Tiada suara selain tepukan kaki kuda yang bergesekan dengan jalanan. Temaram lampu di pinggiran kota Resalf mengantarkan sunyi yang tak bertepi di dalam kereta. Martin berkendara dengan tenang, tak ingin mengganggu tuannya yang tengah menyelam dalam bacaan.
Meski kerikil tajam tak jarang membuat kereta bergeredak, tuan mudanya itu tetap memilih melalui rute perumahan kumuh ketimbang jalanan mulus di pusat kota.
"Selera yang buruk sekali." Komentar Martin, setelah tertawa pelan dibalik kemudinya. Sosok yang merasa tengah menjadi bahan pembicaraan terdiam sejenak.
"Apa maksudmu?" Balasnya.
"Semua kekayaan ini tidak berarti untukmu, ya?" Sindirnya, lagi. Martin terus saja mencemooh apa yang selalu ia lakukan, sedangkan tuan muda itu hanya tersenyum kecil menanggapi rasa heran salah satu pelayan setianya.
Tak ada yang bisa dinikmati selain kecipak lumpur yang terinjak kaki dan kendaraan di tengah gerimis. Namun semua itu bisa membuatnya teringat dengan masa lalu. Ia tak akan melupakan kenangannya dahulu, sebelum menjadi seperti saat ini. Sebenarnya tanpa bertanya pun, Martin sudah mengetahui tujuan lain dari sang tuan selain hanya berjalan-jalan menyusuri kenangan.
"J-jangan!"
Yaitu menyesapi kejahatan-kejahatan dibalik damainya pemerintahan.
Kuda-kuda itu meringkik saat tali kekangnya ditarik. Telinga tajam Martin menangkap teriakan dari kejauhan yang bahkan tidak terdengar telinga manusia di tengah hujan. Hampir mempertanyakan mengapa kereta mendadak berhenti, sekelebat bayangan tiba-tiba menyapa sang tuan.
Iris hitam itu sesaat bertemu mata dengan sosok gadis berambut panjang, rintik hujan yang menutupi kaca tebal jendela tak berpengaruh ketika ia menemukan raut sedih dan air mata yang mengalir dari wajah gadis itu yang hancur.
"Martin." Panggilan sang tuan bergaung keras di telinga Martin. Tanpa harus membuka bibirnya, mereka bisa mengerti suara batin masing-masing.
"Sesuai keinginanmu, tuan."
Martin melompat dari kereta, berlari memasuki sebuah gang sempit sebelum berubah menjadi kepulan aura hitam yang menyatu dengan bayangan.
Membuatnya menjadi secepat kilat mencapai sumber suara.Tuan muda itu segera turun dari kereta. Setelah mengenakan mantel dan topi yang menutupi wajahnya, ia berjalan menyusul sang pelayan. Namun ditengah perjalanan, dua orang lelaki berlari dari arah berlawanan. Hampir saja menabrak bahunya karena ketakutan. Sekilas wajah kedua orang itu tertangkap dari pinggir mata sang tuan muda.
Sesampainya di ujung gang, ia menemukan Martin dan seorang anak lelaki yang tengah terduduk lemah. Mata yang langsung menatapnya nyalang itu bercucur air mata, pipinya lebam. Syal di leher bocah itu bahkan tak mampu menutupi tubuh kurus dan luka yang membalutnya disana sini.
Sebelum sempat membuka suara, bocah di hadapannya berdesis, "L-lepaskan aku!" Kebencian terpancar jelas dari mata. "Biarkan aku pergi!" Teriaknya.
"Kau mempunyai adik perempuan, bukan?"
Mata bocah itu melebar mendengar kata-kata yang baru saja keluar dari mulut orang didepannya. Rautnya kemudian berubah menjadi sedih, menunduk dalam sembari menangis.
"Gre-Gretta.." Gumamnya, membisikkan nama adik dan satu-satunya keluarga yang ia miliki. Isak tangis terdengar pilu. Sang tuan muda menunduk, meraih kepala anak lelaki itu. Membuatnya mendongak dan bertemu pandang dengan Iris hitam yang seakan menghisapnya dalam.
