Puk! Puk!
“Kejora?”
Deg!
Suara berat menyapu indera pendengaran Kejora saat itu juga. Jari-jarinya sampai mencengkram erat kaki gelas yang ramping di meja bar.
Bahkan hanya dengan mendengar suaranya yang begitu berat dan dalam saja sudah membuat jantungnya berdegup hebat, bahkan sebelum dirinya berbalik saja, suara pria itu mampu membuat tubuhnya sudah terpaku, tertarik pada pusat gravitasi yang sudah besar di bawahnya.
Mendadak bulu kuduknya berdiri dan belakang tubuhnya meremang. Dengan napas yang bahkan tak bisa didengar, dia berusaha bernapas. Seorang Andromeda sangat berbahaya sampai-sampai gadis itu bahkan tak bisa bergerak barang seinci pun.
Telapak tangan besar yang menyentuh bahunya terasa kasar namun penuh rasa dominan. Andromeda menunjukkan atensinya saat ini.
Andromeda dapat melihat reaksi terkejut saat bah gadis itu menegang. Namun, dia masih mencoba untuk melihat sampai mana respon Kejora padanya. Dalam hati pria itu sendiri, baru saja terkena pukulan telak saat menebak wanita yang ditemuinya.
Maniknya menyapu punggung telanjang Kejora. Entah kenapa, di matanya sendiri bahkan terlihat jelas bagaimana wanita itu sangat menarik. Dia tak menyesal memutuskan untuk bertemu dengan gadis dari aplikasi online seperti ini.
Deg!
Andromeda bahkan bisa melihat bagaimana keayuan seorang Kejora saat ini nampak saat gadis itu menoleh dan melemparkan senyuman tipis kepadanya.
“Hai,” sapanya.
Bahkan suara gadis itu memporak porandakan pendengarannya. Mengalun merdu sampai tersimpan jelas di dalam otaknya saat ini.
Andromeda berusaha untuk terlihat biasa saja. Meskipun hatinya sudah bersorak sorai gembira mendapatkan kenyataan kalau dirinya bisa bertemu dengan Kejora saat ini.
“Hai, sudah lama menunggu?” tanyanya.
Tangan Kejora terulur untuk memperkenalkan diri mereka masing-masing.
Saat itulah, Andromeda pertama kali menyentuh bagian tubuh Kejora.
Mata mereka saling beradu, menatap intens dan menyelami bola mata masing-masing. Kejora dapat melihat bagaimana jernihnya area iris hitam pekat milih Andromeda yang bahkan menariknya untuk semakin tenggelam.
Andromeda menyadari bahwa iris coklat milik Kejora dapat terlihat jelas, kecantikan irisnya bahkan tak bisa diartikan sama dengan wanita-wanita cantik yang memakai lensa warna warni sekali pun.
Tangan mereka saling menggenggam.
Kejora dapat merasakan bagaimana desiran di tubuhnya begitu kencang semakin mengantarkan efek mulas dalam perutnya dan dadanya sudha bergemuruh hebat seiring dengan wajahnya yang memanas.
Kasarnya permukaan tangan Andromeda entah kenapa semakin menimbulkan sensasi yang menonjol.
Tenggorokan Andromeda seketika kering kerontang, dia bahkan menelan ludahnya kasar sampai jakunnya bergerak naik turun. Bukan dia yang kehausan. Namun, gairahnya yang meningkat drastis. Matanya mengamati detail kecantikan wajah Kejora. Begitu menarik di matanya apalagi ditambah dengan pakaiannya yang terbuka menampilkan lekuk tubuhnya.
Seingatnya, gadis itu memakai pakaian sangat sopan ketika mereka bertemu di rapat besar. Andromeda tak menyangka, Kejora mampu menampilkan keseksiannya saat ini.
Bahu kecilnya yang tak tertutup kain dan juga ... pahanya!
Dia harus menahan umpatannya, karena saat itu miliknya sudah mengeras. Merasa begitu bergairah pada pandangan pertama mereka yang bertemu.
Kejora melepaskan genggaman tangannya terlebih dahulu.
“Silakan duduk,” ucapnya.
Andromeda merasa dipergoki, tapi dia memilih duduk. Respon datarnya semakin membuat Kejora ketar-ketir.
“Saya mau satu margarita dengan es batu dan dua pint Guinness. Thanks!” pinta Andromeda kepada bartender di sana.
“Jadi, sudah lama menunggu?” Kali ini Andromeda bertanya.
