakitkan dari Nicholas.
“Huh! Tapi biasanya kamu membangunkanku dan menyuruhku untuk menemanimu sarapan,” gumamnya.
Nicholas melihat ekspresi Amanda yang sedikit berubah.
“Wah, kayaknya enak!” Hana menyendok nasi yang ada di piring suaminya.
“Jangan jorok, kamu bisa makan dengan sendokmu sendiri.”
“Kenapa sih? Kita sudah terbiasa bertukar ludah, kenapa kamu jadi kaku begini.” Hana tersenyum, tapi tidak pada Amanda.
Dia tanpa sengaja menjatuhkan sendok yang ada di piringnya karena terkejut mendengar ucapan dari Hana.
Kalau saja Hana tadi melihat Nicholas begitu memerhatikannya. Apakah dia akan cemburu padanya?Melihat Nicholas memasakkan makanan untuknya. Dan memberikan pijatan pada lehernya ketika dia merasakan mual pada perutnya. Apakah dia akan cemburu?Mungkin saja cemburu, tapi mungkin saja dia membiarkannya saja.Amanda masih belum mengerti bagaimana perasaan Hana untuk Nicholas sebenarnya.Dia menikah dengan Nicholas karena cinta, atau hanya karena Nicholas adalah seorang pengusaha yang sukses.“Amanda, aku mau keluar lagi hari ini,” kata Hana pada Amanda ketika mantan kekasih Nicholas itu sedang bersantai di ruang keluarga.“Mungkin aku akan pulang malam lagi,” lanjutnya dengan senyum yang melebar.Katanya dia selalu di rumah, tapi ternyata dia adalah istri yang sangat hobi menghabiskan uang suaminya.“Mau ke mana, kalau boleh tahu?” tanya Amanda. Tak be
Hana kembali ke rumah dengan perasaan yang masih terbawa emosi karena ucapan teman-temannya tadi.Memang benar, mereka hanya bermulut manis kalau hanya ada di depannya saja. Dan mengatakan hal buruk di belakangnya seperti tadi.“Mengesalkan! Bilang saja kalau iri padaku, tak usah membicarakanku seperti itu,” gerutu Hana.Matanya menatap mobil mertuanya yang sudah terpakir dengan manis di halaman rumahnya.Wajahnya menegang untuk sesaat karena dia tidak tahu kalau hari ini adalah kunjungan mertuanya di rumahnya.Biasanya ibu Nicholas itu akan mengabarinya jika akan ke sana. Tapi hari ini dia datang tanpa memberi tahu pada Hana terlebih dahulu.“Gawat,” desisnya panik.“Amanda.”Ibu Nicholas tidak tahu jika Hana menggunakan jasa ibu pengganti selama ini. Yang ia tahu, Hana saat ini hamil. Sudah hanya itu saja.Kalau sampai dia tahu Am
Amanda buru-buru membawa Nicholas menjauh dari hadapan Christian, sebab Amanda tahu jika mantan suaminya itu akan memanfaatkan Nicholas, seorang pengusaha muda terkenal dan sukses di usianya yang masih muda.“Dia siapa?” tanya Nicholas ketika mereka berdua sudah menjauh dari Christian.“Mantan suamiku.” Amanda menjawab dengan mata menatap ke arah Christian duduk. Terlihat jelas kalau mata lelaki itu memandangnya dengan penasaran.“Lalu? Apa dia memerasmu?”“Bukan seperti itu—dia ingin meminta uang untuk anakku. Dia sedang di rumah sakit saat ini.”Nicholas diam, memandangi wajah Amanda yang seakan kebingungan.“Kenapa? Apa kamu tak punya uang?”Amanda sontak menatap wajah Nicholas dan tersenyum tipis. Uangnya masih banyak, dari gaji menjadi ibu pengganti dua tahun yang lalu.“Bukan begitu, aku ragu memberikannya karena Christian suka berjudi. Aku ta
Sudah pukul dua belas kurang beberapa menit dan Nicholas masih terjaga dari tidurnya. Tentu saja dia sengaja melakukan hal tersebut karena ingin mengerjakan hal lain malam itu.Sejak tadi dia berusaha untuk memastikan kalau istrinya sudah nyenyak tidur.“Han,” panggil Nicholas pelan. Matanya melirik ke sampingnya.“Hana,” panggil Nicholas lagi dan Hana tidak menyahut.Nicholas kemudian bangkit, ingin memastikan lagi jika istrinya benar sudah masuk ke dalam alam mimpinya.Telapak tangannya ia kibaskan di depan wajah istrinya. Dan tak ada reaksi dari Hana.Aman!Nicholas perlahan bergerak dari tempat tidurnya kemudian membuka pintu kamar dengan perlahan.Lampu di rumah sudah gelap dan pasti pembantu-pembantunya juga sudah tidur.Dengan langkah mengendap Nicholas berjalan ke kamar Amanda. Dadanya berdegub sangat kencang, ini adalah hal