"Ikutlah denganku, aku akan membantu semuanya." Bisik orang itu, "termasuk membalaskan dendam atas kematian adikmu."
Bola matanya seketika mendelik kaget. Jantungnya berdetak ngilu mengingat detik dimana nyawa adiknya terenggut kejam oleh orang-orang itu. Potongan-potongan peristiwa membuat hatinya mencelus. Ketika lelaki dihadapannya tersenyum lembut, kesedihannya tak mampu ia bendung lagi.
Martin memandangi mereka, bocah itu menangis meraung-raung di dalam pelukan. Sedangkan senyum tipis tergambar di salah satu ujung bibir sang tuan.
-0-
Sedangkan buku ditangan sang tuan muda tertutup setelah baris terakhir selesai dibaca. Pandangannya kemudian jatuh ke luar jendela, menatap wilayah pinggiran kota Resalf yang memadat dan kian ramai dari sebelumnya. Bangunan-bangunan bertumpuk, udara pengap bersatu dengan kepulan asap yang keluar dari cerobong rumah para warga. Menghangatkan ruangan yang berisi keluarga-keluarga dengan meja makan tanpa hidangan.
Menuju ke pusat kota, rumah-rumah besar dan megah mulai terlihat memenuhi sisi jalan. Lampu yang terang dan indah menyinari setiap pejalan. Sedangkan pikiran sang tuan muda berkecamuk, haruskah semua ini hanya dinikmati orang-orang tertentu saja? Dengkuran bocah kumal dibahunya makin membuat batinnya bergejolak.
Perbedaan strata sosial masih begitu kental di wilayah ini. Bangsawan yang memegang kendali atas Resalf sama sekali tak paham dengan keadilan. Pajak-pajak dijatuhkan pada rakyat dengan nominal begitu besar, para buruh bagai diperas kering ketika membayar sewa tanah. Jerih payah mereka dibagi untuk menghidupi rakusnya bangsawan, sedangkan hutang yang harus mereka lunasi lebih besar dari hasil yang mereka dapatkan.
Sebenarnya bukan hanya Resalf yang menjadi korban kejamnya perbedaan derajat sosial. Hampir seluruh wilayah masih meninggikan marga-marga tertentu. Marga yang di dapat dari leluhur berabad-abad lalu masih berlaku hingga kini, meskipun sistem kerajaan dan perang telah lama usai.
Semua orang masih terpaku pada segitiga yang mengendalikan kehidupan. Golongan paling bawah ialah Under yang berasal dari budak dan rakyat jelata. Golongan kedua adalah Middle yang didomimasi para pelayan dan orang yang dapat bekerja di bawah para bangsawan. Sedangkan golongan tertinggi atau Higher berhak memimpin negri dan menikmati semua kemewahan yang ada.
Tingkat derajat bermula pada masa perang besar. Musuh yang menargetkan seisi pulau membuat seluruh kerajaan bersatu untuk bertahan. Setelah usai peperangan, demokrasi perlahan terbentuk dan menjadikan wilayah berdiri dengan pemerintahan. Golongan berdarah kerajaan dan pahlawan berhasil memegang wewenang tertinggi, kemudian predikat bangsawan muncul dan orang-orang dengan darah tersebut tumbuh dengan Marga yang melekat pada nama mereka.
Tapi pada kenyataannya darah para pejuang yang mengalir di tubuh bangsawan malah dikotori dengan sifat kejam dan ketamakan. Abad demi abad yang berlalu mengubah kebijaksanaan mereka menjadi serakah. Marga yang seharusnya suci dan menjadi ciri pemimpin agung berubah menjadi momok tersendiri bagi para rakyat yang mau tak mau hidup dibawah kaki mereka. Dulu nama yang selalu dielu-elukan kini menjadi kata selipan ditengah amarah dan tangisan rakyat. Tanpa sadar mereka telah menjadikan keluarga mereka begitu buruk.
Ntah sampai kapan segitiga setan itu akan terus mengatur nasib manusia. Hidup di dalam dunia seperti ini bagai kutukan. Rakyat menderita di bawah kekuasaan yang dimanfaatkan oleh para manusia tak berakal. Wewenang yang seharusnya memberi kesejahteraan pada rakyat dijadikan alat sebagai pemuas nafsu dan keserakahan.