Dia membuka percakapan pertama kali pada wanita. Biasanya dia hanya menjawab seperlunya dan wanita akan bekerja keras untuk menarik perhatiannya. Meskipun, hanya sebatas hubungan ranjang sekali pun.
Namun, berbeda untuk Kejora. Tatapan matanya yang lembut seolah-olah meminta perlindungan dan minta dimanjakan. Berbeda dengan penampilannya yang berani dan terbilang ‘nakal’..
Kejora tersenyum. Dia menyesap kembali minumannya yang terasa pahit dan membakar. Setidaknya, di Belanda dia mengenali dan pernah meminum minuman beralkohol sesekali.
“Tidak juga, sepertinya kamu yang menunggu.”
Keduanya saling terdiam.
Satu sama lain menyesap minuman masing-masing, menikmati musik yang berdentam hebat mengganggu gendang telinganya.
“Lalu, sedang apa kau di Bali?”
Kembali Andromeda bertanya. Dia bahkan harus bertanya kembali agar wanita di sampingnya mau berbicara.
“Euhm ... liburan. Aku sengaja mengambil cuti untuk bisa pergi ke Bali. Tentu aku harus mengunjungi Bali setelah setahun di Indonesia,” tutur Langen.
Andromeda kini menatap Kejora. Bahkan dari samping saja, dia masih mengagumi kecantikan Kejora. Tubuhnya sudah bereaksi berbeda saat ini.
“Memangnya ... selama ini kau tidak di Indonesia?”
Kejora menoleh, menampilkan senyuman manis yang membius Andromeda.
“Aku dari Belanda,”
“Ah, pantas saja,”
Keduanya terdiam kembali.
Melihat gelagat Kejora yang bergerak tak nyaman, Andromeda kembali berucap.
“Kau mau keluar? Sepertinya berjalan-jalan di pinggir pantai akan seru,” tawarnya.
“Benarkah? Aku mau!”
Kejora mengangguk senang, dia benar-benar tak menyangka Andromeda akan memiliki ide lain. Bukan mengajaknya menari di dance floor namun malah mengajaknya keluar.
“Ayo!”
Saat Kejora ingin memberikan selembar uang, Andromeda mencekalnya. “Biar aku saja, aku tak membiarkan wanita membayar minumannya saat bersamaku.”
Satu sikap gently yang membuat Kejora menambahkan nilai kekagumannya.
Dia mengangguk saja.
Keduanya berjalan keluar dari tempat hiburan malam itu.
“Apa tidak apa-apa berjalan ke sana? Mungkin 10 menit akan sampai?” tanya Andromeda kembali.
Dia benar-benar berusaha untuk berinteraksi banyak dan meminta atensi seorang Kejora.
Kejora tersenyum, mengangguk setuju.
Pria itu meringis dengan stiletto yang dipakai oleh Kejora. Dengan tumit meninggi, bagaimana wanita itu bisa berjalan?
“Sebentar, tunggu di sini!”
Andromeda setengah berlari meninggalkan Kejora. Gadis itu menatap kebingungan. Apa yang akan dilakukan pria itu?
Dia berdiri menunggu. Melihat langit malam yang rupanya masih menampakkan satu dua bintang bersinar.
“Yang mana bintangku?” gumamnya sendiri.
Andromeda kembali dengan menenteng satu pouch berisi sandal perempuan. Beruntung, ibu tirinya meninggalkan satu pasang sandal yang nyaman untuk berjalan.
“Kau menunggu lama?”
Kejora berbalik, melihat pria itu sudah kembali. Lantas berjongkok di hadapannya.
“Eh?” Dia nampak terkejut.
“Pakailah, akan tak nyaman memakai sandal menyiksa itu!”
Kejora mendadak terdiam. Dia tak tahu, kalau Andromeda sangat memperhatikannya.
Mau tak mau dilepaskannya stiletto miliknya. “Maaf,” ucapnya saat ingin menopang tubuhnya dengan tangan yang menyangga di bahu Andromeda.
Tak mungkin baginya untuk berjongkok.
Andromeda yang bersedia berlutut saja sudah membuatnya semakin terjatuh pada pesona pria itu saat ini.
“Sudah,”
Kejora menenteng sandalnya sendiri.
Sandal sederhana itu membuatnya bisa berjalan nyaman.
Pria seperti Andromeda sungguh berbahaya. Bisa-bisanya dia memahami wanita yang baru ditemuinya.
Mereka berjalan beriringan, di pinggir jalan yang ramai dengan motor dan mobil berseliweran. Andromeda bergeser, berjalan tepat di sisi jalan melindungi Kejora tentu saja.