Hana tidak menaruh curiga pada Nicholas yang tiba-tiba mengatakan kalau dirinya akan pergi ke luar negeri untuk beberapa hari.Karena alasannya Nicholas memang sudah sering pergi untuk urusan bisnis dan tentunya Nicholas tak akan menyeleweng karena sudah ada istri yang sempurna di dalam rumahnya.Namun kepercayaan diri Hana yang tinggi itu membuat dirinya mungkin akan kehilangan suaminya.Dia terlalu percaya jika suami hanya membutuhkan penampilan istri yang seksi dan indah dipandang. Tetapi ia lupa, jika suami juga membutuhkan hal lainnya.Usai sarapan pagi itu Hana mengobrol dengan Emma.Setelah dia mengalami hal tak menyenangkan dengan teman-temannya. Akhirnya dia lebih suka mengobrol dengan pembantunya itu sambil dipijit kakinya."Em, suamiku sudah beberapa hari ini selalu malas untukku ajak berhubungan. Kira-kira kenapa ya?" tanya Hana. Dia
Hana berdecak kesal setelah mendapatkan perlakuan seperti itu barusan. Bagaimana bisa Nicholas sama sekali tidak peduli jika dirinya sedang sakit?Yah, setidaknya dia bisa berbasa-basi pada Hana meskipun dia tidak tahu penyakit apa yang sedang Hana derita itu.“Emma!” panggil Hana dengan berteriak. Pembantu yang masih muda itu langsung menghampirinya.“Ada apa Nyonya?”“Siapin makan siang,” suruhnya masih dengan tersulut oleh kemarahan.“Sudah sejak tadi siap, Nyonya.”“Amanda di mana?”“Oh tadi dia katanya pergi keluar,” jawabnya.**Amanda masuk ke dalam sebuah restoran yang dipesan oleh Nicholas. Tadi pagi dia memang berencana untuk mengajak wanita itu untuk makan siang bersama meski sudah ditolak oleh Amanda.Alasannya sederhana karena dia tak mau kalau sampai Hana tahu.“Lebih baik kita jangan
Pikiran Hana sudah lebih baik sekarang, apalagi setelah Nicholas kembali mau bermain dan melakukan hubungan intim tadi malam.Dia membuka matanya dan tampak sangat bersemangat. Sambil mengendurkan otot-ototnya yang pegal. Hana kemudian menurunkan kedua kakinya di atas lantai.Bergerak menuju kaca di meja rias. Hal yang pertama ia lakukan adalah bercermin dan melihat bentuk tubuhnya.“Masih seksi, jadi tak mungkin Nicholas berpaling dariku. Ukuran payudaraku juga tidak terlalu kecil, tak mungkin kalau Nicholas tak puas dengan permainan tadi malam.” Hana bergumam sambil memuji dirinya sendiri.Betapa puasnya dia setelah berhasil melakukan hubungan suami istri dengan Nicholas tadi malam.Ia pikir Nicholas sedikit tersentuh setelah Hana melakukan kewajibannya sebagai istri yaitu menyiapkan baju untuk suaminya di atas kasur meskipun tak dipakai olehnya.Padahal tidak. Itu semua hanyalah
“Aku makan siang dengan Amanda kemarin,” jawab Nicholas. Ia sudah menduga jika Hana akan cemburu padanya. Tetapi ekspresi wajahnya itu di luar dugaannya.Hana sama sekali tidak menampakan wajah cemburu pada Nicholas. Alih-alih marah dia malah merasa lega karena wanita itu adalah Amanda.“Oh Amanda, tak sengaja bertemu dengannya lagi di jalan?” Entah itu sindiran atau hanya pertanyaan biasa tapi yang pasti raut wajah Hana tidak setegang tadi.“Oh—iya,” jawab Nicholas terbata sambil mengamati wajah istrinya dari samping.“Kenapa? Kamu tak cemburu padanya, kan?” tanya Nicholas. Ia mengenal Hana lebih dari wanita itu sendiri, dia memiliki rasa kepercayaan diri yang tinggi. Dan pasti akan menganggap Amanda adalah bukan saingan beratnya.“Buat apa aku cemburu dengan wanita itu. Kupikir tadi kamu akan menjawab akan makan siang