Namun ia akan segera merubahnya. Menghancurkan lingkaran neraka yang memenjarakan keadilan. Kali ini ia akan bergerak, memulai perang tanpa hunusan pedang dan menciptakan dunia yang ia harapkan. Meskipun harus memusnahkan golongannya sendiri.
Gerbang raksasa mulai terlihat dari kejauhan, menjulang tinggi menutupi pilar besar yang menyangga gedung. Sesaat kemudian kereta itu berhenti. Memberi petuah pada Martin agar menjaga anak yang ia bawa selagi dia menghadiri pertemuan, tuan muda itupun keluar. Lalu membawa tungkai panjangnya melangkah ke dalam acara. Para prajurit penjaga langsung menyambut kemudian mempersilahkannya masuk.Di balik pintu, permadani bak sutra tergelar diatas kaki para bangsawan yang saling bercengkrama dengan segelas wine di tangan mereka. Kenyataan bahwa pakaian rakyat yang bahkan tak seindah apa yang mereka injak tersebut membuat tuan muda itu terdiam."Zeindalr Elmardillo!" Seruan seseorang langsung membuat pandangannya beralih. Terlihat pria berbadan gempal tengah tersenyum lebar kepadanya dari atas tangga. "Pewaris tunggal keluarga Elmardillo Fanarlta!" Lanjutnya, kemudian turun dengan cepat.Beberapa orang men
"Selamat malam tuan dan nyonya, jamuan makan malam bersama akan segera dimulai. Silahkan menuju balairung utama untuk acara selanjutnya."Seruan pembawa acara membuat perhatian para bangsawan beralih. Mereka kemudian berjalan bersama menuju tempat jamuan makan malam. Dibalik ramainya tamu, Henry Grandes terlihat terburu-buru menaiki tangga. Kemudian berbelok memasuki salah satu ruangan yang ada.Disisi tembok, Martin menelisik pembicaraan Henry dari luar. Dirinya yang menyamarkan diri sebagai salah satu prajurit penjaga bebas memasuki gedung untuk memperlancar rencana sang tuan.Di dalam ruangan, nampak tuan Henry dan dua orang prajurit tengah berbincang. Prajurit-prajurit itu terlihat tegang dan ketakutan ketika berbicara kepada tuan Henry."T-tidak mungkin!" Henry berteriak, Martin semakin menajamkan pendengaran. "Aku sudah membasmi mereka waktu itu, dan kalianlah yang aku tugaskan. Bagaimana bisa mere
"Kejadian kemarin tampaknya membuat polisi kebingungan." Ucap seseorang yang tengah berdiri membelakanginya. "Kau lagi-lagi membuat pemerintah pusat kerepotan, tuan Zein.."Kasus yang terjadi malam lalu meninggalkan misteri besar yang menjadi teka-teki tak terpecahkan oleh pihak keamanan. Tidak ada yang bisa ditangkap dalam peristiwa itu. Pelaku pembunuhan dua orang prajurit di tengah hutanpun tidak pernah ditemukan. Mereka menaruh praduga bila kedua lelaki itu dimakan binatang buas, karena tubuh mereka bagai tercabik hingga sulit untuk dikenali.Dan Henry Grandes, malangnya laki-laki itu kini harus menjalani masa suram di dalam rumah sakit jiwa, setelah sebelumnya terbukti sebagai tersangka tindakan keji hilangnya nyawa anak-anak kaum pinggiran kota Resalf. Hal itu membuat sedikitnya para bangsawan yang menyaksikan sendiri kejadian janggal itu merasa trauma dan akhirnya sedikit demi sed
Barisan prajurit nampak berjajar, membentuk sebuah penjagaan yang ketat. Zein berdiri bersama para warga. Menyaksikan desa yang sebelumnya begitu subur berubah kering bagaikan gurun tandus. Berpetak-petak tanah dipenuhi tanaman busuk dan membuat udara dipenuhi bau tak sedap.Sedangkan para penduduk Yuilr hanya bisa meratapi tanaman-tanaman mereka, berkeluh kesah kepada sang tuan karena panennya gagal di musim ini."Kami tidak tau apa yang terjadi, tuan. Seluruh kebun kami mengering, bahkan hingga bunga yang kami tanam didepan rumahpun ikut layu. Desa Doinh yang berada disebelah kami juga mulai terdampak, tuan.." Ujar kepala desa. Wajah tuanya terlihat begitu sedih menjelaskan apa yang telah terjadi pada mereka.Salah seorang bocah kemudian berjalan mendekat sembari membawa seekor anak domba yang tak lagi bergerak, "Dan kini ternak kamipun mulai teranca
