Share

4. Pacar Online

“Ada apa?” Andro sudah disambut oleh sekretarisnya yang menghampirinya dengan terburu-buru dan wajahnya memucat.

Padahal dia baru saja memarkirkan motornya di pelataran gedung perusahaan keluarganya itu.

“I—itu Pak ... Pak Kelvin ada di ruangan Bapak,” ucap wanita cantik yang rapi dengan gagapnya.

Sudah tak heran lagi, memang Brenda, sekretarisnya itu selalu ketakutan dengan ayahnya.

Andro hanya berdecak saja, dia sudah melenggang pergi menuju ruangannya sendiri. Sekretarisnya itu mengikutinya dari belakang dengan penuh rasa gugup.

Siapa yang tak ketakutan jika sudah melihat dan menyaksikan secara langsung marahnya Kelvin Wijaya, penerus ketiga grup Angkasa Jaya? Dia yakin tak ada yang berani melawan kecuali anaknya sendiri, Andromeda.

“Sekarang ada agenda apa saja, Brenda?” tanya Andro masih dengan tenangnya.

Pria itu berjalan dengan tubuh tegap tanpa ada perasaan sedikit pun. Dia sudah terlalu mati rasa untuk menghadapi ayahnya sendiri.

Tangannya terangkat, bergerak menyisir rambutnya yang berantakan ke arah belakang. Dengan tubuh berotot yang sangat tertekan dengan jas yang membalutnya ditambah dengan sorot mata hitam legam miliknya yang begitu dingin dan juga garis rahangnya sangat mendukung dengan gestur wajahnya sendiri.

Semua orang pasti akan paham kenapa dirinya menjadi pusat atensi di sekelilingnya. Muda dan bergairah, mungkin dua kata itu yang mampu menggambarkan karakternya saat ini.

Sangat tak mungkin kalau seorang Andromeda tak berkelas dan tak memiliki pesona. Semua itu dia gunakan untuk melawan kuasa ayahnya sendiri. Dia lebih senang mendirikan perusahaan sendiri dibanding bergabung dalam naungan ayahnya.

Cklek!

Suara pintu yang terbuka menampilkan sosok pria yang membelakanginya dengan tangan bertaut di belakangnya.

Pria itu berbalik dan menatap marah pada Andromeda yang santainya masuk dan meletakkan tasnya di atas meja saat ini.

“Apa kamu sudah tak tahu waktu sampai-sampai datang setelat ini dan mengabaikan meeting merger itu?!” desis Kelvin, ayah Andromeda yang masih geram dengan kelakuan putranya itu.

Andromeda mengangkat pandangannya, “bukannya tanpa kehadiran saya anda bisa leluasa untuk menjalankan keinginan anda? Kenapa sekarang repot-repot menegur saya?” jawabnya dengan enteng.

Kelvin merasa kesal dengan ulah Andro saat ini. gelas yang sedari tadi ada di meja menjadi sasarannya. Sekuat tenaga benda pecah belah itu dilempar tanpa ampun sampai buyar membentur tembok di belakang Andromeda.

PRANG!!!

“DASAR ANAK TAK TAHU DIUNTUNG! MAUNYA KAMU APA HAH?!” teriaknya dengan marah yang membumbung tinggi.

Tubuh Brenda yang berdiri jauh dari mereka menjadi tegang, dia sudah menyaksikan keributan yang sering terjadi namun tak seheboh sekarang ini.

Keringat dingin meluncur di sisi wajahnya dengan lancar tanpa beban, jantungnya berdegup kencang dan rasa takutnya mengalahkan profesionalitasnya sendiri sampai-sampai rasanya dia ingin mengundurkan diri saja daripada harus menyaksikan pertengkaran ayah dan anak itu.

“Maunya saya? Apa anda akan mendengarkan keinginan saya? Tidak pernah. Daripada anda capek-capek memarahi saya, lebih baik anda fokus saja mengurus perusahaan ini atau bisa-bisa perusahaan ini hancur karena saya.”

Kalimat yang terlontar terdengar dingin tak berperasaan di telinga Kelvin. Dia geram, rahangnya terbentuk tegas mengetat seiring dengan gigi-giginya yang beradu.

“Menyesal Papa mempertahankanmu di sini saat perceraian itu terjadi.”

Deg!

Satu kalimat yang menjadi bom bagi Kelvin sendiri.

“SEHARUSNYA ANDA BIARKAN SAJA SAYA IKUT DENGAN MAMA!!! SIALAN!!!” Kini Andro membentak Kelvin yang ada di hadapannya.

