Share

16. Sensasi Kopi Darat

Puk! Puk!

“Kejora?”

Deg!

Suara berat menyapu indera pendengaran Kejora saat itu juga. Jari-jarinya sampai mencengkram erat kaki gelas yang ramping di meja bar.

Bahkan hanya dengan mendengar suaranya yang begitu berat dan dalam saja sudah membuat jantungnya berdegup hebat, bahkan sebelum dirinya berbalik saja, suara pria itu mampu membuat tubuhnya sudah terpaku, tertarik pada pusat gravitasi yang sudah besar di  bawahnya.

Mendadak bulu kuduknya berdiri dan belakang tubuhnya meremang. Dengan napas yang bahkan tak bisa didengar, dia berusaha bernapas. Seorang Andromeda sangat berbahaya sampai-sampai gadis itu bahkan tak bisa bergerak barang seinci pun.

Telapak tangan besar yang menyentuh bahunya terasa kasar namun penuh rasa dominan. Andromeda menunjukkan atensinya saat ini.

Andromeda dapat melihat reaksi terkejut saat bah gadis itu menegang. Namun, dia masih mencoba untuk melihat sampai mana respon Kejora padanya. Dalam hati pria itu sendiri, baru saja terkena pukulan telak saat menebak wanita yang ditemuinya.

Maniknya menyapu punggung telanjang Kejora. Entah kenapa, di matanya sendiri bahkan terlihat jelas bagaimana wanita itu sangat menarik. Dia tak menyesal memutuskan untuk bertemu dengan gadis dari aplikasi online seperti ini.

Deg!

Andromeda bahkan bisa melihat bagaimana keayuan seorang Kejora saat ini nampak saat gadis itu menoleh dan melemparkan senyuman tipis kepadanya.

“Hai,” sapanya.

Bahkan suara gadis itu memporak porandakan pendengarannya. Mengalun merdu sampai tersimpan jelas di dalam otaknya saat ini.

Andromeda berusaha untuk terlihat biasa saja. Meskipun hatinya sudah bersorak sorai gembira mendapatkan kenyataan kalau dirinya bisa bertemu dengan Kejora saat ini.

“Hai, sudah lama menunggu?” tanyanya.

Tangan Kejora terulur untuk memperkenalkan diri mereka masing-masing.

Saat itulah, Andromeda pertama kali menyentuh bagian tubuh Kejora.

Mata mereka saling beradu, menatap intens dan menyelami bola mata masing-masing. Kejora dapat melihat bagaimana jernihnya area iris hitam pekat milih Andromeda yang bahkan menariknya untuk semakin tenggelam.

Andromeda menyadari bahwa iris coklat milik Kejora dapat terlihat jelas, kecantikan irisnya bahkan tak bisa diartikan sama dengan wanita-wanita cantik yang memakai lensa warna warni sekali pun.

Tangan mereka saling menggenggam.

Kejora dapat merasakan bagaimana desiran di tubuhnya begitu kencang semakin mengantarkan efek mulas dalam perutnya dan  dadanya sudha bergemuruh hebat seiring dengan wajahnya yang memanas.

Kasarnya permukaan tangan Andromeda entah kenapa semakin menimbulkan sensasi yang menonjol.

Tenggorokan Andromeda seketika kering kerontang, dia bahkan menelan ludahnya kasar sampai jakunnya bergerak naik turun. Bukan dia yang kehausan. Namun, gairahnya yang meningkat drastis. Matanya mengamati detail kecantikan wajah Kejora. Begitu menarik di matanya apalagi ditambah dengan pakaiannya yang terbuka menampilkan lekuk tubuhnya.

Seingatnya, gadis itu memakai pakaian sangat sopan ketika mereka bertemu di rapat besar. Andromeda tak menyangka, Kejora mampu menampilkan keseksiannya saat ini.

Bahu kecilnya yang tak tertutup kain dan juga ... pahanya!

Dia harus menahan umpatannya, karena saat itu miliknya sudah mengeras. Merasa begitu bergairah pada pandangan pertama mereka yang bertemu.

Kejora melepaskan genggaman tangannya terlebih dahulu.

“Silakan duduk,” ucapnya.

Andromeda merasa dipergoki, tapi dia memilih duduk. Respon datarnya semakin membuat Kejora ketar-ketir.

“Saya mau satu margarita dengan es batu dan dua pint Guinness. Thanks!” pinta Andromeda kepada bartender di sana.

“Jadi, sudah lama menunggu?” Kali ini Andromeda bertanya.

Dia membuka percakapan pertama kali pada wanita. Biasanya dia hanya menjawab seperlunya dan wanita akan bekerja keras untuk menarik perhatiannya. Meskipun, hanya sebatas hubungan ranjang sekali pun.