“Jadi, kenapa kau tinggal di Belanda? Aku merasa kamu sama denganku. Terlahir sebagai orang Indonesia?”
“Ya ... aku memang tak memiliki darah campuran, hanya saja kondisinya membuatku berada di Belanda.”
Andromeda tak lagi bertanya. Mereka berjalan-jalan di pinggir pantai, menikmati pasir pantai dengan permukaan kakinya karena alas kaki mereka yang sudah terlepas dan tertenteng di kedua tangan masing-masing. Sepoy-sepoy angin bergerilya menghantam tubuh Kejora. Gaun wanita itu berkibar-kibar semakin memperlihatkan paha mulusnya saat ini. “Jadi ....” Kejora menoleh pada Andromeda. Matanya menatap intens sisi wajah Andromeda. Pria tampan itu masih memandangi ombak yang bergulung secara immortal. Tak ada yang indah baginya selain menikmati waktu bersama Kejora. Entah kenapa dirinya bisa berpikir begitu saat ini. Suara Andromeda yang menyela lamunan Kejora membuat wanita itu bingung kembali. “Apa kita akan berlanjut untuk bertemu?” Belum apa-apa Andromeda sudah menanyakan. Pria itu bahkan memaki dirinya sendiri yang kehilangan kontrol dan merasa tak sabar atas Kejora. Gadis itu menyelipk
Kejora seketika berdiri mematung saat netra coklatnya menatap sosok Mike yang berdiri di lobby dengan tangan tersarrung di saku celananya. Matanya memandang datar Kejora dan Andromeda yang baru saja pulang. Kejora menahan napasnya dan menghembuskannya tanpa suara sama sekali. Berharap Mike tak mendengarnya dan juga keterkejutannya mampu membuat otot-ototnya melemas sampai tulang rangkanya tak tersangga sama sekali. “Siapa dia?” tanya Andromeda yang memandang dingin Mike, pria yang dia ingat pernah menjemput Kejora di perusahaannya. Ada rasa tak suka dan tak mau kalau Kejora harus bersanding dengan Mike. “Dia ... temanku,” jawab Kejora lirih. “Kenapa tak kau perkenalkan?” tanya Andromeda kembali. Dia menyeringai mantap saat mendapatkan jawaban yang dijamin bukan keinginan Mike disebut teman oleh Kejora. Mike menekan rahangnya sampai giginya saling beradu dan garis rahan
Cklek! Kania memasuki kamar hotel dia dan Kejora saat subuh. Dia menyelinap masuk dan mengendap-endap serta berusaha untuk memelankan langkah kakinya saat ini. Jelas saja dia sampai begitu, karena memang dia habis menginap di kamar Adim, pacarnya. “Semalam berapa ronde?” Deg! Suara dingin Kejora terdengar di telinganya saat ini. “Ya Tuhan, Kejora!” pekiknya merasa terkejut. Dilihatnya Kejora tengah duduk di pojok ruangan dengan lampur tidur yang menyala. Kania mengusap-usap pelan dadanya, meredakan rasa kagetnya saat ini. “Kamu ngapain sih kayak kuntilanak begitu?! Dipojokan, sarungan pakai bedcover putih pula, kamu niat jadi hantu hah?!” sembur Kania yang mencoba menutupi rasa gugupnya. Dia tidak mengira kalau Kejora sudah bangun, eh tapi .... Kania menyipit, menatap intens wajah Kejora yang kusam dengan mata pandanya. “Kamu nggak tidur?” tanyanya.
