Share

Chapter 2 arrogant man

Bandara Heathrow London, terminal 2.

El merasa kebingungan. Apa yang harus ia lakukan? bapak itu pingsan tepat dihadapannya. Tiba-tiba datang seorang lelaki dengan tubuh atletis, wajah yang rupawan menggunakan kaca mata berwana hitam. 

"Segera hubungi ambulan." perintahnya, ia pun langsung mengetik nomor di ponselnya dan segera menghubungi ambulan. 

Lelaki itu dengan sigap memberikan pertolongan pertama kepada bapak itu. Ia memeriksa denyut nadi dan pernafasannya. Ternyata, bapak itu mengalami gagal jantung sehingga dengan cepat ia melakukan CPR. El hanya bisa melihat dan kagum dengan kecekatannya. Dalam hati El berkata, dia benar-benar keren.

Tidak lama petugas medis datang. Bapak setengah baya itu dibawa petugas medis, masuk ke dalam mobil ambulan. Sambil berjalan pergi, lelaki itu menelpon seseorang dengan samar-samar terdengar, "Segera jadwalkan operasi, dalam waktu 15 menit saya akan sampai."

Saat lelaki itu berlalu suara riuh di bandara terdengar, banyak yang memuji keahliannya. Tetapi, semua itu tidak mendapatkan tanggapan dari sang lelaki. Dia berlalu begitu saja. El hanya bisa terdiam dan terpaku melihat tingkahnya yang sudah membantunya menghubungi ambulan.

Dengan sigap lelaki itu menuju parkiran. Lalu, dengan kecepatan maksimal dia mengendarai mobil sport miliknya. Sedangkan El, kini tersadar dia melirik jam yang menempel di tangannya. El sudah hampir terlambat dia langsung memesan taksi online menuju gedung yang tertulis Best Lawyer. 

Sampainya di gedung Best Lawyer dengan membawa paper bag, dia menuju toilet lalu mengganti baju di sana. Terlihat sudah ada pengawas magang yang sudah mulai memberikan pengarahan. Saat El datang, dia langsung memberikan pandangan yang tajam kearah El, sambil melirik arloji yang melekat di pergelangan tangannya.

"Apa kau tahu, jika kau sudah terlambat 5 menit?" tanyanya dengan tegas.

"Maaf Bu. Tadi ada masalah di jalan." jawab El. 

"Baiklah. Setelah ini berkumpul di ruang meeting dan ini name tag kalian," ucap pengawas yang tak lain bernama Luci. Luci pun membagikan name tag kepada lima calon pekerja magang. 

Setelah berkumpul di ruang meeting Luci kembali memberikan arahan. "Baik, tahun ini perusahaan hanya akan mengambil satu orang yang terbaik untuk bisa bekerja di kantor Best Lawyer. Untuk itu saya ada tugas untuk kalian, menyelesaikan masalah klien kita." 

"Ada lima tempat yang salah satunya adalah rumah sakit Victoria, silahkan kalian pilih amplop putih ini dan laksanakan tugas kalian," sambung Luci. 

Pegawai magang itu satu persatu mengambil amplop yang diletakkan Luci di meja. "Siapa yang mendapatkan rumah sakit Victoria?" tanya Luci. 

El langsung menjawab, "Saya Bu."

"Bagus laksanakan tugasmu dengan baik," ucap Luci, lalu mengalihkan pandangannya pada semua peserta. "Baik semua, satu bulan lagi kita bertemu di sini untuk mendiskusikan hasil kerja kalian. Selamat siang, "sambungnya.

"Siang Bu." jawab mereka serentak.

Saat El keluar dari ruang meeting, teman magang yang lain sedang membicarakannya, "Hai ... dia apes sekali dapat tempat magang di rumah sakit itu," ucap magang 1 mulai pembicaraan.

"Iya, katanya siapa yang magang di sana hanya betah sampai beberapa minggu." sahut magang 2

"Biarlah itu lebih mudah kita menyingkirkannya." magang 4

"Kita beruntung tidak mendapatkan rumah sakit itu." ucap magang 3

El yang mendengar itu hanya diam tidak ikut melayani ucapan temannya. Dia pun lewat di depan teman magangnya. "Maaf permisi saya mau lewat."

"Sombong sekali dia," ucap magang 1 dengan sinis.