Namun, berbeda untuk Kejora. Tatapan matanya yang lembut seolah-olah meminta perlindungan dan minta dimanjakan. Berbeda dengan penampilannya yang berani dan terbilang ‘nakal’..

Kejora tersenyum. Dia menyesap kembali minumannya yang terasa pahit dan membakar. Setidaknya, di Belanda dia mengenali dan pernah meminum minuman beralkohol sesekali.

“Tidak juga, sepertinya kamu yang menunggu.”

Keduanya saling terdiam.

Satu sama lain menyesap minuman masing-masing, menikmati musik yang berdentam hebat mengganggu gendang telinganya.

“Lalu, sedang apa kau di Bali?”

Kembali Andromeda bertanya. Dia bahkan harus bertanya kembali agar wanita di sampingnya mau berbicara.

“Euhm ... liburan. Aku sengaja mengambil cuti untuk bisa pergi ke Bali. Tentu aku harus mengunjungi Bali setelah setahun di Indonesia,” tutur Langen.

Andromeda kini menatap Kejora. Bahkan dari samping saja, dia masih mengagumi kecantikan Kejora. Tubuhnya sudah bereaksi berbeda saat ini.

“Memangnya ... selama ini kau tidak di Indonesia?”

Kejora menoleh, menampilkan senyuman manis yang membius Andromeda.

“Aku dari Belanda,”

“Ah, pantas saja,”

Keduanya terdiam kembali.

Melihat gelagat Kejora yang bergerak tak nyaman, Andromeda kembali berucap.

“Kau mau keluar? Sepertinya berjalan-jalan di pinggir pantai akan seru,” tawarnya.

“Benarkah? Aku mau!”

Kejora mengangguk senang, dia benar-benar tak menyangka Andromeda akan memiliki ide lain. Bukan mengajaknya menari di dance floor namun malah mengajaknya keluar.

“Ayo!”

Saat Kejora ingin memberikan selembar uang, Andromeda mencekalnya. “Biar aku saja, aku tak membiarkan wanita membayar minumannya saat bersamaku.”

Satu sikap gently yang membuat Kejora menambahkan nilai kekagumannya.

Dia mengangguk saja.

Keduanya berjalan keluar dari tempat hiburan malam itu.

“Apa tidak apa-apa berjalan ke sana? Mungkin 10  menit akan sampai?” tanya Andromeda kembali.

Dia benar-benar berusaha untuk berinteraksi banyak dan meminta atensi seorang Kejora.

Kejora tersenyum, mengangguk setuju.

Pria itu meringis dengan stiletto yang dipakai oleh Kejora. Dengan tumit meninggi, bagaimana wanita itu bisa berjalan?

“Sebentar, tunggu di sini!”

Andromeda setengah berlari meninggalkan Kejora. Gadis itu menatap kebingungan. Apa yang akan dilakukan pria itu?

Dia berdiri menunggu. Melihat langit malam yang rupanya masih menampakkan satu dua bintang bersinar.

“Yang mana bintangku?” gumamnya sendiri.

Andromeda kembali dengan menenteng satu pouch berisi sandal perempuan. Beruntung, ibu tirinya meninggalkan satu pasang sandal yang nyaman untuk berjalan.

“Kau menunggu lama?”

Kejora berbalik, melihat pria itu sudah kembali. Lantas berjongkok di hadapannya.

“Eh?” Dia nampak terkejut.

“Pakailah, akan tak nyaman memakai sandal menyiksa itu!”

Kejora mendadak terdiam. Dia tak tahu, kalau Andromeda sangat memperhatikannya.

Mau tak mau dilepaskannya stiletto miliknya. “Maaf,” ucapnya saat ingin menopang tubuhnya dengan tangan yang menyangga di bahu Andromeda.

Tak mungkin baginya untuk berjongkok.

Andromeda yang bersedia berlutut saja sudah membuatnya semakin terjatuh pada pesona pria itu saat ini.

“Sudah,”

Kejora menenteng sandalnya sendiri.

Sandal sederhana itu membuatnya bisa berjalan nyaman.

Pria seperti Andromeda sungguh berbahaya. Bisa-bisanya dia memahami wanita yang baru ditemuinya.

Mereka berjalan beriringan, di pinggir jalan yang ramai dengan motor dan mobil berseliweran. Andromeda bergeser, berjalan tepat di sisi jalan melindungi Kejora tentu saja.

“Jadi, kenapa kau tinggal di Belanda? Aku merasa kamu sama denganku. Terlahir sebagai orang Indonesia?”

“Ya ... aku memang tak memiliki darah campuran, hanya saja kondisinya membuatku berada di Belanda.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status