Kata maaf adalah kata yang tak semua orang bisa mengucapkannya dengan tulus atau bahkan arogansi manusia bisa membuatnya tak mau meminta maaf meskipun perbuatannya salah. Tidak ada yang bisa memastikan seberapa tulusnya perkataan dan perbuatan manusia itu. Sama seperti Kejora yang memandang ragu ke depan. Dia menatap lamat-lamat wajah pria yang ikut serius menatapnya, di netra amber miliknya terdapat riak sesal mendalam. “Lalu apa alasanmu melakukan itu Mike?” tanyanya ingin tahu. Pasca kejadian ciuman paksa yang dilakukan oleh Mike membuat Kejora mau tak mau memilih diam dan menghindar. Satu dari sekian banyak hal yang membuatnya bersikap canggung dan menjaga jarak setelahnya. Mike masih sunyi. Dia kesulitan memilih kata agar tak terdengar kurang ajar nantinya. “Ya, euhm ... sejujurnya aku spontan melakukan hal itu, aku ... cemburu?” Mike kini meragu. Mata Kejora membulat. Tak dapat dipredi
Mike dan Adam sama-sama tak habis pikir dengan kedua wanita itu. “Ada apa dengan otak mereka sih?!” sungut Mike sebal. Adam mengangguk setuju. Mereka kembali menunggu Kejora dan Kania yang berganti baju secara mendadak dan penuh paksaan. Sebelumnya Kejora dan Mike malah berdebat panjang. *** Mata Mike membelalak penuh terkejut begitu sosok Kejora berjalan menghampiri mereka. Sangat lucu saat dia menertawakan Kania dan Adam, sekarang karma terbalas sempurna kepadanya. Adam bersiul panjang sambil menampilkan senyuman konyolnya. “Kejora, kembali ke kamarmu dan ganti pakaianmu sekarang!” perintah Mike sambil menahan sesuatu yang tak bisa dia jabarkan. “Apa? Tidak, tidak, aku sudah bersusah payah berdandan dan kau tiba-tiba memerintahku untuk berganti baju?!” sembur Kejora menolak. Mike mengusap wajahnya kasar. Matanya sangat ingat saat Kejora keluar dengan pakaian yang ... sangat seksi!
Andromeda masih merenung usai mengantar kepergian Kejora. Lebih tepatnya melepaskan saat ada pria yang menunggu wanita itu. Pikirannya melayang, bertanya-tanya tentang siapa pria itu? apa hubungannya dengan Kejora? Meskipun Kejora berkata pria itu hanyalah teman saja, dia tak mempercayai kalau Mike tak memiliki perasaan untuk gadis itu. Tetap saja, semua itu membuat seorang Andromeda menahan bara api kekesalan di dadanya sampai saat dia sudah sampai di kamar hotel sekali pun. Andromeda masih berdiri di balkon kamar hotelnya. Pria itu sudah mengenakan jubah mandinya dan selesai mengambil sesi mandi sebelumnya. Andromeda memegangi kaki gelas yang berisi red wine saat ini. Sampai ada tangan ramping berjari lentik menyusup dan melingkar di perutnya saat ini. “Kau sedang memikirkan apa Sayang?” tanya wanita yang tengah memeluknya itu sambil mengeluarkan suara desahannya. “Hanya memikirkan sesuatu
Andromeda menjadi semakin penasaran dengan Kejora. Seolah-olah ada ikatan batin yang menguasainya sampai dia sendiri tak bisa berpikir logis sama sekali. Seharusnya dia tak sampai bersusah payah begini jika menginginkan mereka. Bagaimanapun juga dia dengan mudah membuat wanita merangkak kepadanya. Tapi, tapi kenapa seorang Kejora mampu membuatnya berdiri dan berjalan membuntuti wanita itu? Semua yang dia lalui dalam sehari saja dengan Kejora, oh bahkan kurang dari sehari dia bersama Kejora. Namun, sosok imajinasi gadis itu berkeliaran semalam saat dia melakukan seks dengan wanita lainnya. Kejora, sosok yang dengan lancangnya berada di dalam otaknya, terabadikan dalam memorinya saat ini. Entah setan jenis apa yang membuatnya harus terus memikirkan seorang Kejora. Namun, semua itu kini menariknya untuk memperhatikan Kejora yang berada di dekatnya. “Sial! Aku tak bisa!” desisnya. Andromeda berharap wanita yang diajaknya berbincang singkat
“Jadi, bisa kamu ceritakan padaku? Usai kamu menerima ciuman dari Mike sekarang kamu malah memikirkan Andromeda? Pria lain?” Kania masih menginterogasi Kejora. “Oh God ... aku pun bingun, Kania. Perasaanku kacau karena Andromeda. Aku tak mau memikirkan pria yang suka bermain wanita seperti itu, dia sok ngartis, sok berpengalaman dan tebar pesona. Jika aku bisa, aku lebih baik memilih Mike dan berpacaran dengannya saja,” tutur Kejora berapi-api. “Aku setuju, lupakan saja Andromeda. Aku tak mau kau disakiti oeh pria buaya itu!” Kania ikut mengompori Kejora. Kejora mengangguk setuju. Dia lebih baik mencari pria lainnya saja daripada harus bersama dengan Andromeda, meskipun hatinya tengah mendukung perasaannya untuk tercipta pada Andromeda. *** “Kau serius mau mengajaknya berpacaran?” tanya Adam pada Mike. Mike sendiri yang tengah duduk menonton tayangan televise mengangguk saja. “Ya, aku tak mau dia diambil pria lai