Brenda semakin ketakutan bukan main. Bisa-bisa dia yang mati duluan menyaksikan pertengkaran ayah dan anak itu saat ini.

DRAP! DRAP! DRAP!

Langkah besar Andromeda kembali terdengar melewati ayahnya sendiri dan pergi begitu saja. Dia butuh melepaskan rasa marah dan penatnya.

“Halo, siapkan satu studio untukku,” pintanya pada seseorang yang tengah dihubunginya melalui jaringan seluler.

Andromeda sudah mengangkat helmet dan mengenakan di kepalanya. Dia memutar kembali tubuhnya dan melajukan motor mahal yang dia dapatkan dari menggaet wanita yang berstatus artis dan sudah menjadi mantannya kini.

Tangannya dengan ahli memutar kendali gas dan roda-roda motor itu berputar cepat membawa pengendaranya meliuk-liuk melintasi jalur pertengahan mobil-mobil yang ada di jalanan saat ini.

Dia hanya ingin melakukan hobinya sampai dia kehabisan tenaga atau bila perlu kehilangan nyawanya juga saat ini. Semuanya berada di dalam hatinya yang dipenuhi kegelapan rasa bencinya kepada sang ayah.

***

“Halo, selamat pagi Kania ...,” sapa Jora dengan penuh nada ramah.

Dia meletakkan tas miliknya yang terbilang bermerk dan mahal, namun beberapa staf wanita pasti mengekor padanya, menilik detail tas itu.

Wanita yang disapanya berbalik dan tersenyum ramah. “Good Morning Kejora, Si bintang fajar!”

Teman pertama yang didapatkan sejak pertama masuk kantor adalah Kania, wanita cantik menurutnya. Kulit terbilang eksotis dan Jora sangat mengaguminya saat ini.

Kejora tertawa mendengar julukannya itu. Dia ikut memeluk Kania dengan gemasnya. Rasanya dia menjadi wanita ramah di sini.

“Kamu kok girang banget sih kalau dipeluk gini?” Kania kembali bertanya dan memisahkan pelukannya kepada sahabat lokal rasa bule itu sendiri saat ini.

Kejora hanya tertawa meringis mendengarnya, dia menjadi gila lama-lama karena masih terkejut betapa ramahnya orang-orang di sini.

“Hehe, aku senang aja! Beda banget di Belanda pasti tidak begini,” ujarnya masih dengan bahasa formal.

“Ehem! Bukankah hari ini ada rapat,” sela seorang pria yang berdiri di belakang mereka.

Kejora dan Kania melepaskan pegangan tangannya lantas tersenyum kikuk, tubuhnya berbalik dan memandang sang atasan yang berwajah jutek itu.

“Kami akan segera ke aula Pak,” balas Kejora dengan senyum ramah.

Namun, saat atasannya berbalik pergi meninggalkan mereka kini. Kania yang merasa kesal dengan kepala bagian keuangan yang katanya berwajah triplek itu.

Teman kerja Kejora itu mencibir sambil mengejek atasannya, “cih! Dasar bos papan jalan!”

Mau tak mau Kejora dibuat tertawa oleh Kania. “Ssstt ... nanti Pak Henry dengar jadi bermasalah kita.”

“Halah! Kau ndak tahu aja dia macam apa, hobinya mengganggu kesenangan para karyawan aja lah dia tu!” Lagi-lagi Kania mencibir, merasa kesal karena ulah atasan mereka.

Sementara ini, Kejora menjadi admin keuangan yang bertanggung jawab dengan laboratorium perusahaannya.

“Eh, aku mau coba kopi darat nih dengan cowok yang dari Badiuu itu,” bisik Kania dengan penuh semangat.

“Pria yang mana?” Kejora menoleh cepat dan merasa berminat dengan obrolan itu.

“Itu yang dari aplikasi dating, Badiuu ... lihat deh, cakep banget ya?” cerocos Kania menunjukkan foto pria yang duduk di dalam mobil.

“Tidak, dia ... pamer sekali sepertinya, kamu yakin mau dengan pria ini?” Lagi-lagi Jora mencoba membuat Kania berpikir kembali.

“Ish! Ayolah Jora ... ini tuh Cuma kopi darat, lagian jaman sekarang cari yang ori di sekeliling kita, kemungkinannya Cuma 0,005 persen aja.”

Jora tertawa mendengarnya. Kania dan pacar online—nya.

jangan lupa komen-komen dan tambahkan ke library yaaa, see you

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status