"Yeina, berhenti!""Jangan lari dariku, Yeina!""Kena kau!!""Jangan!""Hahahahahah!""Tidak, jangan..""TIDAAK!!"Perlahan Zein membuka mata, kemudian mengatur nafasnya pelan. Kepalanya penuh dengan potongan-potongan memori yang masih saja membesit meskipun ia telah terbangun dari tidur. Serpihan cerita hidup para hantu yang ia lenyapkan selalu memenuhi mimpinya, membagi kisah yang harusnya diketahui oleh setiap orang. Namun sayangnya kisah yang mengakhiri hidup mereka itu harus terkubur dan bahkan tak disadari oleh siapapun. Hilang dan tertelan bumi begitu saja. Zein mendengus pelan, kemudian bangkit dari posisinya. Kemeja putih yang ia kenakan nampak sedikit tersibak memperlihatkan dadanya yang bidang. Melihat langit yang masih menunjuk
Kumpulan warga berbondong-bondong keluar dari castil setelah berpamitan pada sang tuan. Alexan merubah air wajahnya ketika semua orang telah pergi, kemudian berjalan menghampiri Davine."Ah, aku tidak tau berapa lama lagi harus melakukan pekerjaan ini." Pria itu mendesah lelah, keningnya mengerut dibalik paras Zein yang masih menempel pada wajahnya. Davine tersenyum menanggapi."Kita harus memberikan tuan Zein kesempatan untuk beristirahat, Alexan," ia berujar. "Ia perlu waktu untuk memulihkan kekuatannya," Davine menekan bagian tengah kacamata yang ia kenakan, membenarkan posisinya.Alexan mengangguk sekilas, "ya, benar. Untungnya tidak ada masalah serius untuk saat ini."Kondisi Zein memang sedikit melemah setelah kembali dari hutan. Dua kali menghadapi demon dan mengeluarkan kekuatan besar untuk mengalahkan mereka da
"Toloooong!!"Jerit dan suara rintih kepanikan berpadu begitu keras di telinga. Puluhan orang berbondong-bondong membantu memadamkan api dan berusaha meraih kembali nyawa sekarat yang bergelimpangan di jalan raya. "Aaaaargh, tidak!!"Namun semuanya nampak mustahil. "Cepat padamkan kereta itu!"Api berpendar hingga membuat malam menjadi terang benderang."Selamatkan semua yang tersisa!"Namun ia dapat melihat satu-satunya cahaya hidup diantara kekelaman."Ginna, jangan biarkan dia hidup.."Membawanya kepada sebuah kisah yang selamanya akan terlukis dalam sejarah
Gemerincing lonceng kecil disela pita yang menjadi hiasan pohon-pohon tertiup angin. Menambah kegembiraan suasana di sekitar Feraldino de Castel yang penuh dengan kumpulan undangan yang datang. Kereta kuda Zein yang berhenti di halaman istana dijamu dengan sambutan hangat dari para penghuni castil besar itu. Bangsawan-bangsawan lain juga nampak mendapatkan keramahan yang sama. Sebuah suasana yang meriah untuk membayar lelah setelah perjalanan mereka.Dipandu menuju peristirahatan yang telah dipersiapkan, sang tuan rumah merangkul bahu Zein dan membawanya ke dalam sebuah ruangan. Menemaninya bersama dengan obrolan."Mohon maaf bila aku membawa seseorang bersamaku, tuan Roland. Aku bertanggung jawab dalam menjaganya hingga harus membawanya kemanapun aku pergi." Ucap Zein, meminta izin akan hadirnya Vinz di antara mereka.Roland menggeleng pelan, "sebuah kegemb