****

Gedung yang menjulang tinggi tertanam kokoh, di sana berdiri rumah sakit Victoria. Pasien sudah disambut para perawat yang kini membawa brangkar lalu dikuti mobil sport. "Dokter Al, ruang operasi sudah siap," ucap Perawat pendamping.

Alberto yang baru keluar dari kamar operasi, melihat Marko menuju ruang ganti. Alberto langsung bergegas menghampirinya. "Hai ... pasien mana lagi yang kau bawa? Terus adik ku mana?" 

Marko tidak menjawab pertanyaan Alberto. "Marko Rifaldo Salamo," ucap Alberto penuh dengan penekanan. Marko yang mendengar nama lengkapnya dipanggil memberikan tatapan tajam pada Alberto. 

"Tidak bisakah Anda sopan sedikit? saya senior Anda! jangan pernah panggil nama itu di rumah sakit ini. Panggil aku dokter Al." jawabnya

Marko yang emosi bergegas menuju ruang cuci tangan diikuti Alberto, "Oke ... Oke ... Jadi di mana adik, ku?"

"Aku lupa. Pasienku lebih penting dari pada adik kau." jawab Marko dengan entengnya sambil mencuci tangan untuk segera masuk ke ruang operasi.

"Sialan kau ... Awas kalau terjadi apa-apa padanya. Aku juga bisa jadi mafia seperti kau dan membunuh kau ...." ancam Alberto penuh penekanan.

Saat Alberto mengancam Marko ponselnya berbunyi, dilihat panggilan itu dari El. "Angkatlah dan aku akan segera melakukan operasi. Jangan ganggu aku," ucap Marko berlalu meninggalkan Alberto.

Dalam ruang operasi Marko sudah disambut beberapa perawat yang akan mendampinginya melakukan operasi. Dia dipakaikan baju operasi steril, disana sudah terlihat alat-alat steril juga yang tertata rapi di troli. "Bagaimana keadaannya?" tanya Marko pada petugas anastesi.

Keadaannya normal darah 80/120 mmHg , nadi 82x/menit sudah tidak sadar segera lakukan operasi kita mempunyai waktu 30 menit. Setelah mendengarkan penjelasan dari dokter anestesi tentang kondisi pasien, Marko pun siap melakukan operasi. Dia melakukan operasi dengan santai perlahan namun pasti. Dimintanya pisau bedah lalu diarahkan pisau itu ke dada pasien yang sudah diberikan betadine.

Tiga puluh menit berlalu, kini pasien selamat dan sedang dalam keadaan observasi. Marko langsung bergegas pulang karena dia merasa dadanya kembali ngilu karena bekas tembakan. 

El sudah sampai di apartemen yang sudah disiapkan oleh Alberto. "Oke ini nomor 801." lalu dilihat ponsel yang berada di genggamannya di sana sudah ada angka yang dikirim Alberto untuk membuka pintu. Dengan lihainya El memencet angka-angka itu. 

Tulit ... Tanda suara pintu sudah terbuka. El langsung memasukan dua koper yang tadi dibawanya. Dilihatnya dalam ruangan itu, "Wow ... kakak memang luar biasa dalam memilih tempat tinggal." puji El 

El langsung membereskan semua pakaian dan bermaksud ingin keluar untuk mencari makan malam, saat dia keluar dari lift terlihat seorang pria yang tadi ditemui di bandara dan terlihat baju berwarna putih terdapat banyak darah dan tercium bau amis.

Melihat keadaan pria itu jiwa kesosialan El berteriak meskipun dia tidak dianggap, El tetap menawarkan bantuan. "Hai ... apa yang terjadi? baju Anda sepertinya banyak darah! Anda tidak papa?" tanya El yang tidak diberikan respon Marko.

"Apa Anda tuli?" 

Marko yang dari dulu tidak pernah menyukai kebisingan kini mulai risih dengan El. "Bisakah Anda pergi dan jangan perduli," ucap Marko lalu memencet angka untuk membuka pintu. Marko masuk begitu saja tanpa menoleh kembali kebelakang yang sedari tadi El terus mengumpat.

"Dasar pria tidak punya ekspresi, tidak punya sopan santun, tetangga macam apa itu, niat baik malah dibalas seperti ini uh ...." 

Terdengar bunyi pintu yang ditutup dengan kencang. El kaget, takut pria itu marah dia langsung berlari memasuki lift.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status